Sempat ditahan Taliban dan Diperlakuan Tak Terduga, Wartawan Inggris Ini Putuskan Mualaf

Jurnalis asal Inggris, Yvonne Ridley
Sumber :
  • Instagram

LONDON – Namanya Yvonne Ridley. Wanita asal Inggris ini pernah ditangkap oleh Taliban di tahun 2001 lalu. Saat itu Yvonne menjabat sebagai kepala reporter surat kabar Sunday Expreess di London. 

Kisah Mualaf Diego Michiels, Pemain Naturalisasi yang Kritik Timnas Indonesia

Diceritakannya dia ditangkap dan ditahan selama 11 hari oleh Taliban di Afghanistan. Saat itu dirinya memasuki Afghanistan tanpa dokumen jelas seperti paspor dan visa.

Tujuannya mendatangi Afghanistan saat itu adalah untuk melihat kehidupan masyarakat setempat. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Elite Gerindra Minta Pimpinan dan Dewas KPK yang Baru Tak Layani 'Doorstop' Wartawan

“Itu dimulai di lingkungan yang tidak biasa dari penjara Taliban di Afghanistan. Saya ditahan selama 11 hari oleh oleh rezim paling jahat dan brutal di dunia menurut George Bush dan Tony Blair.  Saya telah memasuki negara itu secara ilegal tanpa paspor dan visa, itu adalah persiapan untuk perang. Saya ingin melihat bagaimana kehidupan masyarakat biasa di Afghanistan,” kata dia mengutip tayangan YouTube Neo Oswald.

Diungkap Yvonne dirinya tidak mendapat visa. Lantaran saat itu negara tersebut tidak mengizinkan orang Barat masuk negara itu.

Celine Evangelista Makin Dekat dengan Agama Islam, Belajar Banyak dari Umi Pipik

“Jadi saya tidak mendapatkan visa, mereka tidak ingin orang barat masuk ke Afghanistan. Mereka berada di ambang peperangan. Jadi saya menyelinap masuk. Saya bertekad untuk masuk,” katanya.

Selama ditahan dia berpikir akan diperlakukan tidak baik, dan sangat kejam, karena selama ini begitulah bagaimana dia memandang Islam. Namun ia sangat kaget ternyata ia malah diperlakukan sangat baik dan juga sangat sopan.

"Saya benar-benar mengira bahwa mereka akan membunuh saya dan setiap kebijakan yang mereka tunjukkan pada saya. Saya anggap itu hanya tipuan. Saya tidak mempercayai mereka, dengan bodohnya saya percaya George Bush dan Tony Blair,” terang Yvonne.

“Mana mungkin mereka berbohong kan? Jadi saya mengumpat ke penahanan saya. Saya melempar barang-barang ke arah mereka. Saya hanya ingin mempercepat kematian saya karena saya tidak mau coba ini berlangsung selama bertahun-tahun untuk disiksa atau dianiaya,” tutur Yvonne.

Namun diungkapnya, tanggapan Taliban yang menahannya terhadap perilakunya sangat mengejutkan. Mereka kata Yvonne terus bertanya kepadanya alasan mengapa dia bertingkah seperti itu.

“(Mereka bertanya) Anda adalah tamu kami. Saya bertanya kenapa mereka bersikap seperti itu. Mereka seharusnya brutal dan jahat,” kata dia.

Saat ditahan kala itu, Yvonne sempat berjanji jika dibebaskan, dia akan mempelajari Islam lebih dalam.

“Saya katakan bahwa saya tidak bisa membuat keputusan yang akan mengubah idip saya secara drastis saat saya di penjara. Namun jika kalian membebaskan saya, saya berjanji akan membaca kitab suci kalian dan literatur pendukung lainnya,” katanya.

Tanpa disangka dia pun dibebaskan dengan alasan kemanusiaan.

“Tapi seperti yang saya katakan, sementara mereka menahan orang barat lainnya. Mereka melepas saya dengan alasan kemanusiaan,” kata dia. 

Akhirnya dia dibebaskan lalu pulang ke London. Sesampainya di London, dia menepati janjinya. Dia kemudian mempelajari Islam lantaran dia tertarik pada hal-hal yang berhubungan dengan Timur Tengah dan Asia. 

“Saya sadar hanya dengan pengamatan sederhana terhadap Taliban, bahwa Islam bukanlah sesuatu yang kita ambil dan lepaskan. Saya mulai membaca Al Quran yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Yusuf Ali. Sebagai orang yang telah lama mempromosikan hak-hak perempuan, saya mulai membacanya dan terkagum dengan berbagai aspek karena Al Quran menerangkan dengan jelas bahwa perempuan setara dalam spiritualitas dan pendidikan. Ini benar-benar kesetaraan gender,” kata dia.

Meski sudah mempelajari Islam, dirinya saat itu belum memutuskan untuk menjadi Mualaf. Sebab dia masih meyakini tentang agama yang dianutnya kala itu, yakni Kristen. 

“Saya memang sudah mengimani adanya Tuhan. Saya adala seorang Kristen yang taat. Saya pergi ke gereja mungkin dua kali dalam sebulan yang dalam masyarakat Inggris sekuler bisa dianggap non fanatik.  Jadi saya memiliki keimanan terhadap Tuhan dan membaca Al Quran itu sangat mudah dan saya mulai membaca Nabi Muhammad SAW, beliau adalah karakter yang luar biasa,” kata Yvonne.

“Manusia paling sempurna yang pernah ada di dunia, panutan yang luar biasa untuk banyak orang. Maka barulah saya mengerti kenapa muslim sangat menghormati Nabi Muhammad dan kenapa mereka juga begitu marah jika nabi diolok atau sosoknya digambar,” ucanya. 

Meski begitu, Yvonne mengakui semakin mempelajari Islam dirinya semakin menyadari bahwa Islam adalah agama yang paling masuk akal. Dirinya juga sempat berkonsultasi dengan sejumlah pakar. Namun hanya dari seorang muslim biasa dia memahami tentang Islam.

“Namun penyadaran akhir sebenarnya datang dari seorang pria muslim biasa. Dia berkata ‘kenapa anda belum juga masuk Islam? Anda tau bahwa anda sudah begitu dekat’. Lalu saya berkata ‘saya masih tertahan dengan konsep Trinitas. Tuhan Bapa, Putra dan roh kudus’,” ujarnya.

“Dia berkata ‘coba perhatikan apa hubungan antara Yohanes Pembaptis dengan Yesus?’ Saya menjawab ‘mereka sepupu’ lalu dia berkata ‘ketika Yohanes berdoa kepada Tuhan dia akan mengatakan paman Tuhan?’ Saya jawab ‘tidak itu konyol’ dia menimpali’itu benar’,” kata dia.

Semakin ia membaca dan mencari tau Islam, semakin tertarik dan percaya bahwa Islam adalah agama yang benar. Dua tahun kemudian, ia pun akhirnya memutuskan masuk Islam. 

“Lalu dia berkata ‘saya tidak paham kenapa anda begitu tersiksa dengan perkara ini’ terkadang jawaban akan kehidupan itu sangat sederhana. Jawabannya ada di hadapan kita. Kemudian saya bersyahadat pada 30 Juni 2003,”kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya