Keterkaitan Iklim, Alam, Plastik, dan Pekerjaan, Bagaimana Semua Ini Berjalan Bersama
- Anadolu Ajansi
Jakarta, VIVA – Krisis lingkungan saat ini meliputi berbagai aspek yang saling berkaitan, seperti perubahan iklim, kerusakan alam, polusi plastik, dan dampaknya terhadap mata pencaharian. Keempat aspek ini membentuk lingkaran yang tidak terpisahkan dalam upaya mencapai keberlanjutan yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan.Â
Dengan memahami keterkaitan ini, perusahaan seperti Unilever Indonesia mendorong upaya kolektif untuk memperkuat pilar keberlanjutan. Langkah mereka melalui pencapaian sertifikasi Net Zero Ready dari Green Building Council (GBC) Indonesia menunjukkan komitmen untuk berkontribusi pada tujuan keberlanjutan global. Scroll lebih lanjut ya.
1. Perubahan Iklim dan Alam: Sebuah Hubungan yang Kompleks
Perubahan iklim menjadi tantangan global terbesar saat ini, mengancam stabilitas ekosistem alam dan kehidupan manusia. Suhu yang terus meningkat, cuaca ekstrem, serta bencana alam kian sering terjadi karena meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK). Alam, dengan keanekaragaman hayatinya, sangat rentan terhadap perubahan iklim ini. Hutan, laut, dan ekosistem alami lainnya, yang seharusnya menjadi penyangga utama melawan perubahan iklim dengan menyerap karbon dioksida, kini mengalami degradasi karena eksploitasi manusia.
Untuk menanggulangi tantangan ini, perusahaan seperti Unilever Indonesia memprioritaskan pengurangan emisi karbon dan pemanfaatan energi terbarukan. Penerapan Net Zero Emission pada 2039 menjadi target yang ingin dicapai Unilever di tingkat global.
“Pencapaian ini merupakan salah satu bentuk nyata komitmen kami dalam hal keberlanjutan. Kami akan terus mendukung target global Unilever mencapai Net Zero Emission pada 2039 melalui berbagai upaya," kata Direktur Human Resources Unilever Indonesia, Willy Saelan.
2. Polusi Plastik: Ancaman Serius bagi Alam dan Ekonomi
Plastik menjadi salah satu polutan terbesar yang mengancam lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Setiap tahunnya, jutaan ton plastik berakhir di lautan, menyebabkan kematian bagi satwa laut serta masuk ke dalam rantai makanan yang akhirnya membahayakan manusia. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki peran penting dalam mengatasi masalah plastik ini, terutama mengingat banyaknya limbah plastik yang berasal dari wilayah pesisir
Unilever Indonesia menyadari ancaman ini, sehingga turut mengedepankan upaya pengurangan sampah plastik dalam agenda keberlanjutannya. Salah satu langkah nyata perusahaan dalam hal ini adalah dengan merancang Grha Unilever sebagai gedung ramah lingkungan yang memiliki efisiensi material serta pengelolaan limbah komprehensif. Pengelolaan limbah plastik yang baik dapat mengurangi beban lingkungan dan mendukung ekosistem alam, di samping manfaat ekonomis dalam jangka panjang.
3. Mata Pencaharian: Ekonomi yang Terdampak dari Keberlanjutan Alam
Mata pencaharian banyak masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan pesisir, sangat bergantung pada kondisi alam yang sehat dan produktif. Sektor seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata sangat terdampak oleh perubahan iklim dan polusi plastik. Ketika lingkungan rusak, produktivitas sumber daya alam menurun, yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan pendapatan dan peluang kerja bagi masyarakat lokal.
Dalam agenda keberlanjutannya, Unilever Indonesia mengakui pentingnya memperhatikan mata pencaharian masyarakat sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan. Komitmen ini selaras dengan pernyataan Willy Saelan, yang menegaskan fokus mereka pada aspek iklim, alam, plastik, dan mata pencaharian.
“Kami terus menerapkan bisnis berkelanjutan sejalan dengan 4 fokus kami yaitu iklim, alam, plastik, dan mata pencaharian. Kami percaya bahwa langkah-langkah ini tidak hanya mendukung tujuan perusahaan menuju masa depan yang lebih hijau dan lestari, tetapi juga berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat," ujar Willy.
Unilever Indonesia juga membuktikan langkah tersebut dengan mendapatkan sertifikasi GREENSHIP Existing Building dan Net Zero Ready dari GBC Indonesia. Dalam pernyataannya, Ketua GBC Indonesia, Iwan Prijanto, menyatakan bahwa sertifikasi ini dapat menjadi contoh bagi dunia usaha dalam mencapai target iklim nasional dan global.
Â