Cuaca Ekstrem Ternyata Berdampak Fatal, Ini 4 Hal yang Akan Terjadi

Waspada Cuaca Ekstrem
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

YOGYAKARTA – Peningkatan suhu dan cuaca ekstrem yang belakangan ini terjadi hampir di seluruh belahan dunia, disebabkan oleh perubahan iklim

Inisiatif Pengelolaan Sampah Puntung Rokok yang Menginspirasi

Jika dibiarkan, hal ini menimbulkan dampak yang sangat fatal bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi, seperti menurunnya kualitas air bersih, berkurangnya oksigen, meningkatnya potensi penyebaran penyakit akibat virus dan bakteri hingga memicu terjadinya bencana alam. Scroll untuk informasi selengkapnya.

Wakil Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Ir. Muhammad Nurcholis, M.Agr, mengatakan, iklim kita saat ini tidak hanya memengaruhi flora dan fauna, tapi juga menentukan kesehatan manusia. 

Lulusan i3L, Inspirasi Bagi Generasi Masa Depan

"Karena itu diperlukan aksi nyata untuk menjaga iklim dengan menekan emisi karbon. Kita harus bersama-sama melakukan kolaborasi tersebut dan lantas kebijakan pemerintah, yaitu bagaimana untuk meningkatkan ketahanan iklim ini," ujar Nurcholis saat diskusi Lingkungan Hidup; Kolaborasi Swasta, Perguruan Tinggi, Organisasi Masyarakat dalam Menghadapi Perubahan Iklim yang digelar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DIY. 

10 Wilayah Sulsel Dilanda Banjir, Kota Makassar-Barru Paling Parah

Guru Besar Ilmu Tanah UPN ‘Veteran’ Yogyakarta dan juga dosen Muhammadiyah Yogyakarta itu lebih lanjut mengatakan, Muhammadiyah telah membuat konsep dasar untuk memitigasi laju perubahan iklim agar bisa dikendalikan.

Nurcholis juga mengajak generasi muda berperan aktif dalam mengatasi perubahan iklim ini. Menurutnya, generasi muda harus memahami secara praktis penyebab dari perubahan iklim. Terutama mulai melakukan hemat energi dan menggunakan energi non-fosil, seperti energi matahari, air, angin, biomassa bisa dikembangkan supaya tidak terlalu cepat dalam mengeksploitasi karbon di bumi.

"Karena semakin banyak yang dipakai energi fosil maka semakin banyak karbon yang dikeluarkan dari perut bumi, anak muda harus paham ini,” katanya.

Berada di tempat yang sama, Ratih Anggraeni, Head of Climate and Water Stewardship Danone Indonesia mengatakan, perubahan iklim adalah isu yang harus disadari oleh generasi saat ini, karena menyangkut keberlangsungan bumi.

"Edukasi tentang lingkungan harus dilakukan seawal mungkin sehingga mampu mendorong generasi muda untuk berinovasi memitigasi perubahan iklim. Dengan demikian, kita kita bisa mitigasi perubahan iklim ini secara lebih masif,” jelas Ratih. 

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dra Mutia Hariati Hussin, M.Si, mengemukakan gap antara porsi kebijakan dengan penerapan di lapangan yang memicu persoalan-persoalan dalam mitigasi perubahan iklim di Indonesia.

"Kalau dari segi kebijakannya sudah banyak yang dihasilkan dan kelihatannya hanya untuk memenuhi kewajiban kita sebagai negara yang menandatangani berbagai perjanjian lingkungan banyak kita punya macam-macam, ada SDG’s, MDG’s,” kata Mutia.

Mutia mencontohkan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJMP) tahun 2024-2045 belum terlihat aktivitas yang dikerjakan oleh masyarakat. 

"Jangan sampai kita kehilangan lagi kesempatan dalam program jangka panjang itu dan tidak membuat program-program atau policy yang indah-indah oleh negara, tapi tidak mampu diimplementasi oleh akar rumput," ujar Mutia. 

Ratih menambahkan, berbagai upaya telah dilakukan untuk menjaga keberlangsungan lingkungan hidup sebagai bagian dari visi perusahaan. Tidak saja di sekitar pabrik tetapi juga di tempat lain.

"Kami mendukung net zero emission pada 2050 namun di antaranya 2030 mencapai target pemenuhan jejak karbon dari operasional secara signifikan. Mulai dari penggunaan energi terbarukan, pengurangan energi fosil dan memastikan produk dihasilkan melalui sistem pertanian regeneratif. Komoditas yang dipakai tidak berasal dari lahan yang mengalami deforestasi," papar Ratih Anggraeni.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya