Budidaya Salak di Bali dengan Sistem Agroforestri Masuk dalam Daftar Warisan Pertanian Dunia dari FAO
- VIVA.co.id/Maha Liarosh (Bali)
Bali, VIVA – Sistem agroforestri yang membudidayakan salak di Karangasem, Bali, Indonesia masuk ke dalam daftar Sistem Warisan Pertanian Penting Dunia atau Globally Important Agricultural Heritage Systems (GIAHS).
Sistem agroforestri di Karangasem yang merupakan wilayah terkering di pulau Bali, mengintegrasikan budidaya buah salak, yang dikenal juga sebagai snake fruit karena kulitnya yang menyerupai kulit ular, dengan beragam tanaman. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
"Sistem ini dikembangkan oleh masyarakat adat Bali menggunakan sistem subak tradisional dalam pengelolaan air," jelas Communication Specialist, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), Region Asia Pasifik, Mahira Afzal, Jumat, 20 Septembar 2024.
Hal ini meningkatkan keanekaragaman hayati pertanian, mempertahankan topografi yang ada, membantu mencegah erosi, menghemat air, menyerap karbon, dan mendukung keamanan pangan, sekaligus menjaga warisan budaya dan mata pencaharian lokal.
Sistem ini juga menjadi kawasan tangkapan air penting dan menyediakan pasokan air untuk hampir seribu hektar sawah dan keperluan lain bagi 10 desa di sepanjang Sungai Buhu.
"Setiap bagian dari pohon salak dimanfaatkan, menjadikannya tanaman tanpa limbah. Praktik ini meningkatkan keberlanjutan dan efisiensi sumber daya," imbuhnya.
Sementara itu, sistem ini mengintegrasikan budidaya salak dengan berbagai tanaman lain, termasuk mangga, pisang, dan tanaman obat, menciptakan lanskap pertanian yang kaya dan beragam.
Berakar pada filosofi tradisional Bali seperti Tri Hita Karana dan Tri Mandala, sistem ini mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan spiritualitas yang telah terdaftar sebagai Lanskap Budaya UNESCO.
Mahira Afzal mengungkapkan selain sistem agroforestri yang membudidayakan salak di Bali, Indonesia,sistem budidaya kolam ikan karper di Austria dan Sistem Agroforestri Kakao di Sao Tome dan Principe juga menambah daftar sistem warisan pertanian global, jaringan warisan pertanian dunia FAO kini terdiri dari 89 sistem di 28 negara di seluruh dunia.
Sistem-sistem ini secara resmi ditetapkan dalam pertemuan Kelompok Penasehat Ilmiah GIAHS pada 19 September 2024.
"Termasuk yang pertama kali disetujui dari Indonesia dan Sao Tome dan Principe, serta yang kedua dari Austria," kata Mahira.