Cegah Kekerasan pada Perempuan dan Anak, Majelis Taklim Deklarasikan Siap Emban Peran Penting
- ist
Jakarta, VIVA – Dalam menguatkan edukasi dan kebersamaan kesadaran untuk mencegah kekerasan pada perempuan dan anak yang semakin marak terjadi, berbagai upaya pun terus digulirkan dalam melibatkan sejumlah elamen masyarakat guna ikut berperan aktif pada permasalahan tersebut.
Mencuatnya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak diketahui bagaikan fenomena gunung es, dimana dalam data yang tampil di permukaan mungkin hanya sedikit dari realitas yang terjadi di masyarakat.
Hal-hal ini pula juga yang mendorong digelarnya halaqah dan deklarasi peran Majelis Taklim dalam mencegah kekerasan pada perempuan di Hotel Yuan, Pasar Baru, Jakarta Pusat pada Selasa 5 November 2024. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Agenda yang merupakan inisiasi Harakah Majelis Taklim (HMT) tersebut pun menjadi wujud kepedulian dan keprihatinan atas berbagai peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin marak terjadi.
Dalam sambutannya, Ketua Pembina Pengurus Pusat (PP) Harakah Majelis Taklim Ida Fauziyah menyatakan bahwa negara telah hadir untuk melakukan upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak, akan tetapi kemampuan negara masih terbatas dan belum maksimal.
Karena keterbatasan kemampuan negara ini, maka dari itu kehadiran kelompok-kelompok masyarakat yang bergerak untuk melindungi korban kekerasan sangat dibutuhkan, termasuk majelis taklim.
“Kehadiran kelompok-kelompok masyarakat itu sangat-sangat dibutuhkan, baik yang bekerjasama dengan pemerintah maupun secara mandiri melakukan peran-peran perlindungan kepada mereka,” ungkap ketua pembina PP HMT ini.
Acara halaqah kali ini dimoderatori oleh Badrah Uyuni dan diisi oleh para ahli dan aktivis yang telah terjun mendampingi para perempuan dan korban kekerasan, yaitu Fitria Villa Sahara (Co direktori yayasan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Siti Husna Lebby Amin (Forum Pengada Layanan bagi perempuan korban kekerasan) dan Wiwi Siti Sajaroh (Pengurus Pusat HMT dan Ketua Pusat Studi Gender dan Anak UIN Jakarta).
Fitria Villa Sahara menyatakan, majelis taklim perlu bergerak karena ia mempunyai SDM yang mumpuni, dekat dengan masyarakat, mempunyai jamaah yang banyak, ustadzah di majelis taklim cenderung lebih didengarkan oleh masyarakat.
Majelis Taklim merupakan salah satu wadah sentral. Pasalnya ia mengakar tak hanya di kota-kota, melainkan juga di desa. Sehingga ia sangat mudah dijangkau oleh masyarakat. Maka dari itu, majelis taklim harus turut andil dalam upaya perlindungan masyarakat dari berbagai bentuk kekerasan.
Caranya dengan membangun empati dan dukungan, memperkuat perspektif adil gender, menginternalisasi norma anti kekerasan dan melakukan pendampingan terhadap korban kekerasan.
Lebih lanjut Fitria menekankan bahwa penanganan kekerasan pada perempuan harus dilakukan secara saksama. Sehingga diperlukan sinergi dan kolaborasi dari semua lapisan masyarakat.
“Mencegah dan menangani kekerasan pada perempuan dan anak itu hal yang kompleks dan tidak bisa dilakukan sendiri, jadi perlu kiranya membangun sinergi dan kolaborasi yang nyata dari semua level, dari mulai level yang terendah misalnya lembaga dan komunitas desa hingga nasional,” ujar Fitria.
Ada tiga hal yang ditekankan Fitria, pertama, memperkuat peran masing-masing, misalnya peran akademisi atau tokoh agama yang berprespektif keadilan.
Kedua, kolaborasi, kolaborasi bisa dimulai dari penyadaran hukum, melakukan edukasi dan pelatihan-pelatihan. Ketiga, diperlukan adanya advokasi dengan pemerintah.
Mengenai peran majelis taklim, Siti Husna Lebby Amin mengemukakan, majelis taklim dapat memegang beberapa fungsi, yakni:
(1) fungsi pencegahan, mengedukasi tentang bentuk-bentuk kekerasan
(2) Fungsi perlindungan, dapat menjadi tempat aman bagi korban
(3) Fungsi penanganan, mendampingi korban dalam menjalani proses hukum, dan
(4) Fungsi pemulihan, menjadi konselor agama, biasanya korban sering mengamali victim blamming.
“Jangan biarkan korban sendiri. Mari bantu tangani korban. Pulihkan dan sadarkan bahwa korban selalu bersama kita. Kita adalah ibu korban,” ucap Lebby Amin dalam penutupannya.
Acara ini kemudian ditutup dengan deklarasi “Stop Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak” yang dipimpin oleh Ketua PP HMT, Nuryati Murtadho, serta diwakili oleh berbagai organisasi pemberdayaan perempuan dan majelis taklim, yakni Fatayat, IPPNU, Aisyiah, BKMT, FKMT, FOKUS, Majelis Ilmuan Indonesia, Permata, KUPI, Muslimat, LKKNU, dan DMI.
Deklarasi Majelis Taklim untuk STOP KEKERASAN PADA PEREMPUAN DAN ANAK:
Bismillahirrahmanirrahim Asyhadu al laailaaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah
أَشْهَدُ أَنْ لا إلهَ إِلَّا اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رّسُوْلُ اللَّهِ
Kami, Majelis Taklim, mendeklarasikan bahwa kekerasan pada perempuan dan anak harus dihentikan, dan Majelis Taklim harus mencegah dan mengatasinya dengan berperan aktif:
1. Menyebarkan informasi tentang bentuk-bentuk dan bahaya kekerasan pada perempuan dan anak;
2. Mendidik masyarakat agar tidak menjadi pelaku maupun korban kekerasan pada perempuan dan anak;
3. Membangun cara pandang dan sikap empati pada korban kekerasan pada perempuan dan anak;
4. Menjadikan Majelis Taklim sebagai ruang aman bagi korban kekerasan pada perempuan dan anak;
5. Bekerja sama dengan Forum Pengada Layanan untuk menolong korban kekerasan pada perempuan dan anak.