Di Sumba, Warga Sembelih Hewan saat Ada yang Meninggal
- VIVA.co.id/Bimo Aria Fundrika
VIVA.co.id – Selain terkenal dengan sejumlah tempat wisata menarik, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) juga terkenal kental dengan adat budaya tradisi yang masih dipegang teguh hingga hari ini. Seperti Upacara Patani yang digelar jika ada sanak keluarga yang meninggal dunia.
Dalam kunjungan ke Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, VIVA.co.id beruntung bisa menyaksikan langsung sedikit prosesi Patani yang tengah diadakan diadakan di Waikabubak, NTT.
Saat tiba, Nikolas Umbu Warata, salah satu anggota keluarga yang ditinggalkan, langsung menawarkan pinang sirih sebagai tanda selamat datang.
"Kalau di sini harus begini dahulu, pinang sirih, kopi, baru kita buka pembicaraan," ucap Nikolas kepada VIVA.co.id baru-baru ini.
Di pelataran rumah Nikolas sendiri sudah terdapat dua kepala kerbau yang telah disembelih. Sementara sejumlah keluarga juga tengah sibuk memotong daging sapi dan memisahkan dari isi perutnya.
Nikolas menjelaskan, upacara kematian yang dikenal dengan Patani ini diadakan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada mereka yang baru meninggal. Prosesi ini diadakan selama kurang lebih seminggu setelah hari kematian, hingga akhirnya dikuburkan dalam sebuah kuburan besar dengan pintu untuk memasukkan jenazah.
"Ini ada dua sapi dan dua kerbau, ini cara menghormati dengan motong kerbau. Jadi setiap anak mantu itu punya kewajiban untuk memberikan penghormatan terakhir ini hasilnya seperti ini," kata dia.
Daging tersebut, lanjut Nikolas nantinya akan dibagikan ke sanak saudara dan tetangga terdekat. Menurut Nikolas, prosesi Patani ini telah dilakukan secara turun menurun sejak ratusan tahun lalu. Pada masa lalu, jumlah hewan yang dikorbankan jauh lebih banyak, bahkan hingga ratusan.
"Sekarang tergantung situasi dan kondisi. Jadi sekarang Bupati mengimbau untuk tidak boros. Dahulu itu kan kalau ada yang meninggal, (setelah) dua minggu baru bisa penguburan," ucapnya menjelaskan.
Agar tradisi itu tetap ada dan tidak luntur, prosesi Patani masih diadakan dengan menyesuaikan kemampuan.
"Jadi kalau yang lebih mampu mungkin bisa lebih banyak, tapi kalau yang sederhana menyesuaikan dengan kemampuan," ujarnya.