Mikroplastik Air Kemasan 2 Kali Lebih Banyak dari Air Keran
- Pixabay/PublicDomainPictures
VIVA – Munculnya penelitian soal kandungan mikroplastik dalam 90 persen air minuman kemasan yang dijual bebas tentunya banyak meresahkan masyarakat.
Studi terbaru yang dilakukan ilmuwan yang berbasis di State University of New York di Fredonia bersama jurnalisme Orb Media, menganalisis 259 botol dari 19 lokasi di sembilan negara, dengan 11 merek yang populer di masyarakat termasuk di Indonesia.
Dilansir The Guardian, studi tersebut menemukan bahwa rata-rata air mineral tersebut mengandung 325 partikel plastik (mikroplastik) dalam setiap liter airnya.
Berdasarkan hal itu, badan kesehatan dunia, WHO buru-buru mengumumkan bahwa pihaknya telah melakukan peninjauan kembali mengenai potensi risiko plastik dalam air minum.
Sebelumnya pada 2017 WHO telah melakukan penelitian seputar kandungan mikroplastik dalam air keran. Para ilmuwan menulis bahwa mereka menemukan kira-kira dua kali lebih banyak partikel plastik di dalam air kemasan dibandingkan dengan studi sebelumnya tentang air keran.
Jenis partikel plastik yang paling banyak ditemukan adalah polipropilena, yaitu jenis plastik yang digunakan untuk membuat tutup botol yang juga dibeli di AS, China, Brasil, India, Indonesia, Meksiko, Lebanon, Kenya dan Thailand.
Peneliti menggunakan cairan Nile merah yang membuat partikel plastik dalam air berwarna merah. Cairan Nile ini cukup akurat dan hanya menempel pada partikel plastik, tanpa memengaruhi material alami lainnya.
Meskipun penelitian ini belum dipublikasikan dalam jurnal ilmiah dan belum melewati uji ilmiah lanjutan , namun Dr Andrew Mayes, ilmuwan University of East Anglia yang mengembangkan teknik Nile merah ini, mengatakan kepada Orb Media bahwa dirinya yakin bahwa riset tersebut telah diterapkan dengan hati-hati dan tepat dan berstandar.
Dalam penelitian tersebut Orb Media juga meneliti banyak merek besar seperti Aqua (Danone), Aquafina (PepsiCo), Bisleri (Bisleri Internasional), Dasani (Coca-Cola), Epura (PepsiCo), Evian (Danone), Gerolsteiner (Gerolsteiner Brunnen), Minalba (Grupo Edson Queiroz), Nestlé Pure Life (Nestlé), San Pellegrino (Nestlé) dan Wahaha (Hangzhou Wahaha Group).
Juru bicara WHO mengatakan bahwa walaupun belum ada bukti mengenai dampak terhadap kesehatan manusia, ia sangat prihatin. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa akan meninjau kasus ini lebih dalam.
Abigail Barrows, yang melakukan penelitian untuk Story of Stuff (penelitian terkait air kemasan di AS) di laboratoriumnya di Maine, mengatakan beberapa kemungkinan bagaimana mikroplastik tersebut bisa masuk ke dalam botol.
"Mikrofiber plastik mudah diterbangkan ke udara. Jelas itu terjadi tidak hanya di luar tapi di dalam pabrik. Itu bisa datang dari yang kita kenalan misalnya pakaian yang sedang dipakai," katanya.
Stiv Wilson, koordinator kampanye Story of Stuff, mengatakan bahwa menemukan kontaminasi plastik di air kemasan bermasalah "karena orang membayar premi untuk produk ini". Jenis plastik yang sama digunakan untuk membuat tutup botol. Botol yang dianalisis dibeli di AS, China, Brazil, India, Indonesia, Meksiko, Lebanon, Kenya dan Thailand.
Jacqueline Savitz, kelompok kampanye Oceana, mengatakan: "Kami tahu bahwa plastik terbentuk di hewan laut dan ini berarti kita juga sedang terekspos, sebagian dari kita setiap hari. Antara mikroplastik dalam air, bahan kimia beracun dalam plastik dan paparan akhir kehidupan hewan laut, ini adalah triple whammy. "