Masjid Al Aqsa, Rebutan Umat Muslim dan Yahudi
- Al-Aqsa Mosque by David Shankbone
YERUSALEM – Konflik antara kelompok Hamas Palestina dengan pasukan Israel semakin memanas, setelah serangan kelompok Hamas yang menembakkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel pada Sabtu 7 Oktober lalu.Â
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bereaksi keras, dia mengatakan Israel akan meladeni serangan Hamas dan menyebutnya sebagai perang.
Israel telah melancarkan serangan dari udara dan laut, yang menurut petugas medis telah menewaskan 687 warga Palestina di Gaza, sebuah wilayah yang menjadi rumah bagi 2,3 juta orang yang tidak memiliki tempat untuk melarikan diri.
Serangan yang dilakukan oleh Hamas pada Sabtu kemarin merupakan serangan balasan atas penodaan Israel terhadap Masjid Al Aqsa di Yerusalem. Lantas, mengapa Masjid Al Aqsa begitu penting?
Melansir laman Al Jazeerah, Al-Aqsa adalah nama masjid berkubah perak di dalam kompleks seluas 35 hektar yang disebut sebagai al-Haram al-Sharif, atau Tempat Suci yang Mulia, oleh umat Islam, dan sebagai Temple Mount oleh orang Yahudi.
Kompleks ini terletak di Kota Tua Yerusalem, yang telah ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia oleh badan kebudayaan PBB, UNESCO, dan penting bagi tiga agama Ibrahim.
Situs tersebut telah menjadi wilayah yang paling diperebutkan di Tanah Suci sejak Israel menduduki Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, pada tahun 1967, bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza. Namun, konflik ini terjadi lebih jauh lagi, sebelum berdirinya Israel.
Pada tahun 1947, PBB menyusun rencana pembagian untuk memisahkan Palestina, yang saat itu berada di bawah kendali Inggris, menjadi dua negara: satu untuk orang Yahudi, (sebagian besar berasal dari Eropa), dan satu lagi untuk Palestina. Negara Yahudi diberikan 55 persen tanahnya, dan 45 persen sisanya untuk negara Palestina.
Yerusalem, yang merupakan lokasi kompleks al-Aqsa, adalah milik komunitas internasional di bawah administrasi PBB. Masjid Al Aqsa ini diberikan status khusus karena pentingnya bagi tiga agama yakni Islam, Yahudi dan Nasrani.
Di tahun 1948, perang Arab-Israel pertama pecah setelah Israel mendeklarasikan status negara mereka, merebut sekitar 78 persen wilayah, dan sisa wilayah Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Gaza berada di bawah kendali Mesir dan Yordania.
Peningkatan perambahan Israel atas tanah tersebut meningkat pada tahun 1967, setelah perang Arab-Israel kedua, yang mengakibatkan pendudukan Israel atas Yerusalem Timur, dan akhirnya aneksasi ilegal Israel atas Yerusalem, termasuk Kota Tua dan al-Aqsa.
Penguasaan ilegal Israel atas Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, itu melanggar beberapa prinsip hukum internasional. Yang menguraikan bahwa kekuatan pendudukan tidak memiliki kedaulatan atas wilayah yang didudukinya.
Selama bertahun-tahun, pemerintah Israel telah mengambil langkah lebih lanjut untuk mengendalikan dan melakukan Yahudisasi terhadap Kota Tua dan Yerusalem Timur secara keseluruhan.Â
Hingga pada tahun 1980, Israel mengesahkan undang-undang yang menyatakan Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang 'lengkap dan bersatu'. Pengesahan ini diketahui melanggar hukum internasional.Â
Saat ini, tidak ada negara di dunia yang mengakui kepemilikan Israel atas Yerusalem atau upaya Israel untuk mengubah geografi dan demografi kota tersebut.
Sementara itu, warga Palestina di Yerusalem, yang berjumlah sekitar 400.000 jiwa, hanya memiliki status tinggal permanen. Bukan kewarganegaraan, meskipun mereka lahir di sana – berbeda dengan orang Yahudi yang lahir di kota tersebut.Â
Dan, sejak tahun 1967, Israel telah memulai deportasi diam-diam terhadap warga Palestina di kota tersebut. Caranya dengan menerapkan kondisi yang sulit bagi mereka untuk mempertahankan status kependudukan mereka.
Israel juga telah membangun setidaknya 12 pemukiman ilegal khusus Yahudi di Yerusalem Timur, menampung sekitar 200.000 warga Israel. Sementara menolak izin bangunan Palestina dan menghancurkan rumah mereka sebagai hukuman karena membangun secara ilegal.
Makna keagamaan dari kompleks tersebut
Bagi umat Islam, komplek Masjid Al Aqsa menjadi tempat situs tersuci ketiga umat Islam, dan Kubah Batu, sebuah bangunan abad ketujuh yang diyakini sebagai tempat Nabi Muhammad SAW naik ke surga.
Orang-orang Yahudi percaya bahwa kompleks tersebut adalah tempat di mana kuil-kuil Yahudi menurut Alkitab pernah berdiri. Namun hukum Yahudi dan Rabbi Israel melarang orang-orang Yahudi memasuki kompleks tersebut dan berdoa di sana, karena dianggap terlalu suci untuk diinjak.
Tembok Barat kompleks tersebut, yang dikenal sebagai Tembok Ratapan bagi orang Yahudi, diyakini sebagai sisa terakhir dari Kuil Kedua. Sementara umat Islam menyebutnya sebagai Tembok al-Buraq dan percaya bahwa di sanalah Nabi Muhammad mengikat al-Buraq, binatang tersebut, di mana Nabi Muhammad naik ke langit dan berbicara kepada Allah SWT.
Status quo situs
Sejak tahun 1967, Yordania dan Israel sepakat bahwa Wakaf, atau lembaga Islam, akan memiliki kendali atas urusan di dalam kompleks tersebut, sementara Israel akan mengontrol keamanan eksternal.Â
Non-Muslim akan diizinkan masuk ke situs tersebut selama jam berkunjung, tetapi tidak diperbolehkan untuk salat di sana.
Namun meningkatnya gerakan Bait Suci, seperti Temple Mount Faithful dan Temple Institute. Telah menentang larangan pemerintah Israel yang mengizinkan orang Yahudi memasuki kompleks tersebut, dan mereka bertujuan untuk membangun kembali Kuil Yahudi Ketiga di kompleks tersebut.
Kelompok-kelompok tersebut didanai oleh anggota pemerintah Israel. Meskipun mereka menyatakan keinginan untuk mempertahankan status quo di situs tersebut.
Saat ini, pasukan Israel secara rutin mengizinkan kelompok, yang jumlahnya mencapai ratusan, pemukim Yahudi yang tinggal di wilayah Palestina yang diduduki untuk turun ke kompleks al-Aqsa di bawah perlindungan polisi dan tentara. Sehingga menimbulkan ketakutan warga Palestina akan pengambilalihan kompleks tersebut oleh Israel.
Pada tahun 1990, Temple Mount Faithful menyatakan akan meletakkan batu pertama untuk Kuil Ketiga menggantikan Kubah Batu, yang menyebabkan kerusuhan dan pembantaian di mana 20 warga Palestina dibunuh oleh polisi Israel.