Alasan Korban Kekerasan Perempuan dan Anak Sulit Bangkit, Ternyata Gak Banyak Dapet Dukungan

Ilustrasi kekerasan pada anak
Sumber :
  • Pixabay/Gerd Altmann

VIVA Lifestyle – Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan, di tahun 2022 terjadi 339.782 kasus kekerasan berbasis gender (KBG). Bahkan, perempuan dengan disabilitas mengalami dampak yang lebih panjang dan berat lagi. 

Mengenal Hernia Inguinal Umum Terjadi pada Bayi Laki-laki, Tak Bisa Sembuh Sendiri Perlu Tindakan Operasi

Lebih jauh, korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak, seringkali tidak mendapatkan dukungan yang dibutuhkan untuk bangkit. Scroll untuk info selengkapnya.

Ketua Satuan Tugas Pencegahan & Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Adi Musharianto pun turut memberikan pandangannya. 

Temuan Mengejutkan Kasus Bocah Tewas Diduga Diperkosa Ayahnya di Jaktim

Menurutnya, ada kesenjangan pemahaman mengenai isu kekerasan seksual dan gender. Adi mengatakan, banyak yang mengira bahwa kekerasan seksual dan gender artinya sebatas persentuhan organ sensitif yang dilakukan secara paksa atau iseng. Padahal ternyata, definisi kekerasan seksual dan gender itu jauh lebih luas. 

Mengintip Perayaan Hari Ibu di Berbagai Negara, Ada yang Sampai Pergi ke Pemakaman

“Lebih dari tindakan, setiap ucapan, penglihatan, bahasa tubuh, perlakuan, narasi teks atau emoticon, over superior, justifikasi, dan lain sebagainya juga merupakan variabel kekerasan seksual dan gender, yang dapat terjadi terhadap laki-laki maupun perempuan,” ujar Adi dalam keterangannya, dikutip Selasa 9 Januari 2024.

Nah, dalam rangka memberikan edukasi kepada publik terkait isu kekerasan seksual dan pemberdayaan ekonomi perempuan, Pusat Studi Islam, Perempuan dan Pembangunan (PSIPP) ITB Ahmad Dahlan, menyelenggarakan kegiatan Pekan Agama dan Perempuan. Seminar dan pelatihan tersebut dilaksanakan di 7 kota di Indonesia. 

Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta, Dr. Yayat Sujatna, S.E., M.Si., menyampaikan, seminar dan pelatihan ini menggarisbawahi pentingnya menggalang dan mengalokasikan dana zakat untuk para korban kekerasan, khususnya perempuan dan anak. 

“Harapan kami rangkaian kegiatan ini menambah semangat para perempuan penerima manfaat untuk bisa menjadi lebih berdaya,” ujar Dr Yayat.

Rangkaian kegiatan seminar dan pelatihan “Pekan Agama dan Perempuan” dilakukan di Jakarta, Tangerang Selatan, Bogor, Depok, Semarang, Bandung, dan Surabaya, dengan melibatkan mitra PSIPP dari berbagai provinsi. 

Mengangkat sejumlah isu penting terkait kekerasan seksual dan pemberdayaan ekonomi perempuan, kegiatan menyasar lebih dari 900 peserta yang berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswi/a, dosen, guru, pelajar, hingga santri dan pengurus pondok pesantren, di lingkungan Muhammadiyah.

Kristy Nelwan, Head of Communication and Chair of Equity, Diversity & Inclusion (ED&I) Board Unilever Indonesia, mengungkapkan, isu keadilan gender serta penghapusan diskriminasi dan stigma termasuk kekerasan seksual pada perempuan merupakan salah satu hal yang pihaknya perjuangkan melalui berbagai program dan kemitraan, termasuk dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan. 

“Kami yakin program-program seperti ini menjadi sebuah kontribusi penting bagi terwujudnya lingkungan yang adil dan inklusif di Indonesia, tak terkecuali bagi perempuan,” tuturnya.

Kolaborasi jangka panjang antara Perguruan Tinggi Muhammadiyah ITB Ahmad Dahlan Jakarta dan Unilever Indonesia meliputi kewirausahaan, pendidikan dan pembelajaran, serta dukungan bagi perempuan korban kekerasan seksual, incest, maupun KDRT melalui dana zakat untuk perempuan dan anak korban, maupun wakaf uang untuk pemberdayaan ekonomi perempuan tulang punggung keluarga.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya