Survei: Tingkat Stres Karyawan Indonesia Paling Rendah Se-Asia

Ilustrasi wanita/marah/stres.
Sumber :
  • Freepik/wayhomestudio

JAKARTA – Tingkat stres pekerja Indonesia ternyata tidak sebanding dengan pekerja-pekerja di negara Asia lainnya. Hal itu terungkap dalam Laporan Health on Demand 2023, yang dikeluarkan oleh Mercer Marsh Benefits, unit bisnis dari Marsh McLennan. 

Puan Maharani Ingatkan Tidak Boleh Ada PHK di Sritex Usai Diputus Pailit

Laporan Health on Demand tahun 2023 melakukan survei terhadap lebih dari 17.500 karyawan di 16 pasar seluruh dunia, termasuk lebih dari 5.200 karyawan di Asia. Survei tersebut mengenai prioritas kesehatan dan kesejahteraan mereka sehingga perusahaan mampu berupaya memenuhi kebutuhan karyawan dengan lebih baik lagi. Scroll untuk info selengkapnya. 

Di kawasan Asia, karyawan di Indonesia (26%) tercatat memiliki tingkat stres paling rendah dalam kehidupan sehari-hari, lebih rendah dari rata-rata karyawan di Asia (44%). Meski demikian, hampir sebagian dari mereka (45%) mengaku pernah bekerja saat kondisi mental yang tidak sehat.

Cara Mengatasi Kelelahan Mental dengan Teknik Relaksasi

Wulan Gallacher, Managing Director Mercer Marsh Benefits Indonesia mengatakan, mengatasi rasa burnout bisa dimulai dengan memastikan rasa aman secara psikologis di tempat kerja. Saat ini, para perusahaan terkemuka mengatasi permasalahan utama yang menyebabkan karyawan merasa stres di tempat kerja sebagai bagian dari strategi manfaat kesejahteraan yang komprehensif dan inklusif,

Jadi Tersangka Baru Kasus Korupsi, Ini Peran Eks Manajer Indofarma

"Misalnya meninjau kembali desain pekerjaan dan kompetensi para supervisor, mengatur target dan ekspektasi yang rasional, menciptakan budaya kebersamaan dan pengambilan keputusan yang inklusif. Serta, menawarkan manfaat kesejahteraan, seperti perawatan terkait kesehatan mental, dan bahkan pelatihan untuk mengatasi tantangan kesehatan mental," ujar Wulan dalam keterangannya, dikutip Minggu 23 Juli 2023. 

Meningkatkan kesehatan mental karyawan membutuhkan solusi dan manfaat kesejahteraan yang inovatif. Di Indonesia, layanan yang ditargetkan untuk kesehatan mental anak muda (46%), pelatihan untuk mengenali dan mengatasi tantangan kesehatan mental (41%), serta asuransi atau program untuk meringankan beban biaya 
perawatan kesehatan mental dan konseling virtual dengan terapis (39%) dirasa akan bermanfaat bagi karyawan maupun keluarganya.

Selain itu, laporan tersebut juga menunjukkan adanya korelasi positif antara penawaran manfaat kesejahteraan yang lebih banyak dengan tingkat kepuasan karyawan. Hasil menyebutkan bahwa karyawan yang memperoleh sepuluh atau lebih manfaat kesejahteraan, lebih cenderung percaya bahwa perusahaan memerhatikan aspek kesehatan, juga kesejahteraan. 

"Mereka juga merasa lebih berkembang dalam melakukan peran dan tanggung jawab di tempat kerja dan lebih kecil kemungkinannya untuk meninggalkan perusahaan tersebut. Selain itu, mereka juga lebih yakin bahwa mereka mampu membayar biaya perawatan kesehatan.yang dibutuhkan keluarga mereka," ungkap Wulan. 

Walau demikian, hanya 17 persen karyawan di Indonesia yang mendapatkan lebih dari sepuluh manfaat kesejahteraan, dengan lebih dari separuhnya (56%) hanya menerima hingga empat manfaat kesejahteraan saja. 

ilustrasi multitasking/bekerja.

Photo :
  • freepik/wayhomestudio

Meskipun ada 78 persen karyawan di Indonesia yang merasa bahwa perusahaan memerhatikan aspek kesehatan dan kesejahteraan mereka, hanya 65 persen dari mereka yang mengatakan bahwa manfaat kesejahteraan yang mereka dapatkan sesuai dengan kebutuhan mereka. 

"Para Manajer Risiko dan SDM (Sumber Daya Manusia) perlu meninjau kembali relevansi dan nilai dari manfaat kesejahteraan yang mereka berikan untuk karyawan, dan mencari langkah inovatif dalam membantu karyawan untuk lebih berkembang dan berkinerja dengan baik," pungkas Wulan Gallacher.

Adhisty Zara

Adhisty Zara ke Psikolog Hingga Psikiater Gegara Stres Berat, Gak Bisa Berhenti Nangis Berjam-jam

Masalah yang datang bertubi-tubi ternyata membuat Adhisty Zara pernah mengalami gangguan mental. Ia mengaku sempat dalam fase stres berat yang membuatnya terus menangis.

img_title
VIVA.co.id
1 November 2024