Kampung Ekowisata Berbasis Rotan di Kaltim

Perempuan-perempuan penganyam rotan di Kampung long Beliu, Berau, Kaltim
Sumber :
  • VIVA.co.id/Jhovanda (Kalimantan Timur)

Berau, VIVA – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan daerah penghasil rotan nomor dua di Indonesia setelah Kalimantan Tengah. Namun saat ini rotan belum menjadi komoditas unggulan daerah terkait dengan Hasil Hutan Bukan Kayu. Mayoritas rotan yang dikirim ke luar Pulau Kalimantan saat ini adalah rotan mentah yang dihargai rendah karena tidak memiliki nilai tambah.

Detik-detik Pengendara Motor Sport Tabrak Polisi karena Takut Ditilang, Ternyata Mabuk

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, membentuk kampung ekowisata berbasis rotan di Kampung Long Beliu. Kampung yang dihuni masyarakat adat Dayak ini memiliki hutan rotan yang luas dan mudah ditemukan. 

Perempuan-perempuan penganyam rotan di Kampung long Beliu, Berau

Photo :
  • VIVA.co.id/Jhovanda (Kalimantan Timur)
Satu-satunya SD di Pulau Derawan Kalimantan Timur Terancam Tutup

Tidak hanya di sekitar hutan kampung seluas 4.633 m2, tetapi juga di sepanjang  kawasan Sungai Gie, Sungai Kelay, dan Sungai Peteng yang mengelilingi kampung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yayasan Konservasi Alam Nusantara bersama mitra selama kurun waktu Agustus sampai Oktober 2024 ditemukan bahwa daerah ini memiliki 40 jenis rotan. Dari temuan tersebut, yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk kebutuhan komersial adalah jenis Rotan Manau, Rotan Sabut, dan Rotan Sega.

Bangkitkan Semangat Keberlanjutan dan Ekowisata, Mandiri Jogja Marathon 2024 Resmi Digelar

Awalnya rotan hanya diolah secara tradisional menjadi salah satu material bangunan, bahan kerajinan tertentu, hingga sumber pangan (umbut). Namun, semuanya berubah di penghujung tahun 2024. Sebagai salah satu kampung penerima insentif karbon berbasis kinerja dari Bank Dunia, Forest Carbon Partnership Facility-Carbon Fund (FCPF-CF), Kampung Long Beliu fokus ke pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan.

John Patrik Ajang, Kepala Kampung Long Beliu, mengatakan kampung Long Beliu mulai fokus ke pengelolaan dan pengembangan produk turunan rotan. Skema itu untuk memaksimalkan potensi lokal yang langsung berdampak pada terjaganya hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Menganyam rotan ini adalah warisan budaya dan warisan leluhur, sudah melekat dengan kultur kami, dan sekarang dapat dikembangkan,” kata John.

Tidak hanya menghasilkan produk turunan rotan, Kampung Long Beliu juga akan membuka Ekowisata Kampung Rotan. Para wisatawan yang datang akan diajak berwisata mulai dari menyusuri sungai menggunakan ketinting, melihat rumah produksi anyaman rotan dan praktik menganyam langsung bersama pengrajin, jelajah hutan (forest tracking), menyusuri kampung, dan wisata kuliner khas suku Dayak Gai dan Kenyah.  

“Kampung kami siap menyambut para pelancong dengan kekayaan alam dan budaya kami yang luar biasa.” katanya.

Pemerintah kampung menargetkan pada tahun 2025 ini telah tersedia rumah produksi rotan di kampung mereka. Rumah produksi dibangun untuk memastikan ketersediaan bahan baku para perajin anyaman rotan serta pembangunan galeri kampung untuk promosi dan pemasaran berbagai macam produk rotan.  

Rencananya, unit usaha pengelolaan rotan di kampung Long Beliu akan dikelola oleh Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) HHBK dan Jasa Lingkungan melalui pengawasan  Lembaga Pengelola Hutan Desa.

Muhammad Hendratno, Asisten 1 Sekretaris Daerah Kabupaten Berau mengatakan ekowisata Kampung Rotan ini adalah langkah awal dalam membangkitkan industri rotan berbasis masyarakat, sekaligus memberi pesan yang kuat untuk menjaga hutan lestari.

”Ini terobosan, bahan baku kerajinan melimpah dan mudah di dapat sekitar kampung. Saya takjub, hasil rotan buatan mereka sangat halus, standarnya sudah internasional,” katanya.

Manajer Senior Program Terestrial Yayasan Konservasi Alam Nusantara, Niel Makinuddin mengatakan rotan adalah alternatif penghidupan yang potensial. Terlebih, jika dikelola secara profesonal dan berkelanjutan. “Dari umbut hingga batang, semua bisa dimanfaatkan,” katanya.

Niel juga menjelaskan bahwa keberlanjutan rotan dapat menyelamatkan hutan. Sebab rotan bisa tumbuh dan memiliki kualitas baik jika ada tegakan pohon sebagai tempat merambat.

Dengan demikian, masyarakat secara tidak langsung akan semakin bertanggung jawab menjaga tegakan pepohonan di hutan tempat merambatnya rotan yang mereka budayakan tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya