1.250 Tahun Berlangsung, Kini Wanita Bisa Ikut Festival Telanjang Pria di Jepang
- kyoto.go.jp
Jepang – Festival Telanjang, atau yang dikenal dengan nama Hadaka Matsuri, merupakan sebuah upacara tradisional yang sangat unik di Jepang. Setelah berlangsung selama 1.250 tahun, festival khusus untuk pria ini mengalami perubahan sedikit yang menarik.
Dilansir dari BBC, Senin 26 Februari 2024, upacara Hadaka Matsuri di Kuil Konomiya, Jepang, memiliki momen yang tidak biasa kali ini.
Selain melibatkan ribuan pria seperti biasanya, tahun ini ada kehadiran istimewa dari sekelompok wanita. Mereka menciptakan sejarah baru dengan bergabung dalam Hadaka Matsuri.
Namun, kontribusi wanita-wanita tersebut tidak berarti mereka akan bergabung dalam kegiatan inti festival dengan berpakaian serba telanjang seperti para pria. Sebaliknya, sekitar 40 wanita turut serta dalam upacara ini sebagai bagian dari tim acara.
"Pada dasarnya, perempuan selalu bekerja keras untuk mendukung laki-laki dalam festival," ucap Atsuko Tamakoshi, seorang perempuan yang keluarganya telah ikut dalam kegiatan festival selama beberapa generasi.
Namun gagasan untuk benar-benar ambil bagian dalam festival tersebut tampaknya belum pernah muncul. Selama ini hanya ada bagian pria yang mengusir roh jahat dan berdoa untuk memohon kebahagiaan.
Saat pria menyentuh Shin Otoko, maka roh jahat dipercaya akan pergi. Anggota upacara serentak meneriakkan 'washoi! washoi!'(ayo pergi, ayo pergi) untuk mengusir roh jahat.
Naruhito Tsunoda, salah satu peserta Hadaka Matsuri berpendapat bahwa belum pernah ada larangan soal keikutsertaan wanita dalam upacara tersebut.
"Saya percaya hal yang paling penting adalah festival yang menyenangkan bagi semua orang. Saya pikir Tuhan juga akan sangat senang dengan hal itu," katanya.
Tamakoshi adalah seorang nenek berusia 56 tahun yang ikut ambil bagian dari upacara ini. Ia sempat khawatir karena ada banyak orang yang mempertanyakan dirinya dalam upacara tersebut.
"Mereka mengatakan, 'apa yang dilakukan perempuan di festival laki-laki?', 'Ini festival laki-laki, ini serius'," ucapnya.
Tamakoshi melenyapkan segala kekhawatiranya dan tetap menjalankan tugas. Ia percaya bahwa apa yang dilakukan dengan tulus akan berbuah baik.
Wanita-wanita ini mengenakan mantel happi berwarna ungu. Mereka mengenakan celana putih pendek sambil membawa persembahan bambu.
Mereka berdiri dalam dua barisan sejajar sambil membawa batang bantu panjang yang dibalut jalinan pita merah putih.
Atsuko memimpin, ia meniup peluit untuk memberi tanda mulainya nyanyian berirama 'washoi washoi'. Mereka telah berlatih selama berminggu-minggu untuk melakukannya dengan benar.
Teriakan dukungan dari penonton terdengar oleh mereka. "Ganbatte," seru penonton.
Sementara itu, upacara yang sama dilakukan di Kuil Kokuseki, utara Jepang. Tak seperti di Kuil Konomiya, upacara di Kuil Kokuseki tak ada campur tangan perempuan. Bahkan, saking sedikitnya generasi muda pria, upacara itu terancam punah dan tidak dilanjutkan lagi tahun depan.