Agung Wicaksono Menginspirasi dengan Pendekatan Ini untuk ITB
- ist
Jakarta, VIVA – Institut Teknologi Bandung (ITB) kembali menegaskan visinya untuk menjadi institusi pendidikan tinggi yang unggul di kancah internasional, berlandaskan kontribusi nyata bagi kemajuan bangsa. Dalam upaya mencapai visi ITB 2030, Agung Wicaksono, calon Rektor ITB, memperkenalkan pendekatan strategis yang terfokus pada tiga pilar utama: I-novasi, K-olaborasi, dan N-egara.
Pendekatan ini diharapkan mampu memperkuat peran ITB sebagai universitas unggul yang tidak hanya mencetak lulusan kompeten, tetapi juga berperan sebagai agen perubahan bagi masyarakat. Scroll lebih lanjut ya.
Dalam penjelasannya, Agung Wicaksono mengungkapkan bahwa ITB akan mengarahkan perhatian dan pengembangan di tiga bidang utama: Graduate of Choice, Innovation Ecosystem, dan Thought Leadership. Graduate of Choice memastikan bahwa lulusan ITB siap bersaing di panggung global, Innovation Ecosystem bertujuan menciptakan penelitian yang berdampak positif bagi masyarakat Indonesia, sementara Thought Leadership mendorong ITB untuk berperan aktif dalam merumuskan agenda strategis, baik di tingkat nasional maupun internasional.
“Keberhasilan ITB mencapai visi ini sangat bergantung pada inovasi, kolaborasi lintas disiplin, serta komitmen terhadap pembangunan bangsa,” kata Agung.
Ia menjelaskan bahwa I-novasi akan menjadi motor perubahan utama di ITB. Di sisi lain, K-olaborasi antarfakultas diharapkan dapat melahirkan program-program multidisiplin yang relevan dengan kebutuhan masyarakat. Sementara itu, pilar ketiga, N-egara, berperan penting dalam memastikan kontribusi nyata ITB terhadap agenda pembangunan nasional.
“I-novasi akan menjadi motor perubahan di ITB, sementara K-olaborasi antar fakultas menciptakan program multidisiplin yang relevan. N-egara, sebagai pilar ketiga, memastikan kontribusi nyata ITB terhadap agenda pembangunan nasional,” ujar Agung.
Salah satu inovasi yang akan diusung adalah penerapan metode flipped classroom dan omni-channel pada program magister dan doktoral. Langkah ini tidak hanya bertujuan memperluas akses pendidikan, tetapi juga diproyeksikan akan meningkatkan pendapatan institusi melalui diversifikasi model pembelajaran.
Dukungan terhadap visi Agung juga disampaikan oleh Prof. Satryo S. Brojonegoro, Mendikbudristekdikti, yang menegaskan bahwa fokus utama perguruan tinggi seharusnya bukan pada peringkat internasional semata, melainkan pada dampak positif yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
“Penting bagi perguruan tinggi untuk mempertahankan kebebasan akademik, di mana kampus dapat bersuara dalam memberikan solusi bagi masalah bangsa,” jelas Prof. Satryo.
Selain itu, Prof. Satryo juga menyoroti pentingnya pengurangan beban administratif bagi dosen serta penyesuaian peran dosen sesuai dengan keahlian masing-masing. Dengan demikian, dosen yang lebih berfokus pada aplikasi keilmuan praktis diharapkan tetap dapat berkontribusi secara signifikan, meski tidak berfokus pada publikasi jurnal internasional.
Dalam konteks pemilihan rektor, Prof. Satryo menekankan bahwa proses ini harus didasarkan pada integritas dan kompetensi calon, bukan pada popularitas.
“Pemilihan pimpinan perguruan tinggi harus mencari individu terbaik, bukan sekadar mengikuti popularitas seperti Pilkada,” ujarnya.
Agung Wicaksono juga menekankan pentingnya keberagaman sebagai fondasi kekuatan ITB melalui konsep “In-Harmonia Progressio,” yang berarti kemajuan dalam keberagaman. Agung optimistis bahwa dengan semangat keberagaman ini, ITB dapat mencapai posisi di 150 besar universitas dunia.
“Unity in Diversity adalah landasan yang akan membawa ITB menuju posisi 150 besar universitas dunia,” ungkapnya.