Soal Boikot, Pakar Kritik Pihak-pihak yang Tunggangi Isu Palestina untuk Persaingan Tak Sehat
- AP Photo/Dita Alangkara
VIVA Lifestyle – Pakar marketing Hermawan Kartajaya mengingatkan agar brand-brand lokal tidak memanfaatkan isu Palestina untuk kepentingan bisnisnya sendiri dengan melakukan persaingan-persaingan yang tidak sehat untuk menjatuhkan brand pesaingnya. Menurutnya, perbuatan-perbuatan seperti itu tidak diizinkan dilakukan di Indonesia yang memiliki kode etik periklanan.
“Masalah politik negara lain hendaknya jangan dibawa-bawa untuk melakukan politisasi bisnis. Artinya, menggunakan masalah politik dengan menjadikan isu Palestina ini untuk sengaja menjatuhkan produk-produk pihak lain atau pesaingnya dengan cara-cara yang tidak sehat,” ujar Hermawan dalam keterangannya, dikutip Senin 3 Juni 2024. Scroll untuk informasi selengkapnya, yuk!
Menurutnya, kalau isu boikot terhadap produk-produk pesaing itu murni dari masyarakat sendiri tanpa di-backing pihak-pihak tertentu, itu tidak masalah.
Dia menuturkan, Indonesia memiliki kode etik periklanan yang tidak mengizinkan sebuah perusahaan menjatuhkan perusahaan yang lain dengan cara menjelek-jelekkan nama brand pesaingnya secara langsung seperti yang dilakukan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat.
“Di negara kita menjatuhkan pesaingnya dengan langsung menyebut nama brand kompetitornya itu tidak bisa karena melanggar kode etik periklanan. Tapi, kalau tidak menyebut nama secara langsung itu bisa,” ucapnya.
Memang, kata Hermawan, brand-brand lokal bisa saja mengambil keuntungan dengan memanfaatkan isu Palestina ini untuk mengeruk keuntungan. Tapi, lanjutnya, itu harus dilakukan secara sehat, dan tidak dengan sengaja memengaruhi konsumen untuk tidak membeli produk-produk pesaingnya.
“Hal-hal licik seperti ini tidak boleh dilakukan brand-brand lokal di Indonesia,” katanya.
Menurutnya, semestinya yang harus dilakukan brand-brand lokal dalam menyikapi isu Palestina ini adalah menunjukkan sesuatu yang sehat seperti menciptakan baru, layanan baru, dan promosi-promosi baru dengan cara yang sehat dan menarik.
“Boleh saja memanfaatkan momentum tapi harus yang sehat dan tidak melanggar kode etik. Artinya, tidak dengan cara mempengaruhi masyarakat dengan mengatakan jangan beli produk terafiliasi. Itu tidak boleh,” tandasnya.
Sebab, katanya, jika memasang kampanye yang seolah-olah langsung menunjuk ‘hidung’ lawannya, itu bisa menimbulkan dengki dan bisa dibalas pesaingnya.
“Hal-hal seperti ini hanya bisa dilakukan di Amerika, tapi di Indonesia tidak bisa, apalagi kalau itu dilakukan secara diam-diam,” serunya.
Kata Hermawan, marketing itu pada umumnya yang dipraktikkan saat ini banyak yang salah. Karena, marketing itu dianggap promosi atau hanya sekadar jualan semata saja itu sudah beres.
“Tapi ternyata tidak. Marketing itu kan cara memenangkan persaingan dengan cara yang baik dan benar. Jadi, harus ada pembenahan total dan itu tidak gampang. Apalagi kalau perusahaan yang punya kultur yang biasa melakukan persaingan yang tidak sehat, hal-hal seperti itu jelas susah dilakukan,” katanya.