Kasus Campak Reda, Masyarakat Asmat Didera Cacingan
- ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
VIVA – Edukasi tentang asupan nutrisi bergizi seimbang di Kabupaten Asmat, menjadi kebutuhan mutlak pascapencabutan status kejadian luar biasa, atau KLB campak pada 5 Februari 2018 kemarin.
Jumlah pasien rawat inap RSUD Agats pada 5 Februari pukul 05.00 WIT, atau sebelum KLB dicabut sebanyak 20 anak. Rincian berdasarkan laporan harian terakhir satuan tugas kesehatan (Satgaskes) KLB Campak dan masalah gizi buruk Kabupaten Asmat, penderita campak sebanyak empat orang dan gizi buruk 16 orang.
Fokus RSUD Agats, menurutnya, kini menangani penyembuhan gizi buruk dengan komplikasi, serta mendorong perubahan asupan nutrisi warga Asmat. Komplikasi yang kerap terjadi, di antaranya dengan malaria dan pneumonia atau radang paru-paru.
Untuk itu, Direktur RSUD Agats Riechard R. Mirino SKM, M.Kes, mengatakan, Tim Flying Health Care (FHC) Kemenkes gelombang satu hingga tiga sangat membantu dengan memperkuat pelayanan. Selain itu, Tenaga kesehatan yang tersedia di RSUD Agats saat ini ada dua dokter spesialis bedah dan satu orang spesialis dalam Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS) yang tengah diproses.
Lebih lanjut, hal-hal yang dapat diinternalisasikan kepada warga Asmat dengan penyesuaian untuk perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Di antaranya, melalui kebiasaan cuci tangan, serta memotong kuku sekaligus mengenal jenis makanan layak dan sehat.
"Kita harus terus menyadarkan mereka agar dapat melakukan PHBS dan perumahan bersih karena 80-90 persen anak-anak Asmat juga mengalami kecacingan," urai Riechard dikutip dari rilis Kemenkes RI, Rabu 7 Februari 2018.
Anggota tim FHC Kemenkes dr. Lily Indriani Octovia, MT, M.Gizi, Sp.GK memastikan jumlah pasien anak gizi buruk yang dirawat di RSUD Agats berkurang. Sedangkan untuk penanganan gizi buruk berat, mulai membuatkan sistem pelayanan gizi terpadu, termasuk mengadakan poli gizi di RS dan Puskesmas.
Saat ini, yang tersedia di RSUD Agats adalah dapur gizi. Sementara itu, untuk upaya memberi penyuluhan kepada tenaga kesehatan khusus penanganan gizi buruk perlu monitoring tata laksana gizi buruk. Sekaligus pencatatan akurat tentang umur anak yang menjadi poin inti pencatatan gizi.
"Faskes dan lingkungan kesehatan ibu dan anak harus dibenahi karena itu pondasinya. Kemudian penguatan Antenatal Care (ANC), metabolisme, dan maternalnya," ujar Lily menyarankan.