Lebih dari Sekadar Stereotipe, Tantangan Nyata Gen-Z dalam Berjuang di Dunia Kerja yang Kompetitif
- Unsplash
Jakarta, VIVAĀ ā Pandemi COVID-19 telah sangat mempengaruhi Gen-Z dalam mencari pekerjaan. Pembatasan sosial dan perlambatan ekonomi membuat mereka kesulitan mendapatkan pengalaman kerja.
Persaingan semakin ketat, sementara ekspektasi perusahaan pun tinggi. Ini adalah masalah serius yang berdampak pada masa depan mereka dan perekonomian secara keseluruhan. Untuk mengatasi ini, dibutuhkan solusi komprehensif.
Artikel ini akan membahas langkah-langkah yang bisa diambil oleh Gen-Z maupun perusahaan agar Gen-Z dapat lebih mudah memasuki dunia kerja dan meraih kesuksesan karier. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Gen-Z dalam Mencari Pekerjaan Pandemi COVID-19 telah memberikan dampak signifikan terhadap Gen-Z dalam memasuki dunia kerja.
Pembatasan sosial dan perlambatan ekonomi mengakibatkan hilangnya peluang magang dan kerja sama, serta persaingan kerja yang semakin ketat.
Perusahaan, yang lebih memprioritaskan pengalaman dan efisiensi, menjadi lebih selektif dalam merekrut lulusan baru. Akibatnya, Gen-Z kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi dan ekspektasi mereka.
Selain itu, ketidakpastian ekonomi dan perubahan lanskap kerja membuat generasi muda ini menghadapi tantangan dalam membangun karier.
Perubahan Lanskap Bisnis
World Economic Forum memprediksi Gen-Z akan menjadi tulang punggung utama angkatan kerja pada tahun 2025, membawa pengaruh besar terhadap dinamika pasar kerja global.
Dalam perubahan lanskap bisnis yang terjadi, Perusahaan lebih memilih mempertahankan karyawan berpengalaman,
sehingga peluang bagi lulusan baru semakin terbatas. Selain itu, paradoks muncul dengan semakin tingginya persyaratan pengalaman untuk posisi entry-level.
Hal ini menciptakan kesulitan bagi Gen-Z untuk mendapatkan pengalaman kerja pertama, karena perusahaan enggan mempekerjakan mereka tanpa pengalaman sebelumnya, sementara mereka sulit mendapatkan pengalaman tanpa adanya kesempatan kerja.
Transformasi digital juga mendorong perubahan dalam dunia kerja. Keterampilan teknis dan kemampuan beradaptasi dengan cepat menjadi sangat penting.
Gen-Z yang memiliki keahlian di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memiliki keunggulan kompetitif. Namun, bagi mereka yang belum memiliki keterampilan ini, persaingan menjadi semakin ketat.
Perusahaan mencari karyawan yang tidak hanya memiliki pengetahuan akademik, tetapi juga memiliki kemampuan untuk bekerja secara mandiri, kolaboratif, dan menyelesaikan masalah dengan cepat.
Dampak Psikologis dan Sosial yang Dialami Gen-Z
Gen-Z, yang tumbuh di era digital dan penuh ketidakpastian, mengalami dampak psikologis dan sosial yang kompleks. Simak penjelasan rincinya dibawah ini.
1. Tekanan Mental
Gen-Z saat ini tengah menghadapi beban mental yang cukup berat. Tekanan finansial akibat ketidakstabilan ekonomi pasca-pandemi, ketidakpastian akan masa depan, serta perbandingan sosial yang intens di media sosial turut berkontribusi pada kondisi ini.
Generasi ini sering merasa tertekan untuk mencapai kesuksesan instan dan merasa tidak cukup baik
jika dibandingkan dengan teman sebaya mereka di media sosial.
2. Keterampilan Interpersonal yang Terbatas
Pandemi COVID-19 telah mengubah cara kita berinteraksi, termasuk Gen-Z. Pembelajaran jarak jauh dan pembatasan sosial telah membatasi kesempatan mereka untuk mengembangkan keterampilan sosial secara langsung.
Akibatnya, banyak di antara mereka merasa kurang percaya diri dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain, terutama dalam lingkungan profesional.
3. Ketidakpuasan terhadap Pekerjaan
Data Robert Half menunjukkan bahwa generasi Z semakin sering berganti pekerjaan, dengan angka mencapai 60% pada tahun 2023 untuk kelompok usia 18-25 tahun. Ketidakpuasan ini dapat dikaitkan dengan beberapa faktor.
Pertama, kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi akibat persaingan yang ketat dan tuntutan perusahaan akan pengalaman kerja.
Kedua, ekspektasi generasi Z terhadap pekerjaan yang memiliki makna dan tujuan seringkali tidak sejalan dengan realitas dunia kerja. Ketiga, lingkungan kerja yang tidak mendukung pertumbuhan dan kesejahteraan juga menjadi faktor pendorong.
Stereotipe dan Miskonsepsi terhadap Gen-Z
World Economic Forum memprediksi Gen-Z akan menjadi tulang punggung utama angkatan kerja pada tahun 2025, membawa pengaruh terhadap dinamika pasar kerja global.
Namun, di balik potensi besar ini, masyarakat sering kali memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang Gen-Z, terjebak dalam berbagai stereotipe. Mari kita bahas lebih lanjut mengenai stereotipe yang sering dikaitkan dengan Gen-Z.
1. Generasi yang Merasa Berhak
Stereotipe yang menyatakan Gen-Z sebagai generasi yang merasa berhak atas segala sesuatu tanpa usaha keras adalah sebuah generalisasi yang terlalu sederhana.
Anggapan ini seringkali muncul akibat paparan berlebihan terhadap gaya hidup mewah di media sosial dan perubahan lanskap pekerjaan yang semakin menuntut fleksibilitas.
Namun, anggapan ini tidak sepenuhnya akurat. Gen-Z tumbuh dalam lingkungan yang sangat kompetitif dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi. Mereka juga sangat adaptif terhadap perubahan teknologi.
Alih-alih melihat mereka sebagai generasi yang manja, lebih tepat jika kita melihat mereka sebagai generasi yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap kehidupan dan karier, yang merupakan hal yang wajar di era modern ini.
Penting untuk memahami bahwa setiap individu, termasuk anggota Gen-Z, memiliki karakteristik yang unik dan kompleks.
2. Kurangnya Keterampilan Soft Skills
Stereotipe yang menyatakan bahwa Gen-Z kurang memiliki keterampilan sosial seringkali muncul akibat anggapan bahwa ketergantungan mereka pada teknologi menghambat kemampuan mereka untuk berinteraksi secara tatap muka.
Padahal, Gen-Z tumbuh dalam era digital yang menuntut kemampuan adaptasi dan kolaborasi yang tinggi.
Meskipun benar bahwa beberapa individu mungkin perlu lebih banyak mengembangkan keterampilan sosial, namun secara umum, generasi ini memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Justru, keahlian mereka dalam teknologi dan kemampuan beradaptasi dapat menjadi aset berharga dalam dunia kerja yang semakin kompleks.
Solusi dan Saran
Mengingat tantangan yang dihadapi oleh Gen-Z dalam memasuki dunia kerja, beberapa langkah proaktif dapat diambil untuk meningkatkan daya saing dan peluang karier diantaranya:
1. Untuk Gen Z
Salah satu langkah penting yang perlu diambil adalah dengan terus mengembangkan diri, baik melalui peningkatan keterampilan teknis yang relevan dengan bidang studi mereka maupun melalui pengembangan soft skills seperti komunikasi, kerja sama tim, dan pemecahan masalah.
Selain itu, membangun jaringan profesional juga sangat krusial. Platform seperti LinkedIn dapat menjadi jembatan untuk terhubung dengan para profesional di industri yang diminati, mencari mentor, dan mendapatkan informasi terkini mengenai peluang kerja.
2. Untuk Perusahaan
Untuk memaksimalkan potensi Gen-Z, perusahaan perlu menginvestasikan waktu dan sumber daya dalam pengembangan karir karyawannya.
Dengan menciptakan program pelatihan yang relevan, mentoring yang efektif, dan peluang untuk mengambil proyek-proyek menantang, perusahaan tidak hanya meningkatkan keterampilan karyawan namun juga memperkuat loyalitas mereka.
Selain itu, membangun budaya perusahaan yang positif, inklusif, dan mendukung pertumbuhan akan membuat karyawan merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan kontribusi terbaiknya.
Dengan demikian, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan menarik bagi generasi muda yang penuh potensi.
Dunia kerja terus berubah dengan cepat. Gen-Z yang lahir di era digital, memiliki keterampilan dan perspektif yang unik untuk menghadapi tantangan masa depan.
Dengan mempersiapkan diri dengan baik dan memanfaatkan peluang yang ada, mereka dapat menjadi pemimpin yang inovatif dan membawa perubahan positif bagi dunia. Mari kita dukung generasi muda ini untuk mencapai potensi
penuh mereka.