Sempat Perintahkan Pembantaian Palestina, Mantan Perdana Menteri Israel Kena Stroke hingga Koma

Seorang pria Palestina berusaha menyelamatkan anak perempuan yang terluka.
Sumber :
  • AP Photo/Abed Khaled.

JAKARTA – Serangan yang dilakukan Israel ke tanah Palestina sejak 7 Oktober 2023 lalu masih berlangsung hingga saat ini. Serangan tersebut diketahui telah menewaskan warga sipil di Palestina. Sebanyak lebih dari 9 ribu orang dilaporkan meninggal dunia, korban meninggal didominasi oleh anak-anak dan wanita.

Pertamina Eco RunFest 2024, Dorong Pemberdayaan UMKM hingga Pertegas Komitmen Capai NZE 2060

Di tengah konflik yang terjadi di Palestina, nama mantan Perdana Menteri Israel yang menjabat dari tahun 2001 hingga 2005, Ariel Sharon mendadak viral di media sosial. Kisah hidupnya yang tragis lantaran mengalami koma, jadi sorotan pengguna media sosial dan mengaitkannya dengan tindakan yanng dilakukannya terhadap Palestina. Scroll lebih lanjut ya.

Dari tahun 1970an hingga 1990an, Ariel Sharon diketahui melakukan pembangunan permukiman Israel di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Ia menjadi pemimpin Likud pada tahun 1999, dan pada tahun 2000, di tengah kampanye pemilihan perdana menteri tahun 2001, ia melakukan kunjungan kontroversial ke kompleks Al-Aqsa di Temple Mount, yang memicu Intifada Kedua.

Israel Kembali Gempur Lebanon Selatan, Tewaskan 35 Orang dalam Sehari

Terpilih sebagai Perdana Menteri Israel di tahun 2001,Sharon mengatur pembangunan penghalang Tepi Barat Israel pada tahun 2002–2003 dan pelepasan sepihak Israel dari Jalur Gaza pada tahun 2005.

Menag Ajak Ribuan Jemaah Umrah Doakan Kemajuan Indonesia dan Perjuangan Palestina

Dia juga diberi label 'Penjagal Beirut' oleh beberapa orang setelah kematian sebanyak 3.500 pengungsi Palestina dalam pembantaian di kamp Sabra dan Shatila di Beirut pada tahun 1982 ketika dia menjadi menteri pertahanan Israel.

Melansir laman The Independent, Ariel Sharnon meninggal dunia di tahun 2014 lalu. Setelah dirinya mengalami koma selama delapan tahun dan sempat mendapat serangan stroke perdarahan di Januari 2006 lalu. 

Saat itu, dokter sempat melakukan operasi selama tujuh jam untuk mencoba meringankan tekanan pendarahan di otaknya, yang merupakan indikasi parahnya cedera tersebut.

Semangka simbol dukungan Palestina

Photo :
  • VIVA

Namun saat itu tidak menunjukkan hasil yang progresif. Ariel Sharnon diketahui menjalani operasi selama beberapa bulan berikutnya usai mengalami serangan stroke di awal tahun 2006 lalu, termasuk pengangkatan sepertiga usus besarnya setelah komplikasi terjadi.

Namun di tengah masa perawatannya, April 2006, para menteri di pemerintahan Israel dengan suara bulat memutuskan untuk menyatakan Ariel Sharon tidak mampu secara permanen memimpin Israael dan diganti oleh, Ehud Olmert.

Pindah Rumah Sakit

Pemulihan setelah stroke sangat tidak dapat diprediksi dan hanya sedikit ahli saraf yang siap mengabaikan kemungkinan tersebut pada saat ia terserang stroke. Hasilnya tergantung pada bagian otak yang terkena, seberapa parah kerusakannya, dan apakah bagian tersebut terkena dampak permanen atau hanya sementara.

Setelah menghabiskan berbulan-bulan di rumah sakit di Yerusalem dan tak menunjukkan perubahan signifikan, Ariel Sharon akhirnya dipindahkan ke Pusat Medis Chaim Sheba di Tel Hashomer di Tel Aviv dengan penjagaan ketat pasukan bersenjata.

Koma delapan tahun hingga Alami Gagal Ginjal dan Meninggal Dunia

Ilustrasi rumah sakit.

Photo :
  • Pexels/Saulo Zayas

Berbeda dengan penderita stroke lanjut usia biasanya relatif cepat menyerah pada infeksi, pembekuan darah, atau serangan jantung, Ariel Sharnon diketahui mengalami koma selama delapan tahun. Selama itu pula pria yang dijuluki ‘sleeping giant’ ini tetap hidup dengan bantuan alat-alat medis, dia juga menerima fisioterapi karena luka tekan, pembekuan darah, dan pneumonia.  

Tidak hanya itu saja di awal bulan Januari 2014, dilaporkan bahwa Sharon menderita gagal ginjal, yang mempengaruhi organ utama lainnya. Hal ini mungkin terjadi setelah infeksi saluran kemih, yang umum terjadi pada orang lanjut usia yang harus bergantung pada kateter untuk mengeringkan kandung kemih. 

Meski komma selama delapan tahun dia terus dipaksa membuka matanya. Setiap hari matanya disangga untuk menonton televisi. Apakah dia bisa melihat atau mendengarnya, tidak ada yang tahu.

Hal ini didasari pada hasil pemeriksaan MRI yang dilakukan Ariel Sharnon di tahun 2013 lalu. Menjalanai pemeriksaan MRI di Universitas Ben Gurion, Ariel Sharnon menjalani serangkaian tes untuk mengetahui responsnya terhadap rangsangan eksternal, termasuk foto keluarganya dan rekaman suara putranya.

Ahli saraf yang dipimpin oleh Profesor Martin Monti, dari Universitas California, mengklaim hasil tersebut menunjukkan aktivitas otak yang signifikan sebagai respons terhadap rangsangan, namun tidak dapat mengatakan apakah Sharon secara sadar merasakan informasi tersebut. 

Setelah delapan tahun mengalami koma, Januari 2014 lalu, dirinya meninggal dunia pada 11 Januari 2014 lalu. Dia juga menjalani serangkaian acara kenegaraan sebelum dimakamkan di tangal 14 Januari 2014.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya