Keren, Ponpes di Jombang Bikin Pembalut Ramah Lingkungan Untuk Santriwati
MALANG – Berawal dari kesulitan mengatasi banyaknya sampah pembalut wanita yang ada di Pondok Pesantren (Ponpes) Mambaul Hikam, Desa Jatirejo, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pengasuh ponpes mengeluarkan terobosan menarik.
Terobosan menarik itu, adalah dengan memproduksi sendiri pembalut ramah lingkungan yang kini digunakan ratusan santri watinya. Scroll lebih lanjut ya.
Pengasuh Ponpes Mambaul Hikam, Maftuhkha Mustiqowati menjelaskan, awalnya, persoalan sampah yang setiap harinya muncul karena aktivitas kehidupan sehari-hari para santri bukanlah persoalan. Permasalahan datang saat sampah semakin banyak dan didominasi limbah pembalut para santriwati.
"Sebetulnya pengolahan sampah kita di sini hampir selesai lah. Cuman ada satu masalah (sampah) pembalut ini," kata Mustiqowati, Jumat, 20 Oktober 2023.
Untuk mengatasi persoalan itu, akhirnya pihak pondok memutuskan para santriwati harus beralih pemakaian. Santriwati diimbau menggunakan pembalut yang ramah lingkungan.
"Kemudian bagaimana caranya pembalut ini harus beralih ke pembalut yang ramah lingkungan. Karena (sampah pembalut) kan gak bisa diolah. Terus kita akhirnya mendatangkan orang dari Yogyakarta, kemudian mereka mengasih pelatihan, sampai selesai. Dan di situlah kami kemudian berkelanjutan (memproduksi sendiri pembalut ramah lingkungan)," ujar Mustiqowati.Â
Ia menegaskan pelatihan tersebut tidak dilakukan hanya sekali dua kali saja. Namun dilakukan secara rutin, hingga pihak Pondok mengunjungi industri rumahan pembuatan Pampers ramah lingkungan di Kecamatan Sumobito.
"Itu gak sekali dua kali, kita juga sempat melihat pembuatan (pembalut ramah lingkungan) di Sumobito, dan itu sudah skala besar pabriknya. Saya ke sana belajar, bagaimana caranya (membuat pembalut ramah lingkungan)," tutur Mustiqowati.Â
Setelah berhasil memproduksi pembalut ramah lingkungan. Sasaran utama produk tersebut ialah santriwati di pondok yang berjumlah ratusan orang ini.Â
"Ini (pasarannya) ke santri, kemudian ke sejumlah tamu yang berkunjung ke sekolah maupun ke pondok untuk belajar pengolahan sampah. Jadi tidak sampai (jual) keluar, kita sudah kewalahan (produksi)," ujar Mustiqowati.Â
Mustiqowati mengaku dalam sebulan, santriwati di pondoknya mampu memproduksi pembalut ramah lingkungan, hingga 3 ribu.
"Sebulan kita sampai 3 ribu pieces. Karena selain dari orang luar yang datang juga digunakan oleh pesantren sekitar yang sudah beralih ke pembalut ramah lingkungan," tuturnya.
Untuk mensosialisasikan penggunaan pembalut ramah lingkungan pada santriwatinya. Pengasuh pondok mewajibkan santriwati yang masuk tidak diperbolehkan membawa pembalut sekali pakai semua harus menggunakan pembalut ramah lingkungan.
"Setiap awal ajaran baru, kita sosialisasikan ke wali santriwati agar tidak membawakan pembalut sekali paka, yang banyak. Dan dibiasakan menggunakan pembalut ramah lingkungan," katanya.
Ia menyebut pembalut ramah lingkungan buatan santriwatinya ada dua jenis, dengan harga yang berbeda. Untuk pembalut ramah lingkungan yang digunakan pada siang hari berbeda harganya dengan pembalut ramah lingkungan untuk malam hari.
"Ini ada dua jenis, yang day (pembalut siang) itu harganya 18 ribu, sedangkan yang night (pembalut malam), itu harganya 22 ribu. Dan ada dua ukuran yang day siang dan night malam," ujarnya.
Dengan harga semurah itu, pembalut ramah lingkungan tersebut, bisa dipakai selama 5 tahun. Dan untuk pemakaiannya juga mudah, cukup dicuci bersih dan dijemur.
"Harga segitu kan hanya untuk beli awal ya. Kan gak beli lagi. Dan lingkungan juga aman. Ini bisa tahan sampai 4 tahun, 5 tahun. Dan ini lebih mudah dicuci. Ketika nyuci itu, kita taruh dibawah kran air, udah luntur, terus dibersihkan dan dijemur sampai kering," tuturnya.
Ia mengaku selama ini tidak ada kendala kesehatan yang dialami santriwati dari penggunaan pembalut ramah lingkungan tersebut. Dikarenakan pembalut ini, terbuat dari bahan-bahan yang berkualitas.
"Kalau kendala (kesehatan) gak ada ya, karena ini bahannya juga bahan pilihan dan punya kualitas, tapi biasanya kendalanya itu lebih ke para santriwati belum terbiasa menggunakan pembalut ramah lingkungan ini. Rata-rata mereka menggunakan pembalut sekali pakai, jadi butuh membiasakan, karena mereka harus nyuci pembalutnya," kata Mustiqowati.