Ustaz Adi Hidayat Ungkap Asal Muasal LGBT Hingga Timbulnya Virus HIV

Ustaz Adi Hidayat (UAH)
Sumber :
  • YouTube: Ustaz Adi Hidayat

Jakarta, VIVA –  Dr. (H.C) Adi Hidayat, Lc., M.A., adalah seorang ustaz terkemuka di Indonesia. Saat ini, ia menjabat sebagai Wakil Ketua I Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 2022–2027. Ustaz Adi aktif berdakwah melalui berbagai platform dan telah menghasilkan sejumlah karya dalam bahasa Arab maupun Indonesia.

Salah satu ceramahnya beberapa tahun lalu berjudul "Mengungkap Sejarah yang Ditutupi: Akar dari Penyakit HIV/AIDS" yang diunggah di chanel Youtube Ceramah Pendek. Penyakit HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang menyerang sistem imun tubuh, sehingga mengurangi kemampuan tubuh dalam melawan infeksi dan penyakit. Sementara itu, AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi lanjutan yang terjadi saat infeksi HIV telah mencapai tahap akhir.

Dalam video tersebut, Ustaz Adi mengulas pernyataan seorang pakar neurologi Indonesia, Ryu Hasan. Pernyataan tersebut menyebutkan bahwa LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) adalah sesuatu yang normal, bukan penyakit, dan dipengaruhi oleh struktur otak bawaan. 

“Saya agak kecewa, ada seorang pakar Ryu Hasan, orang Indonesia ya yang memberikan satu pernyataan yang cukup mengagetkan, bahwa penyakit LGBT itu bukan penyakit katanya, itu sesuatu yang normal. Jadi bawaan Fitrah otaknya itu sudah begitu, sudah demikian itu normal dalam ilmu psikologi," ujar Ustaz Adi

Namun, Ustaz Adi Hidayat menyatakan ketidaksetujuannya terhadap klaim tersebut, dengan merujuk pada teori-teori Alquran dan penelitian ilmiah lainnya. Ia menekankan bahwa perilaku LGBT bukanlah sesuatu yang normal, melainkan hasil dari paparan informasi yang salah dan kebiasaan yang tidak terkontrol.

Ustaz Adi mengaitkan penyebaran LGBT dengan perkembangan teori ilmu saraf pada tahun 1948, ketika seorang pakar dari Polandia, Jerzy Konorski, mengemukakan bahwa otak manusia sifatnya seperti plastik. Menurut teori ini, otak manusia bersifat fleksibel dan mampu berubah berdasarkan informasi yang diterima. Pernyataan ini membantah pandangan sebelumnya bahwa otak manusia bersifat statis dan tidak bisa diubah.

“Sekitar 1948, ada seorang ahli dari Polandia, pakar saraf,  namanya Jerzy Konorski, sekitar Tahun 1948 itu memperkenalkan sebuah teori bahwa otak manusia itu ternyata sifatnya seperti plastik, fleksibel berdasarkan apa yang dia terima informasi yang masuk ke dalam otak seperti itulah otak akan bersikap. Otaknya tidak kaku, dapat informasi dia respon dengan keadaan sarafnya. Dengar situasi begini otak kemudian memberikan respon dari pendengaran," jelasnya

Daripada Dukung LGBT, MU Lebih Pilih Hargai Pemainnya yang Muslim Ini

Pernyataan ini membantah pandangan sebelumnya bahwa otak manusia bersifat statis dan tidak bisa diubah, “Nah ini ternyata membantah teori yang telah berlaku sebelumnya bahwa otak manusia itu cenderung kaku,” tambahnya

Konorski, yang terinspirasi oleh William James, seorang pakar psikologi asal Amerika, menyebutkan bahwa otak akan merespons setiap informasi yang masuk, baik itu melalui penglihatan, pendengaran, maupun pengalaman. 

Angka Kasus HIV/AIDS di Indonesia Tinggi, Kapan Seseorang Perlu Tes HIV?

Jika seseorang sering terpapar informasi positif, seperti melihat hal-hal baik, maka saraf otaknya akan membentuk pola perilaku yang baik pula. Sebaliknya, paparan terhadap informasi negatif, seperti gambar-gambar tidak pantas atau kebiasaan buruk, akan memicu perilaku menyimpang.

Ustaz Adi menjelaskan bahwa perilaku LGBT adalah hasil dari ketidakmampuan seseorang mengontrol informasi yang mereka terima. Sering melihat konten negatif, bergaul dengan lingkungan yang salah, dan mendengar informasi yang keliru dapat membentuk imajinasi serta kebiasaan yang akhirnya berkembang menjadi penyimpangan.

Terpopuler: Diet Paling Efektif hingga Resep Camilan untuk Kumpul

“Ternyata perilaku-perilaku penyimpangan yang lgbt itu itu asalnya bukan normal. Asal sebenarnya itu ternyata ini dari ketidakmampuan seorang manusia mengontrol fungsi-fungsi informasinya, orang yang selalu lihat gambar-gambar yang buruk. Dari situ sering bergaul dengan orang yang salah, mendengar informasi yang keliru sehingga dari situ muncul imajinasi-imajinasi terjadilah penyimpangan itu dibuktikan dan penyimpangan pertama adalah penyimpangan yang menularkan virus HIV," ungkapnya

Dalam ceramahnya, Ustaz Adi juga mengupas asal-usul HIV/AIDS, yang pertama kali ditemukan pada hubungan seksual sesama jenis laki-laki. Ia menyebutkan bahwa perilaku ini melakukan seks melalui rektum, sehingga berisiko tinggi untuk penyebaran virus HIV.

“HIV pertama kali terjadi itu ternyata muncul dari dua orang laki-laki yang melakukan hubungan seksual, gay. Jadi mereka berhubungan lewat rektum lewat anus, mohon maaf ya, yang tempat keluarnya kotoran. Nah yang jadi masalah spermanya berada di pusat kotoran itu dan melahirkan penyakit itulah penyakit,” jelasnya

Ia menekankan bahwa anggapan LGBT sebagai orientasi normal sering kali didasarkan pada penelitian yang kurang mendalam. Pada tahun 1950, Amerika Serikat menjadi saksi demonstrasi besar-besaran untuk menuntut kesetaraan hak. Gerakan ini berpusat pada perjuangan warga kulit hitam yang ingin diperlakukan sama seperti warga kulit putih. 

Di tengah ketegangan politik yang meningkat, muncul kelompok-kelompok lain yang mencoba memanfaatkan situasi tersebut, termasuk komunitas dengan orientasi seksual yang berbeda. Pada era 1960-an hingga 1970-an, tekanan untuk mengakui hak-hak kelompok LGBT semakin kuat. Pada tahun 1973, American Psychiatric Association (APA) mengeluarkan pernyataan yang menjadi tonggak penting.

 Mereka menyatakan bahwa homoseksual, termasuk gay, lesbi, dan transgender, tidak lagi dianggap sebagai gangguan mental. Pernyataan ini didasarkan pada penelitian yang menyebutkan bahwa individu LGBT memiliki struktur otak yang berbeda sejak lahir, sehingga harus diterima sebagai bagian dari keberagaman manusia.

Penelitian ini didasarkan pada analisis otak seorang pria gay yang meninggal akibat HIV/AIDS. Saat itu, ditemukan bahwa otaknya lebih kecil dan cenderung mengerucut, sehingga dianggap berbeda dari otak manusia normal. 

Namun, Ustaz Adi menjelaskan dari penelitian lanjutan menunjukkan fakta lain, bahwa ukuran otak tersebut bukanlah bawaan lahir, melainkan hasil dari kerusakan akibat virus HIV, “Tapi ternyata ketika ditelusuri kembali, otak yang kecil Itulah otak orang yang pertama kali melakukan penyimpangan sampai terkena virus HIV. Dari HIV ini yang menyerang struktur otaknya. Bukan karena terlahir otaknya kecil, tapi karena kena virus penyakit HIV. terserang otaknya menjadi mengerucut, jadi kecil ya asalnya dari situ,” jelasnya

Ustaz Adi juga menilai bahwa kampanye yang menganggap LGBT sebagai hal normal adalah keliru dan fatal. Ia menegaskan bahwa penyimpangan perilaku ini berakar pada paparan informasi negatif dan kebiasaan buruk yang terus-menerus dilakukan. Dalam pandangannya, kampanye yang mendukung LGBT justru memperkuat penyimpangan tersebut dan membuka peluang untuk menyebarkan penyakit.

“Saya sampaikan kampanye-kampanye yang mengatakan bahwa LGBT itu legal, tidak punya kelainan, sesuatu yang normal, itu sesuatu yang sangat keliru fatal ya suatu penyimpangan yang sangat luar biasa tapi kaitan dengan fokus bahasan kita penyimpangan-penyimpangan itu muncul Justru karena mereka dalam aktivitas kesehariannya mengundang penyakit," tegasnya

Sebagai umat Islam, ia mengingatkan pentingnya menjaga pandangan, pendengaran, dan pikiran agar tidak terpapar informasi yang merusak. Ia menyarankan orang tua untuk mengawasi informasi yang diterima oleh anak-anak mereka, baik dari media sosial maupun pergaulan sehari-hari.

Ceramah Ustaz Adi Hidayat menyoroti pentingnya pendekatan yang berimbang dalam memahami fenomena LGBT. Di satu sisi, masyarakat diajak untuk melihat fenomena ini dari perspektif ilmiah dan sejarah. Di sisi lain, nilai-nilai agama tetap menjadi pedoman utama dalam menilai moralitas perilaku.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya