Dari Tanah Haram
- MCH 2023
Jakarta – Belum apa-apa sudah rindu setengah mati. Sebelum tiba, entah kenapa sudah sering menangis. Saat tiba, air mata semakin tak terbendung. Rasa syukur tak henti diucapkan, segala doa dan keinginan selalu dipanjatkan dalam setiap perjalanan. Menginjakkan kaki di Tanah Haram sebelumnya tak pernah jadi impian, namun ini nyata, saya bisa memandang Ka'bah. Berdoa, bahkan menjamu tamu tamu Allah.
Ya, menjadi bagian dari Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H/ 2023 M, mungkin memang bukan impian bagi saya. Tak pernah menyangka sedikitpun bisa menjadi salah satu dari 4000 orang yang dipanggil Allah untuk menuju ke Tanah Suci.
Bukan hanya sekadar diundang menjalani ibadah, mengelilingi Ka'bah, shalat di Masjid Nabawi hingga merasakan berada di Arafah mendapat kesempatan untuk berdoa sepuasnya. Undangan ini, sangat istimewa buat saya, karena Allah mempercayakan saya untuk mengemban tanggung jawab melayani tamu-tamu-Nya.
Enam bulan boleh saja berlalu, tapi perjalanan menuju tugas istimewa itu hingga sekarang sudah kembali ke Tanah Air, semua perjalanan sejak sebelum menginjakkan kaki di Tanah Suci, saat tiba di Tanah Suci hingga meninggalkan Tanah Suci samasekali tak bisa dilupakan.
Menangis makin sering saat melihat tekad kuat para jemaah lansia untuk menunaikan ibadah haji, menyempurnakan rukun Islam. Haji Ramah Lansia, boleh saja jadi tagline karena memang tahun ini 67 ribu jemaah adalah lansia. Jika bukan dari hati, tak akan mungkin tenaga ini tergerak untuk membantu mereka para lansia.
Meski kondisi sudah tak lagi bugar, semangat untuk berdoa di depan Ka'bah tak pernah pudar untuk para lansia dan juga penyandang disabilitas. Bahkan mereka rela berjalan jauh saat di Mina untuk melakukan lempar jumroh, mereka rela merasakan panas untuk berdoa di Arafah. Dan mereka berusaha kuat untuk menjalani sunnah Arbain di Nabawi. Ibadah haji memang bukan sekadar ibadah biasa. Butuh fisik yang kuat, jiwa dan raga yang sehat.
Meski tubuh mulai bungkuk, tak bisa berjalan, menggunakan kursi roda, para lansia tetap semangat menunaikan ibadah haji mengharap ridho Ilahi.
Suatu ketika, saya bertemu dengan jemaah lansia perempuan. Tubuhnya layu, menunggu jemputan ketua rombongan. Kondisinya sedang tak sehat, karena baru sembuh dirawat di pos kesehatan di tenda Arafah.
Saat itu, beliau cerita tak nafsu makan. Hanya minum beberapa teguk. Yang diceritakan hanya anaknya, doanya pun dipanjatkan untuk buah hatinya. Melihat kondisinya yang tak henti berdoa untuk sang buah hati, saya melow. Tiba-tiba cengeng. Semoga beliau sehat selalu.
Sedikit sekali momen yang sempat saya abadikan saat sedang bersama jemaah. Asyik ngobrol menemani mereka. Meski tak terekam kamera, kenangan itu akan tetap abadi dalam ingatan saya. Ikut senang kala mendengar cerita bahagia mereka bisa sampai ke Tanah Suci. Doa mereka yang utama, semoga sehat jadi haji Mabrur. Sederhana tapi penuh harap dan makna.
Namun, saat melihat para jemaah yang tak mampu berjalan, bahkan kain ihrom pun penuh kotoran, seperti membayangkan, bagaimana jika itu adalah orang tua saya. Maka tak akan tega momen itu jika diabadikan. Berharap para jemaah lansia bisa selalu sehat, diberi kemudahan dan kelancaran menjalankan ibadah haji dan bisa pulang dalam keadaan sehat bertemu kembali dengan keluarga tercinta.
Momen penyelenggaraan ibadah haji ini, juga jadi momen yang membahagiakan untuk para petugas haji. Karena di Tanah Suci, kami memiliki keluarga baru. Dari berbagai daerah, dari berbagai karakter dan profesi.
Tak peduli apa jabatan mereka, kami semua saling bantu dan saling support satu sama lain.
Maka tak heran jika berat sekali meninggalkan Tanah Suci setelah 60 hari. Ada keluarga baru, namun tetap merindukan keluarga di Tanah Air.
Ya, lagi-lagi, belum apa apa sudah rindu. Baru seminggu pulang ingin sekali momen saat saat menjadi petugas haji terulang. Semoga suatu saat bisa kembali, bersama keluarga.
Semoga seluruh petugas dan para jemaah haji selalu diberi kesehatan, pulang dengan selamat dan menjadi haji yang mabrur. Amien Yaa Robbal Alamiin.