Batik Bantengan, Budaya Lokal yang Mendunia Lewat Tangan Anjani Sekar Arum
- Istimewa
JAWA TIMUR – Masyarakat lereng pegunungan Jawa Timur, Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi, dan Raung-Argopuro pasti mengenal seni budaya Bantengan yang erat kaitannya dengan Pencak Silat.
Kini Bantengan berkembang di wilayah Desa Bumiaji. Bantengan dikembangkan oleh seorang seniman bernama Anjani Sekar Arum lewat kain batiknya.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Jurusan Seni dan Desain, Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, Anjani memilih fokus untuk membuat batik dengan motif Bantengan.
Dia juga mendirikan sanggar dan galeri batik yang diberi nama Andaka pada 2014 di Alun-alun Kota Batu. Sanggar dan galeri tersebut terus berkembang hingga pada 2018 Anjani menggesernya ke Desa Bumiaji.
Desa Bumiaji dikenal dengan hasil buminya. Apel Malang yang tersohor ke seluruh Indonesia ditanam dan dipanen di Bumiaji dan daerah perbatasan antara desa dan hutan di kaki Gunung Arjuno, menjadikan Bumiaji desa wisata dengan 21 titik wisata terbanyak di Malang.
Meski begitu, objek wisata kesenian tidak dimiliki Bumiaji. Kehadiran sanggar dan galeri Andaka milik Anjadi kian melengkapi Bumiaji.
Anjani mendapat keahlian membuat kain batik dari hasil belajar dengan seniman batik di Yogyakarta dan Solo. Selama satu bulan ia menekuni ilmu membatik di sana dan dipadukan dengan motif Bantengan.
Kegigihan Anjani tidak sia-sia. Dewanti Rumpoko selaku istri Walikota Batu periode 2007-2017 (Eddy Rumpoko) mengangkat Batik Bantengan menjadi batik khas Batu.
Di sanggarnya Anjani terus mendidik 58 anak dengan 28 diantaranya menjadi pembatik aktif yang dapat menghasilkan 45 lembar kain batik setiap bulannya. Bahkan, batik yang dihasilkan anak didiknya dapat dijual mulai dari harga Rp300 sampai Rp750 ribu.
Setiap kain yang terjual, dirinya hanya mengambil keuntungan sebesar 10 persen. Itu pun uang tersebut kembali ia gunakan untuk membeli kain, pewarna, dan perlengkapan lain. Sisanya menjadi milik anak didiknya.
Ada alasan kuat di balik pemilihan anak-anak sebagai pembatik. Salah satunya adalah kekhawatiran Anjani soal matinya Kota Batu sebagai kota wisata. Menurutnya, menurunkan keahlian membatik kepada generasi muda adalah cara melestarikan budaya.
Usaha Anjani melestarikan budaya sembari di saat yang bersamaan mengangkat derajat ekonomi para pembatik mudanya inilah yang membuatnya menjadi Penerima Apresiasi SATU Indonesia Awards di kategori Kewirausahaan pada tahun 2017.
Program tersebut diinisiasi Astra untuk menjaring anak-anak muda Indonesia yang memiliki kegiatan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya di seluruh Nusantara.