Indonesia Hadapi Krisis Planet Ganda, Pemanasan Global Hingga Polusi Meningkat
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Lifestyle – Menurut Laporan Transparansi Iklim 2021, kontributor utama emisi gas rumah kaca Indonesia adalah pembakaran bahan bakar, akibat penggunaan listrik (35 persen), industri (27 persen), dan transportasi (27 persen).
Pertanian menyumbang 14 persen dari total emisi negara ini, sementara industri makanan dan minuman dianggap sebagai salah satu penyumbang terbesar limbah di Indonesia. Scroll untuk informasi selengkapnya.
Dalam rangka ini, Indonesia berkomitmen untuk mencapai emisi nol bersih pada tahun 2060, menempatkannya secara mencolok di panggung global. Bagaimana caranya?
Staf Ahli Pakar Urusan Sosial dan Pengentasan Kemiskinan Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Dr. Vivi Yulaswati, menjelaskan, Indonesia menghadapi krisis planet ganda dengan polusi yang meningkat, pemanasan global, dan kehilangan biodiversitas. Dia mendesak negara ini untuk melakukan transformasi ekonomi menuju ekonomi hijau untuk mengatasi krisis ini.
“BAPPENAS telah menyelesaikan rencana pengembangan jangka panjangnya (RPJPN) yang akan dimulai pada tahun 2025 dan akan dilaksanakan hingga tahun 2045. Dalam RPJPN terdapat strategi dekarbonisasi BAPPENAS yang diprediksi akan mengarah pada rantai nilai berkelanjutan,” ujar Vivi dalam acara JakPost Up Close The Jakarta Post, bertajuk Beyond Buzzword: Jalan Menuju Rantai Nilai Berkelanjutan di Indonesia, sekaligus memperingati Hari Ozon Dunia, yang digelar baru-baru ini.
Lebih lanjut, Vivi menjelaskan, salah satu cara yang digunakan adalah melalui implementasi sertifikasi industri hijau, yang menilai manajemen limbah, pengurangan emisi, efisiensi air dan efisiensi energi.
“Selain itu, kualitas produk dan manajemen sumber daya perusahaan, memberikan sertifikasi yang tepat jika mereka memenuhi kriteria tersebut dan mendorong tren dekarbonisasi yang berkembang,” jelasnya.
Direktur Utama Nestle Indonesia, Samer Chedid, menambahkan, pihaknya juga ikut menjalankan prosedur ramah lingkungan dalam operasinya.
"Kami berkomitmen mencapai emisi nol neto pada tahun 2050, dan kami memiliki peta jalan yang sangat jelas untuk mengurangi separuh emisi gas rumah kaca kami pada tahun 2030," kata Chedid.
Dengan tujuan menciptakan nilai bersama dan mengurangi pemanasan global untuk mengurangi jejak karbon perusahaan dan mencapai misi emisi nol, Chedid menggambarkan bagaimana perjalanan berkelanjutan Nestle dalam dekarbonisasi melibatkan berbagai upaya di sepanjang rantai nilai dan juga berkontribusi pada kehidupan 36.000 petani susu dan kopi yang memproduksi untuk mereka.
Dia pun turut menjelaskan lima langkah Nestle menuju dekarbonisasi sepanjang rantai nilai. Berikut di antaranya:
1. Pengadaan melalui praktik pertanian regeneratif yang meningkatkan kesehatan tanah untuk kebun kopi negara ini dan manajemen pupuk kandang untuk peternakan susu.
2. Manufaktur, di mana Nestle Indonesia telah meningkatkan praktik manufaktur dengan menggunakan boiler biomassa sekam padi untuk mengurangi emisi GHG.
3. Pengemasan, dirancang agar dapat didaur ulang dan mengurangi plastik baru. Salah satu solusi yang ditemukan adalah dengan menggunakan kemasan kertas, khususnya, bahan Forest Stewardship Council (FSC) dari hutan berkelanjutan.
4. Ritel dan saluran bisnis: Nestle Indonesia telah melakukan dua studi tentang kemasan isi ulang yang akan memungkinkan mereka memahami cara-cara baru dalam merancang produk mereka.
5. Akhir siklus hidup, yang merupakan proses pasca konsumsi yang mendukung sistem pengelolaan limbah untuk mengurangi limbah dan mempromosikan ekonomi sirkular.
“Inisiatif ini telah memberikan hasil yang terbukti, karena hanya sebulan yang lalu, kami menerima Penghargaan Keberlanjutan Lingkungan BPOM untuk Kategori Makanan Olahan - mengamankan posisi nomor satu di Sektor Industri Investasi Asing,” tuturnya.
Menurut Chedid, ini adalah bukti dari dedikasinya terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ke-12 (SDG), konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
"Kami juga percaya bahwa kami perlu berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan yang berbeda, untuk mempercepat upaya, untuk mengambil peran dan berkontribusi untuk melindungi planet bagi generasi masa depan. Mari bermain peran kita untuk membantu planet, untuk membantu generasi masa depan,” tutup Samer Chedid.