Sederet Tradisi Unik Sambut Perayaan Maulid Nabi Muhammad di Indonesia

Keraton Yogyakarta menggelar ritual tradisional Grebeg Maulud
Sumber :

Jakarta, VIVA – Umat Islam di seluruh dunia merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun pada bulan Rabiul Awal, bulan kelahiran Nabi Muhammad. Pada tahun ini, Maulid Nabi jatuh pada Senin, 16 September.

Wasiat Terakhir KH Asmuni sebelum Meninggal Dunia di Tengah Ceramah

Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan salah satu perayaan besar bagi umat Islam, khususnya di Indonesia yang merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.

Di Tanah Air, Maulid Nabi disambut dengan semarak di berbagai wilayah, tidak hanya sebagai momentum religius, tetapi juga sebagai perayaan sosial dan budaya yang mempererat tali silaturahmi antarwarga.

Detik-detik KH Asmuni Meninggal Dunia di Tengah Ceramah

Beberapa daerah di Indonesia memiliki cara tersendiri untuk merayakan kelahiran Nabi, yang tak hanya menjadi momen religius, tetapi juga sosial dan budaya, berikut sederet tradisi unik sambut perayaan Maulid Nabi di Indonesia:

1. Sekaten di Yogyakarta

Mengenal USDEK, Prosesi Makanan dalam Tradisi Pernikahan Adat Jawa yang Sarat Makna

Sekaten di Yogyakarta

Photo :
  • http://www.denieksukarya.com

Dilansir Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Istimewa Yogyakarta, Upacara Sekaten adalah upacara tradisional yang diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad yang diselenggarakan secara periodik satu tahun sekali yaitu setiap tiap tanggal 5 sampai 11 Rabiul Awal (atau dalam kalender Jawa disebut bulan Mulud).

Upacara sekaten tersebut ditutup pada tanggal 12 Rabi’ul Awal dengan menyelenggarakan upacara Garebeg Mulud.

Acara puncaknya adalah Grebeg Maulud, di mana Sultan Yogyakarta membagikan gunungan hasil bumi kepada masyarakat sebagai lambang kemakmuran.

Sekaten bukan hanya sebuah ritual keagamaan, tetapi juga ajang budaya yang menyatukan masyarakat dari berbagai lapisan sosial. Prosesi ini menggambarkan hubungan antara kekuatan spiritual dan kesejahteraan material yang saling terkait dalam kehidupan masyarakat Jawa.

Upacara Sekaten pada hakekatnya adalah suatu tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang, mulanya, upacara tersebut diselenggarakan tiap tahun oleh raja-raja di Tanah Hindu.

Penyebarluasan agama Islam menggunakan media berupa kesenian gamelan karena masyarakat saat itu menggemari kesenian Jawa dengan gamelannya. Sehingga, untuk memperingati Maulid Nabi   Muhammad SAW tidak  lagi dengan kesenian rebana, melainkan dengan kesenian gamelan.

2. Grebeg Maulud di Surakarta

Grebeg Maulud Keraton Yogyakarta

Photo :
  • ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

Perayaan Grebeg Maulud di Solo tak kalah menarik. Sama seperti di Yogyakarta, Keraton Surakarta menyelenggarakan kirab gunungan yang terdiri dari berbagai hasil bumi.

Seperti dilansir dalam Warisan Budaya Kemdikbud, Istilah Grebeg berasal dari kata gumbrebeg yang artinya riuh, ribut dan ramai.

Adanya acara ini sekaligus sebagai peringatan Maulid atau hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Adapun pelaksanaannya di bawah kewenangan Keraton Surakarta.

Dalam rangkaian upacara,  diadakan Miyos Gongso atau pemindahan gamelan dari keraton menuju Masjid Agung Surakarta. Gamelan Kyai Guntur Madu diletakkan di sebelah selatan atau sebelah kanan halaman masjid sebagai lambang Syahadat Tauhid, dan gamelan Kyai Guntur Sari diletakkan di sebelah Utara atau sebelah kiri masjid sebagai lambang Syahadat Rasul.

Kemudian, gamelan akan dibunyikan selama 7 hari berturut-turut, yakni tanggal 5 sampai 12 Rabiul Awal.

Setelah Miyos Gongso diadakan Grebeg Maulud. Hal inilah yang menjadi puncak dari acara sekaten. Akan ada dua gunungan yang diarak dari keraton ke Masjid Agung, lalu menjadi rebutan warga sekitar.

Gunungan tersebut dinamakan gunungan kakung (laki-laki) dan gunungan estri (perempuan). Adanya dua gunungan tersebut melambangkan keseimbangan kehidupan.

3. Bungo Lado di Padang Pariaman

Tradisi Bungo Lado di Padang Pariaman

Photo :
  • Antara

Di Padang Pariaman, Sumatera Barat, masyarakat merayakan Maulid Nabi dengan tradisi yang dikenal sebagai Bungo Lado. Dalam tradisi ini, pohon pisang dihias dengan makanan, uang, dan barang-barang lain, yang kemudian diarak keliling desa dan dibagikan kepada kaum dhuafa.

Dikutip dari Indonesia.go.id, perayaan tersebut lekat sekali dengan warna kebudayaan Islam seperti dalam momen peringatan hari kelahiran Muhammad.

bungo lado berasal dari bahasa Minang. Bungo artinya bunga, lado artinya lada atau cabe. Secara denotasi bermakna bunga cabe. Tapi konotasi bungo lado adalah berarti “pohon uang”.

Tradisi perayaan Maulid Nabi ini dilakukan dengan cara membuat semacam pohon hias yang dihiasi oleh uang-uang kertas. Uang yang digunakan adalah iuran masyarakat.

Ritus ini dikoordinir oleh kapalo mudo atau ketua para pemuda. Lazimnya dilakukan oleh ketua Karang Taruna.

Setelah uang terkumpul, kapalo mudo kemudian berkoordinasi dengan perwakilan masyarakat untuk mencari dan menghias ranting-ranting pohon dan mendekorasi pohon itu menjadi pohon uang. Ranting-ranting dihias dengan kertas warna dan ditempeli uang hasil sumbangan warga.

4. Maudu Lompoa, Gowa

Maudu Lompoa sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad

Photo :
  • Antara

Di Gowa, Sulawesi Selatan, Maudu Lompoa menjadi acara besar yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Perahu hias diarak keliling desa sebagai simbol penghormatan kepada Nabi Muhammad, sementara makanan khas lokal seperti Songkolo dan Coto Makassar disajikan dalam pesta besar.

Tradisi ini menggambarkan rasa syukur atas berkah yang diterima dan semangat persatuan masyarakat Gowa dalam memperingati Maulid Nabi.

Bagi masyarakat Cikoang, perayaan Maudu’ Lompoa bukan hanya sekedar peringatan tentang kelahiran Nabi Muhammad, melainkan upacara Maudu’ Lompoa mengandung makna yang lebih mendalam.

Perayaan Maudu’ Lompoa mengandung falsafah hidup yang sangat erat hubungannya dengan kejadian alam semesta dan permulaan pencipta roh manusia.

Keunikan dari tradisi Maudu Lompoa terletak pada julung-julung atau kapal kayu yang dihias sedemikian rupa menggunakan kain warna-warni. Kapal-kapal inilah yang menjadi simbol masuknya agama Islam khususnya di Talakar.

Prosesi utama rangkaian Maudu Lompoa adalah Zikkiri dan Sura Rate. Yakni pembacaan kisah kelahiran Nabi dan sejarah masuknya Islam di Cikoang.Tak lupa pembacaaan shalawat yang ditujukan untuk Rasulullah Muhammad SAW.

5. Endog-Endogan di Banyuwangi

Tradisi Endog-Endogan di Banyuwangi memiliki makna simbolis, di mana telur yang dihias melambangkan berkah kehidupan.

Prosesi ini biasanya diiringi dengan pengajian dan doa bersama, sebagai bentuk rasa syukur dan pengingat akan keteladanan Nabi Muhammad.

Masyarakat Banyuwangi melibatkan seluruh anggota keluarga dalam tradisi ini, menciptakan suasana kekeluargaan yang erat setiap kali Maulid Nabi tiba.

Mereka akan melakukan arak-arakan telur yang digantung pada pohon pisang, telur itu juga akan dihiasi dan dibungkus warna-warna agar tambak memikat.

6. Muludhen di Madura

Tradisi Muludhen di Madura

Photo :
  • NU Online

Di Madura, tradisi Muludhen dilakukan dengan menggelar pesta besar yang dihadiri oleh seluruh warga desa. Prosesi ini ditandai dengan arak-arakan barang-barang hasil bumi, diiringi dengan doa dan zikir bersama.

Tradisi ini menggabungkan nilai-nilai Islam dengan kearifan lokal, menjadi ajang mempererat silaturahmi di antara masyarakat Madura, seperti dilansir Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, pembagian makanan selama Muludhen melambangkan semangat berbagi rezeki yang merupakan inti dari perayaan ini.

Selain itu, Muludhen juga diisi dengan pembacaan barzanji riwayat hidup Nabi dan ceramah keagamaan yang berkaitan dengan Nabi Muhammad.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya