Bulan Januari Terasa Lama? Ternyata Ini 5 Penyebabnya

Ilustrasi jam tangan
Sumber :
  • The Verge

Jakarta – Belum lama ini, banyak netizen yang mengekspresikan keluhan di media sosial mengenai persepsi bahwa bulan Januari terasa lebih lambat. Bulan januari dianggap sebagai periode yang terasa lebih panjang dibandingkan bulan-bulan lain dalam setahun, meskipun kenyataannya, Januari memiliki durasi waktu yang sama dengan bulan lain yang terdiri dari 31 hari.

Mau Rasakan Sensasi Winter Seperti di Tokyo? Yuk Liburan Akhir Tahun ke Sini Aja

Beberapa orang mungkin mengalami sensasi bahwa waktu berjalan lebih lambat atau bahwa perasaan menunggu menjadi lebih intens selama bulan ini.

Bulan Januari

Photo :
  • pixabay.com
5 Rekomendasi Tempat Wisata Indoor di Jakarta, Lagi Banyak Promo Akhir Tahun Nih!

Apakah ada penjelasan ilmiah untuk persepsi ini? Mari kita telusuri beberapa faktor ilmiah yang mungkin menjadi penyebabnya. Berikut rangkuman dari berbagai sumber yang menjelaskan ilmiah mengenai mengapa bulan Januari terasa lebih lama dan lambat dibandingkan sebelas bulan lainnya:

1. Efek Libur dan Rutinitas yang Berubah

Jelang Libur Nataru, Kapolri Pastikan Pengamanan Kapal sampai Mitigasi Bencana

Bulan Januari datang setelah periode liburan akhir tahun, di mana banyak orang menikmati waktu bersama keluarga dan liburan.

Setelah kembali ke rutinitas normal, perasaan kontras antara waktu luang liburan dan rutinitas sehari-hari dapat membuat bulan Januari terasa lebih panjang. Ketidaknyamanan ini bisa muncul sebagai hasil adaptasi kembali ke kehidupan sehari-hari.

Hal ini sejalan dengan penjelasan Zhenguang Ca, mahasiswa PhD di UCL, yang mempelajari persepsi waktu mengatakan ada kemungkinan bahwa memulai kembali pekerjaan setelah libur Natal menyebabkan muncul kebosanan dibandingkan dengan menikmati kesenangan selama libur Natal dan tahun baru.

2. Perasaan Awal Tahun dan Resolusi

Banyak orang menggunakan awal tahun sebagai waktu untuk merenung dan merencanakan resolusi baru. Ketika orang memiliki harapan dan tujuan yang tinggi untuk tahun yang akan datang, terkadang waktu terasa berjalan lebih lambat karena kesadaran akan perjalanan panjang menuju pencapaian tujuan tersebut.

3. Stres Pasca Libur

Ilustrasi stres, pusing, putus asa, depresi

Photo :
  • Pixabay/ geralt

Stres pasca libur dapat menjadi faktor yang signifikan. Setelah masa liburan yang penuh kegembiraan, banyak orang harus menghadapi tanggung jawab dan tugas yang menumpuk pada awal tahun. Stres ini dapat memperkuat perasaan bahwa bulan Januari terasa lebih lama karena ketegangan dan beban kerja yang meningkat.

4. Musim Dingin dan Kurangnya Cahaya Matahari

Salah satu faktor utama yang dapat memengaruhi persepsi waktu adalah musim dingin, terutama bagi mereka yang tinggal di belahan bumi utara. Bulan Januari adalah puncak musim dingin di wilayah ini, di mana hari cenderung lebih pendek dan malam lebih panjang.

Kurangnya cahaya matahari dan cuaca yang dingin dapat mempengaruhi mood dan persepsi waktu seseorang, membuat bulan terasa lebih lama.

5. Variabilitas Suhu dan Cuaca

Cuaca ekstrem di Jateng yang terjadi awal tahun 2023.

Photo :
  • tvOne/ Teguh Joko Sutrisno

Faktor cuaca juga dapat memengaruhi persepsi waktu. Pada bulan Januari, suhu dan cuaca seringkali bervariasi, terutama di wilayah-wilayah yang mengalami musim dingin. Cuaca yang tidak menentu dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari dan meningkatkan perasaan bahwa waktu berjalan lebih lambat.

Dalam keseluruhan, perasaan bahwa bulan Januari terasa lebih lama dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk musim dingin, perubahan rutinitas, stres pasca libur, resolusi tahun baru, dan variabilitas cuaca.

Meskipun persepsi waktu bersifat subjektif, pemahaman tentang faktor-faktor ini dapat memberikan wawasan lebih dalam mengapa bulan Januari terkadang terasa lebih panjang daripada bulan-bulan lainnya.

Hipotesis Jam Dopamin

Hipotesis Jam Dopamin adalah konsep yang mengaitkan pelepasan dopamine dalam otak dengan pembentukan dan pengaturan siklus sirkadian, yang merupakan ritme biologis internal yang mengontrol berbagai fungsi tubuh, termasuk pola tidur dan bangun.

Hipotesis ini merinci bagaimana dopamin, suatu neurotransmitter yang berperan dalam regulasi perasaan kenikmatan dan kepuasan, dapat memainkan peran kunci dalam menyesuaikan siklus sirkadian.

Dopamin sendiri adalah zat kimia dalam otak yang berfungsi sebagai neurotransmitter, mengirimkan sinyal antar sel saraf. Neurotransmitter ini terlibat dalam berbagai fungsi kognitif dan perilaku, termasuk motivasi, penghargaan, dan pengaturan mood.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pelepasan dopamine dalam otak dapat diatur oleh jam sirkadian internal, yang dikenal sebagai jam biologis.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya