Fenomena Super Blue Moon Bisa Dilihat Malam Ini, Masya Allah Ini Artinya Menurut Islam
- VIVA/Muhamad Solihin
VIVA Lifestyle – Fenomena Bulan Purnama paling terang dan terbesar di tahun 2023 yang disebut sebagai Bulan Purnama Biru atau Super Blue Moon dinanti-nantikan banyak orang. Di Indonesia, fenomena ini juga disebut sebagai Purnama Tionggoan, diprediksi terjadi pada Kamis, 31 Agustus 2023, pukul 08:35 WIB, 09:35 WITA dan 10:35 WIT
Istilah Bulan Biru tidak ada hubungannya dengan warna, namun sejak tahun 1940-an ini merujuk pada bulan purnama kedua dari dua fenomena yang sama dalam satu bulan kalender. Oleh karena itu, Bulan Purnama pada hari Rabu ini ditetapkan sebagai Bulan Biru karena merupakan Bulan Purnama kedua di periode Agustus. Yuk, scroll untuk info selengkapnya.
Sama seperti Bulan Purnama pertama di bulan Agustus, yaitu Sturgeon Moon yang terjadi pada tanggal 1 Agustus, Blue Moon juga akan menjadi Supermoon, artinya bulan ini akan terjadi pada periode ketika satelit alami Bumi itu berada lebih dekat ke Bumi sehingga membuatnya tampak lebih besar di langit. Lantas, bagaimana pandangan Islam akan fenomena Blue Moon?
Dikutip laman Islam, Bulan dan Matahari memiliki nilai yang sangat agung, yaitu menjadi salah satu tanda kebesaran dan kekuasaan Allah SWT. Allah menjadikannya sebagai bukti kebesaran, keagungan dan kesempurnaan-Nya. Beberapa ayat Alquran mengafirmasinya:
“Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah ialah malam, siang, matahari dan bulan.” (QS Fussilat: 37).
Pada ayat di atas Allah menegaskan bukti kekuasaan, keesaan, dan kesempurnaan kuasa-Nya ialah menjadikan siang, malam, matahari dan bulan di waktu yang berbeda. Masing-masing selalu menjadi penyempurna bagi yang lain.
Mentari siang menjadi penyempurna bagi alam dan isinya ketika bulan tidak nampak, dan bulan menjadi pengganti matahari di kala malam. Seolah semua yang ada di bumi tidak ada yang benar-benar sempurna, tidak ada yang bisa menentukan keadaannya masing-masing. Matahari tidak bisa terus-menerus menerangi bumi. Semuanya ada di bawah kekuasaan Allah Yang Maha Sempurna dan Maha Segalanya.
Karena itu, pada ayat setelahnya Allah melarang manusia untuk bersujud dan menyembah kepada semua ciptaan itu. Allah memerintahkan manusia untuk hanya bersujud dan menyembah kepada-Nya yang telah menciptakan alam dan isinya.
Namun yang perlu direnungkan, cahaya bulan yang hanya tampak sempurna pada malam 15 setiap bulan hijriah. Lalu cahayanya redup dan hilang secara bertahap. Pada tanggal 1, malam masih sangat pekat, bulan enggan menampakkan cahayanya. Tanggal 2 semakin tampak, tanggal tiga pun demikian, sampai tanggal 14.
Cahaya itu sangat sempurna ketika sudah mencapai pertengahan bulan. Sebenarnya kenapa bisa demikian? Apa hikmahnya? Sementara matahari selalu cerah bersinar setiap hari selama satu bulan penuh.
Syekh Ibrahim al-Bajuri (1198-1276 H), ulama kelahiran desa Bajur dari provinsi Manufiya Mesir dalam Hâsyiyyatul Baijuri menjelaskan:
“Adapun hikmah sinar matahari tidak pernah bertambah dan tidak pernah berkurang, dan cahaya bulan selalu bertambah dan berkurang, adalah bahwa sebelum matahari terbit, ia diperintah (oleh Allah) untuk melakukan sujud kepada-Nya setiap malam. Karenanya, sinar matahari tidak pernah bertambah, tidak (pula) berkurang; sedangkan bulan diperintah untuk melakukan sujud hanya pada malam tanggal 14, karenanya cahayanya akan selalu bertambah sejak awal bulan, karena bahagia dengan sujudnya, namun selanjutnya cahayanya berkurang sampai akhir bulan, karena bersedih dengan (jauhnya dari perintah sujud itu).” (Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyyatul Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, [Beirut-Syiria, Darul Fikr: 1997], juz I, halaman 237).
Begitulah makhluk Allah SWT selain manusia. Ia sangat bersedih jika tidak melakukan sujud kepada-Nya. Kebahagiaan yang benar menurutnya hanyalah ketika bisa beribadah kepada Allah Zat Maha Sempurna dan Maha Segalanya.
Seolah, kehidupan makhluk Allah, seperti matahari dan bulan tidak akan tenang jika tidak melakukan ibadah. Sebaliknya ia sangat bersedih jika tidak beribadah. Dampaknya, cahaya bulan akan semakin redup, surut dan semakin hilang dari pandangan setiap malam.
Namun, jika waktu ibadah sudah dekat, ia sangat bahagia, tenang dan nyaman. Akibatnya, cahayanya semakin terang, sampai pada puncak paling sempurna yaitu malam tanggal 15 saat purnama. Berbeda dengan manusia, ibadah seakan tidak memberi dampak apapun. Bagi mereka, ibadah sekadar kegiatan rutinitas biasa yang dilakukan karena kewajiban belaka, bukan karena adanya dorongan untuk mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.