Membangun Imajinasi Anak-anak Desa lewat Saung Mimpi
- Instagram/@Saungmimpi
VIVA – Prihatin dengan kegiatan anak-anak di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta, setiap akhir pekan mendorong Fanbul Prabowo, Co Founder Saung Mimpi, untuk melakukan kegiatan edukatif bagi mereka.Â
Tidak adanya wadah serta minimnya pilihan aktivitas membuat anak-anak ini justru senang melihat aktivitas orang dewasa yang belum pantas mereka lihat.
Bersama beberapa rekannya, Fanbul menggagas sebuah kegiatan belajar yang dikhususkan pada minat dan bakat anak-anak. Inilah inti kegiatan Saung Mimpi, di mana anak-anak diperkenalkan berbagai macam profesi dan mempraktikkannya secara langsung.
"Bentuknya seperti ekskul. Kami mempresentasikan profesi tapi bukan profesi yang generik, tergantung apa yang dibutuhkan. Kami juga tidak mengarahkan, hanya mengenalkan moral story, value dari profesi itu," ujar Fanbul saat ditemui VIVA di kawasan Menteng, Jakarta.
Wujud profesi yang dikenalkan juga sangat beragam, mulai dari dokter, ilmuwan, hingga arkeolog. Metode belajarnya pun dibuat menyenangkan, di mana anak-anak akan berjalan berkelompok ke pos-pos profesi dan belajar selama 5-10 menit di satu pos profesi.
Bukan sekadar mengenalkan profesi kepada anak-anak, Saung Mimpi juga memiliki prinsip dasar saat memberikan edukasi penting ini, yakni aktualisasi, eksperimen, entrepreneur, dan public speaking.
Targetnya tak hanya anak-anak, tapi juga orangtua dan guru. Karenanya, Saung Mimpi selalu melibatkan guru dalam setiap kegiatan edukasi.
"Kami juga ingin mengubah perilaku gurunya, agar mereka paham bahwa metode mengajar seperti ini baik untuk diterapkan di sekolah," kata Fanbul.
Bagi Fanbul dan rekannya di Saung Mimpi, sukses dari gerakan yang mereka rintis ini adalah ketika para guru mau mengapresiasi edukasi ini dan mempraktikkan apa yang mereka ajarkan di sana.
Hingga kini, sudah sekitar 20 desa yang disentuh oleh Saung Mimpi. Jumlah relawan yang tergabung pun sudah mencapai 500-an relawan. Dimulai dari Yogyakarta, Saung Mimpi kini mulai merambah ke Boyolali dan Bandung.
Fanbul tergerak mendirikan Saung Mimpi karena keprihatinannya pada anak-anak di desa yang tidak memiliki kegiatan bermanfaat di lingkungannya. Selain itu, gerakan ini terbentuk dari pengalaman buruknya ketika sekolah dulu.
"Saya drop out tiga kali, hobinya galang orang buat tawuran. Penyebabnya karena di sekolah merasa tidak ada ruang untuk orang seperti saya mengaktualisasi diri," ujarnya.
Saung Mimpi pun terbentuk di tahun 2013. Meski sudah tidak lagi aktif di Saung Mimpi, tapi pria 25 tahun ini berharap visi Saung Mimpi untuk menjadikan metode pendidikan proses mengajar yang menyenangkan dengan basis minat bakat anak-anak bisa terus berlanjut. (ase)