Inspirasi Budidaya Paprika Lewat Program Ecofarming
- VIVA.co.id/ Lutfi Dwi Pujiastuti
VIVA – Paprika, atau Capsicum annuum L dikenal sebagai penghasil buah yang berasa manis dan sedikit pedas dari suku terong-terongan, atau Solanaceae. Buahnya yang berwarna hijau, kuning, merah, atau ungu, sering digunakan sebagai campuran salad.
Selain memiliki manfaat kesehatan, paprika khususnya yang berwarna merah, juga mengandung phytochemical dan beta-carotene yang merupakan antioksidan dan agen anti inflamasi yang baik. Capsaicin yang terdapat dalam paprika memiliki berbagai khasiat kesehatan. Misalnya menurunkan kolesterol jahat, mengontrol diabetes, meredakan nyeri, dan inflamasi.
Tak hanya baik untuk kesehatan, dari segi ekonomi, paprika bisa juga dijual dengan harga tinggi. Karena salah satu alasan inilah, produsen air minum kemasan AQUA, PT Tirta Investama (Danoe Aqua) Cianjur, menggerakkan program corporate social responsibility bernama Ecofarming. Salah satu yang dibudidayakan dengan program ini, adalah paprika.
Dalam program Ecofarming ini, kelompok petani di kawasan Kampung Tabrik, Desa Gekbrong Cianjur, diajak untuk belajar menanam paprika yang ramah lingkungan.
"Kami juga melakukan pendekatan integrated pengelolaan pertanian terpadu. Untuk daerah Tabrik yang dikembangkan adalah paprika," ujar Sustainable Development Senior Manajer AQUA, Arief Fatullah saat ditemui di Cianjur, 27 November 2017 lalu.
Arief pun menilai, tanaman paprika diyakini mampu menunjang ekonomi masyarakt setempat untuk jangka panjang. Bahkan, sejak 2016 tanaman ini dibudidayakan, sudah mampu memberikan pendapatan bersih untuk petani antara Rp3-4 juta per bulan. Dan, untuk perkilogramnya, paprika merah bisa dijual dengan harga Rp30 ribu dari petani. Sementara itu, untuk paprika hijau, bisa dijual dengan harga Rp25 ribu per kilogramnya.
"Pertimbangan kenapa paprika yang dibudidaya karena value dari produknya. Jadi, yang dibudidayakan, jangan sampai dijual enggak ada hasilnya. Ini dipilih, karena bernilai ekonomi tinggi untuk masyarakat jangka panjang," terangnya lagi.
Tak hanya itu, kawasan Cianjur juga dinilai pas untuk dijadikan lahan penanaman paprika. Lewat program Ecofarming ini, awalnya produsen air minum kemasan ini memberikan penyertaan modal kepada kelompok petani setempat berupa enam green house pada lahan konservasi pada akhir 2015.
Perseroan menghibahkan enam fasilitas seluas 200 meter persegi tersebut sebagai medium budidaya paprika.
Penerapan Ecofarming memungkinkan tanaman terbebas dari kontaminasi bahan kimia. Dampaknya, bukan hanya dapat meningkatkan angka produktivitas, tetapi juga mendongkrak nilai penjualan produk pangan organik tersebut.
Ketua Kelompok Tani Kampung Tabrik, Uden Suherlan juga mengatakan, proses penanaman paprika tidaklah sulit. Media tanamnya menggunakan arang sekam yang dicampur dengan kompos organik, lalu dimasukkan ke dalam polybag. Setelah itu, masukkan bibit paprika dan diletakkan dalam green house.
"Idealnya paprika akan tumbuh subur di atas ketinggian 1.000 dpl. Biasanya dalam waktu tiga bulan, paprika sudah bisa dipanen. Bahkan, panennya bisa sampai lima kali panen."
Masa tanam paprika sampai terakhir panen bisa sampai delapan bulan. "Setelah itu, tanaman diganti yang baru," katanya.
Paprika sendiri harus ditanam dalam green house yang didesain dengan atap plastik agar terhindar dari hama serangga.
Tak hanya paprika yang dibudidaya, tanaman holtikultura lainnya seperti tomat, terong, cabai hingga daun bawang juga ikut dibudidayakan.
Tak hanya mengedukasi cara tanam yang ramah lingkungan, program ecofarming juga mengajarkan petani di Kampung Tabrik untuk memanfaatkan air hujan yang mengalir ke green house dan turun ke embung. Nantinya air dalam embung tersebut dapat digunakan untuk menyiram tanaman, sedangkan sisanya dapat terserap ke dalam tanah melalui sumur resapan.