Tak Ada Unsur Kekerasan atau Seksual, Kenapa Tiba-tiba Konten Ditake Down? Ini Jawaban Pihak TikTok
- istockphoto.com
Jakarta, VIVA – TikTok menjadi salah satu platform media sosial yang cukup digemari di masyarakat selama beberapa tahun belakangan ini. Beberapa alasan diantaranya lantaran informasi apapun di TikTok jauh lebih cepat atau uptodate dibandingkan X.
Selain itu, platform TikTok juga banyak menyuguhkan konten video yang lebih menarik dan trendy dibandingkan platform media sosial lainnya. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Tak hanya itu saja, melalui platform media TikTok juga masyarakat bisa mengekspresikan diri entah itu melalui konten make up, konten dance challange atau konten mini vlog hingga konten travel.
Namun pernahkah Anda mendapati ketika mengunggah video di TikTok atau bahkan mendengar keluhan konten kreator favorit Anda meluapkan kekesalannya lantaran konten mereka tiba-tiba ditake down oleh platform tersebut?
Padahal jika ditelisik secara lebih lanjut, konten mereka tidak mengandung unsur yang menyimpang. Lantas mengapa demikian?
Terkait dengan hal tersebut, Communications Director TikTok, Anggini Setiawan angkat bicara. Pertama dan penting untuk dilakukan oleh pembuat konten adalah tidak menghapus konten mereka ketika video mereka ditakedown.
Pembuat konten juga bisa mengajukan fitur appeal atau banding ke pihak TikTok terkait kontennya.
“Pertama kalau konten ditake down jangan langsung panik dan jangan langsung dihapus kenapa? TikTok menyadari bahwa kami sebagai platform bisa juga salah artinya menyediakan fitur banding,” ungkap Anggini Setiawan pada awak media dalam acara diskusi #SalingJaga bersama; Kenalkan Fitur Keamanan dalam Platform di kawasan Thamrin Jakarta Pusat, Kamis 7 November 2024.
“Tapi fitur appeal atau banding tidak bisa diproses kalau videonya dihapus duluan. Sekarang kita selalu mengimprove user experiencenya, kalau dulu kita bilang konten ditake down karena melanggar guidce line kemudian kita kasih tau yang melanggar dimana, sehingga terus ada pembelajaran,” jelasnya.
Anggini juga mengungkap TikTok sendiri menggunakan bantuan mesin untuk membantu filtrasi.
Mesin tersebut nantinya dilatih untuk melihat visual, memerhatikan gesture dan audio serta beberapa keywords tertentu terkait dengan konten-konten tertentu.
Namun sayangnya, karena mesin maka mereka tidak bisa menangkap konteks ataupun narasi seperti manusia.
“Kenapa terjadi hal-hal yang seperti itu? karena kita masuk ke dalam moderasi yang ada di TikTok. Aku sempat cerita moderasi kami itu kombinasi antara mesin dan manusia,” ucap Anggini.
“Setiap harinya ada jutaan konten yang diupload di TikTok, jadi kalau kita mau menghire seluruh populasi di Indonesia akan berat untuk memoderasi konten maka kami menggunakan mesin,” terangnya.
“Mesin ini dilatih, melihat visual, memerhatikan gesture, dan memperhatikan audio, kita juga memasukkan keywords juga,” .
“Tapi mesin tidak bisa berpikir dan tidak bisa menangkap konteks ataupun narasi. Jadi kalau ‘Oh konten saya ditake down karena ini’ ini belum tentu (benar) sampai benar-benar dilihat langsung oleh TikTok.” ujarnya.
Anggini juga mengungkap tidak setiap kasus video yang ditake down memiliki permasalahan yang sama. Sebagai contoh salah satu konten kreator bernama Felisya beberapa waktu lalu sempat viral lantaran mengunggah kondisi jalan berlubang di Lampung. Namun sayangnya konten tersebut ditake down oleh TikTok.
“Biasanya TikTok akan mengatakan kalau misal ada konten take down kemudian pengguna bertanya ‘kenapa’ aku tidak bisa comment karena itu benar-benar case by case,” kata Anggini.
“Contoh kreator kami waktu itu yang lagi marah pembicaraan di pemberitaan soal jalanan di Lampung yang masih jelek,” tuturnya.
“Kemudian Felisya bikin konten yang sebenarnya isi kontennya mengkritik pemerintah, kontennya kami take down, ya marahlah (Felisya). Dugaan awalnya saat itu adalah TikTok membungkam kreator, berpihak pada pemerintaah,” sambung Anggini.
Anggini kemudian menjelaskan setelah ditelaah lebih lanjut oleh timnya ternyata Felisya sempat menggunakan footage yang menunjukkan ada seorang anak menyebrang dan truk melintas bersamaan.
Hal tersebut kemudian terdeteksi mesin hingga membuat konten Felisya ditakedown secara otomatis oleh mesin tersebut.
“Setelah kami telaah, rupanya biasanya kreator bikin konten suka ambil video atau footage. Kebetulan footage yang dipakai Felisya ada anak nyebrang kemudian truk lewat. Nah mesin mendeteksi itu, terlepas dari mesinnya tidak bisa membaca ini kritik positif. Alhasil ketake down,” ujarnya.
Tak hanya itu saja, Anggini juga sempat menceritakan kasus lain yang mana ada salah satu konten kreator mengkritik platform tersebut.
Kontennya tersebut juga ternyata langsung ditake down di platform tersebut. Namun setelah ditelaah lebih lanjut ternyata ada video yang menunjukkan slot judi di dalamnya.
“Kasus kedua TikTok dikritik oleh kreator, dan kita tidak akan takedown kecuali menyalahi guidlines. Waktu itu ada kreator mengkritik kemudian ditake down. Setelah kami lihat ternyata kontennya ada visual slot judi, itu tidak diperkenankan di TikTok,” kata dia.
Anggini menambahkan, jadi sarannya adalah untuk masyarakat bisa memahami bahwa moderasi TikTok ada elemen mesin yang mana tidak bisa mengambil substansi secara langsung.
”Tapi kami menganggap pekerjaan kami sangat serius, bagaimanapun konten disajikan itu orang tidak hanya melihat substansi tapi juga hal-hal di bawah sadar itu termasuk visual dan audio. Di sanalah kami melakukan moderasi termasuk di visual dan audio, kami akan tetap berikan feedback. Kalau kami salah maka kontennya akan naik kembali. Memang sulit dipahami tapi bacalah guideline kami,” kata dia.