Disebut Cuma Cari Sensasi, Doktif Dikritik Dokter Tidak Etis dan Punya Sifat Sadisme

Dokter Detektif atau Doktif.
Sumber :
  • Instagram @dokterdetektifreal.

Jakarta, VIVA – Viralnya masalah skincare di Indonesia yang dibongkar oleh Dokter Detektif alias Doktif menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Sementara netizen menyoroti kemungkinan Doktif tidak ingin kalah saing dari segi bisnis, eks Dosen Departemen Anatomi FKUI, dr. Gregory Budiman justru mengkritik sifat sadisme dan eksentrik Doktif tersebut.

Dukung Kemajuan Dunia Pendidikan, Program Beasiswa Schoolarskin Diluncurkan

"Dari dulu sudah banyak influencer yang juga membongkar. Selain zat berbahaya dan overklaim, kandungan aktif kosmetik yang diuji di laboratorium juga. Namun sekarang ini viral lagi, viral banget karena ada wanita bertopeng. Kenapa bisa viral? Karena wanita bertopeng ini eksentrik dan terkesan sadisme. Ini adalah sebuah sensasi tersendiri ya," kata dr. Gregory Budiman di video Instagramnya, dikutip Senin 28 Oktober 2024. Scroll untuk tahu cerita lengkapnya, yuk!

dr. Gregory mengaku sangat mendukung aksi Doktif yang berniat mengungkapkan kebenaran dan melawan para mafia skincare. Namun, ada beberapa hal yang tidak sejalan dan dinilai sudah melebihi batas.

Jangan Salah Pakai! Berikut 8 Kombinasi Skincare yang Tidak Boleh Digunakan Bersamaan

"Pertama pernah melakukan uji lab produk retinal dengan panel uji retinol. Dia melakukan logical fallacy dengan membandingkan hasil positif kualitatif terhadap produk lainnya. Ini tidak benar, tidak valid," jelas dr. Gregory.

Terungkap Identitas Dokter Detektif yang Bikin Gempar Dunia Kecantikan Indonesia

Kemudian, dr. Gregory juga menyoroti ketika Doktif mengomentari produk-produk dengan harga mahal padahal hanya mengandung bahan aktif yang sedikit. Menurut dr. Gregory, seharusnya Doktif juga memikirkan kandungan-kandungan lainnya yang mungkin memang cukup mahal sehingga produk skincare tersebut dijual dengan harga yang tinggi.

"Beliau menyerang produk-produk yang dijual mahal dengan harga premium namun menurut beliau kandungannya murahan, seperti SLES dan Paraben yang terdapat dalam produk tersebut. Ini menurut saya juga tidak etis. Sebuah produk yang mau dijual dengan harga tinggi itu terserah ownernya. Bisa saja memiliki added value seperti nama brand yang sudah terkenal atau mungkin zat carrier yang bagus sehingga memiliki bioavailabilitas-nya jauh lebih baik," papar dr. Gregory.

Doktif juga dinilai bersikap terlalu subjektif karena menyangkut pautkan produk skincare dengan gaya hidup pemiliknya. Menurut dr. Gregory, seharusnya Doktif fokus saja terhadap masalah kandungan produk bukan menghujat owner brandnya.

Bahkan yang lebih para lagi, Doktif diduga telah memberikan ancaman pada para owner skincare yang abal-abal dan overklaim agar segera meminta maaf. Padahal, Doktif bisa bersikap lebih baik lagi untuk menuntut permintaan maaf itu.

"Mengancam brand owner yang tidak sesuai dengan kualifikasinya dengan cara yang kasar dan membully. Harus minta maaf dengan cara dipermalukan. Itu semua tidak etis dan semata-mata untuk sensasional saja," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya