Menguak Karakter Unik Generasi Millenial
- REUTERS/Charles Platiau
VIVA – Saat ini generasi millenial menjadi topik yang sering dibicarakan di kalangan masyarakat. Mulai dari segi pendidikan, teknologi maupun moral dan budayanya. Generasi millenial dianggap spesial karena generasi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan teknologi.
Generasi milenial lahir dengan ciri khas tersendiri yaitu saat televisi mulai berwarna, serta handphone dan internet juga sudah diperkenalkan. Sehingga generasi ini, sangat mahir dalam teknologi.
Menurut Robby Muhammad Ph.D, Sosiolog Bidang Jejaring Sosial sekaligus co-founder dari Yogrt mengatakan bahwa milenial akar rumput Indonesia sembilan persen di antaranya tidak memiliki ketertarikan terhadap isu politik. Mereka lebih terbuka terhadap ide atau pemikiran baru dan tak mau mengambil risiko.
Lebih jauh, temuan lainnya juga memperlihatkan bahwa kebersamaan menjadi nilai utama yang dijunjung kaum millenial akar rumput Indonesia dan bukan pencapaian diri. Tidak hanya itu, millenial akar rumput pun yang sudah bekerja dan berpenghasilan di bawah Rp5 juta perbulan umumnya lebih mencari pengakuan dan terobsesi dengan hal yang nyata.
Sedangkan mereka yang berpenghasilan di atas Rp5 juta lebih cenderung menyukai tampil keren di antara yang lain. Serta ingin terlihat lebih menonjol sendiri.
“Karakter generasi millenial di setiap kehidupan masyarakat sangatlah beragam, tapi yang paling dominan adalah tidak tertariknya mereka pada isu politik.Mereka lebih terbuka terhadap ide atau pemikiran baru dan tak mau mengambil risiko,” ujar Robby Muhammad saat ditemui di kawasan Jakart Selatan, Kamis, 2 November 2017.
Dia menuturkan bahwa selain isu politik, dia juga menemukan bahwa 7 persen dari millenial akar rumput Indonesia lebih cenderung tertarik pada topik literatur atau buku. Hiburan, juga menjadi bahasan yang paling digemari dengan rincian 45 persen pada musik dan 30 persen pada film.
Menariknya, isu-isu soal agama juga menarik perhatian mereka, yakni sebesar 28 persen. Hanya saja perlu digarisbawahi bahwa minat terhadap agama bukanlah akibat dorongan ideologis tetapi karena kalangan bersosialisasi.
“Jadi perlu diingat minat terhadap agama bukan akibat dorongan ideologis tetapi lebih karena keinginan bersosialisasi. Ini terlihat dari nilai ideologis konservatif yang berada di bawah nilai kekeluargaan,” ucap dia.