Alasan Seseorang Sulit Mengakhiri Hubungan yang Toxic Menurut Psikiater

Ilustrasi pasangan berantem di film Someone Great.
Sumber :
  • Netflix

VIVA – Seorang psikiater bernama dr. Jiemi Ardian, SpKJ mengungkapkan alasan seseorang sulit mengakhiri hubungan yang toxic. Ia menjelaskan hal tersebut lewat konten YouTube berjudul “Kamu Terjebak Hubungan Toxic?” di channel Jiemi Ardian.

5 Pilihan Kado Anniversary untuk Pasangan yang Bisa Kamu Buat Sendiri!

Menurut Jiemi, menyudahi hubungan yang toxic menjadi tantangan besar bagi banyak orang, alasan yang pertama karena pengambilan keputusan seseorang seringkali didasarkan pada emosi daripada rasionalitas. 

"Pengambilan keputusan kita sebagian besarnya emosional, bukan rasional. Sekalipun secara rasional kita tahu hubungan ini (toxic) mendingan diakhiri, secara emosional mungkin nggak bisa," kata Jiemi.

Heboh! Ada Pasangan Sedang Mesum Dalam Tenda Kuning Bergoyang Langsung Digerebek

Ketika seseorang terjebak dalam hubungan yang toxic, rasa cinta dan kenangan masa lalu seringkali melunturkan penilaian terhadap hubungan yang sudah tak sehat itu. Perasaan takut akan kesepian, takut ditinggal, dan merasa tidak berharga membuat keputusan untuk pergi menjadi sulit.

Orang-orang yang terjebak dalam hubungan toxic merasa bertanggung jawab atas perbaikan hubungan yang dijalani dan terus berharap bahwa pasangan mereka akan berubah jadi lebih baik.

Resmi Cerai dengan Edward Akbar, Kimberly Ryder Ngaku Lebih Hati-hati Pilih Pasangan

Ilustrasi pasangan

Photo :
  • Freepik/

Alasan kedua seseorang sulit mengakhiri hubungan toxic karena sebagian kebutuhannya terpenuhi dari hubungan tersebut. Misalnya, ketika seseorang yang sejak kecil sering diabaikan dan tidak didengarkan oleh orang tua, mungkin merasa sangat dihargai ketika menemukan pasangan yang tampaknya peduli dan memberikan perhatian.

Perasaan dipedulikan tersebut bisa menjadi sangat berharga, mengingat masa kecilnya yang penuh dengan kekosongan emosional. Namun, orang tersebut mengabaikan kenyataan bahwa pasangannya seringkali menunjukkan perilaku toxic, seperti manipulasi, posesif, dan kasar.

"Tidak jarang saya temukan orang-orang yang nyangkut di hubungan yang bermasalah itu mendapatkan sebagian kebutuhannya di dalam hubungan toxic. sebagian hubungan yang dia dari dulu tidak pernah dapatkan," ungkap Jiemi.

“Kadang justru kebutuhan kita untuk dicintai, didengarkan diterima, dihargai yang membuat kita nggak bisa kita lepas dari hubungan yang toxic,” tambahnya.

Jiemi juga menjelaskan bahwa seorang terapis memang memainkan peran penting dalam membantu seseorang keluar dari hubungan yang toxic. Akan tetapi, lebih mudah bagi orang tersebut untuk mencari lingkungan yang positif. Dalam lingkungan yang positif, seseorang akan merasa dirinya terisi dengan dukungan emosional yang baik yang sebelumnya ia cari dari pasangannya yang toxic.

“Sebenarnya jauh lebih mudah punya lingkungan yang berwelas asih,lingkungan yang suportif, lingkungan yang bisa saling dukung. Lebih gampang daripada pergi ke terapis,” ungkap Jiemi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya