Bisakah Ibu dari Anak Adopsi Disebut Ibu Susuan? Ini Jawaban Ustaz Buya Yahya Menurut Hukum Islam

Ibu menyusui.
Sumber :
  • Pixabay

Jakarta, VIVA – Menyusui merupakan momen terbaik bagi ibu dan buah hati untuk meningkatkan bonding satu sama lain. Namun, banyak ibu yang harus rela melakukan induksi laktasi guna merangsang produksi ASI untuk anak angkatnya karena tidak mengalami masa kehamilan.

Terpopuler: Gus Miftah Kritik Ustaz Maulana, Paspampres Usir Jemaah Salat Jumat Demi Gibran

Dalam hal ini, kita harus mengetahui hukumnya secara Islam bagi seorang ibu yang melakukan induksi laktasi apakah bisa disebut ibu susuan?

Dalam Islam, menyusui memiliki konsekuensi hukum yang sangat penting yaitu terbentuknya hubungan persusuan atau radha'. Hubungan ini akan menjadikan orang yang menyusui dan yang disusui menjadi mahram.

Paspampres Usir Jemaah Salat Jumat Demi Wapres Gibran, Buya Yahya: Haram!

Buya Yahya.

Photo :

Ustaz Buya Yahya mejelaskan penyusuan sebaiknya dilakukan pada bayi yang masih dalam masa pertumbuhan aktif, umumnya di bawah usia 2 tahun.

Respons Teduh Buya Yahya Tanggapi Polemik Gus Miftah: Merendahkan Bukan Akhlak Mulia

“Wanita yang ingin menyusui anak syaratnya harus mengambil yang umurnya kurang dari dua tahun dan susuannya tidak boleh lebih dari lima susuan,” jelasnya melalui tayangan youtube @AlBahjahTV yang dikutip pada Kamis, 1 Agustus 2024.

Buya Yahya memaparkan hukum induksi laktasi untuk anak angkat dalam Islam adalah diperbolehkan jika memenuhi syarat di atas. 

“Kemudian, biarpun proses untuk mengeluarkan susu dirangsang oleh obat-obatan, maka ibunya bisa disebut menjadi ibu susuan,” ujarnya.

“Kalo anak gadis atau perawan juga sama, mereka jadi ibu susuan. Cuman kalau anak gadis permasalahannya cuma sampai di situ karena mereka nggak punya suami,” lanjutnya.

Kalau sang ibu bisa disebut ibu susuan, bagaimana dengan sang ayah? Hal ini kembali dijelaskan oleh Buya Yahya bahwa ayah tersebut tidak bisa dikatakan ayah susuan kalau tidak menjadi penyebab kelahiran anaknya.

“Jadi wanita tersebut bisa menjadi ibu sepersusuan tapi ayahnya tidak bisa menjadi ayah susuan karena sang suami belum bisa bisa menjadi penyebab kelahiran sang anak, hal ini dijelaskan menurut banyak ulama,” ujarnya.

Buya Yahya kemudian memberikan contoh terkait kasus ini bahwa suami baru tidak dapat disebut sebagai ayah susuan karena ia tidak memiliki peran dalam proses kehamilan dan produksi ASI. Meskipun ia menikah dengan wanita yang memiliki ASI, namun ASI tersebut sudah ada sebelumnya dan bukan disebabkan oleh pernikahan dengannya.

“Ayah susuan itu adalah ayah yang menjadi penyebab keluarnya susu sang ibu. Contohnya seperti ini, ada seorang wanita punya suami kemudian waktu hamil suaminya meninggal dunia. Setelah melahirkan ia mempunyai ASI yang banyak dan tak lama dia menikah lagi dengan laki-laki lain, maka suami baru ini tidak bisa disebut ayah susuan karena keluarnya air susu disebabkan oleh suaminya yang pertama,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya