Soal Timbunan Sampah, Plastik Kresek Sering Disalahkan, Padahal Ada Kemasan Sachet yang Terlupakan

Ilustrasi Sampah Plastik
Sumber :
  • ist

JAKARTA – Plastik kresek kerap dikambinghitamkan sebagai bentuk single use plastic (SUP) yang sulit didaur ulang atau tidak dapat digunakan kembali. Padahal, plastik kresek pada kenyataannya bisa digunakan secara berulang. 

Rapat Kerja Perdana dengan Komisi XII DPR RI, Menteri LH Paparkan Program Strategis 2025

Faktanya, golongan single use plastic bukan hanya plastik kresek saja. Ada bentuk lain yang kerap dilupakan dan mirisnya masih diproduksi dan kita gunakan sehari-hari. Apa itu? Yuk, scroll untuk mengetahui jawabannya.

Vice Chairwoman Indonesian Plastics Recyclers (IPR), Amelia Maran, mengungkapkan, umumnya, ketika browsing di internet, plastik kresek kerap disebut-sebut sebagai single use plastic dan dikategorikan sebagai low value plastic. Namun sayangnya, ada yang terlupakan. 

Intip Cara Lippo Karawaci Ubah Limbah Jadi Sumber Daya

"Tapi lupa dengan kemasan-kemasan packaging seperti plastik dari produk sachet," ujarnya saat talkshow media 'Kontribusi Industri Daur Ulang terhadap Plastik Low-Value di Indonesia, yang digelar Chandra Asri di kawasan Jakarta Selatan, belum lama ini. 

Hari Keberlanjutan Sedunia, Gotong Royong Bersihkan Sampah di Pantai Bali

"Padahal, karakter dari produk-produk ini bukan hanya sekali pakai lagi, bener-bener sekali pakai langsung buang. Sedangkan kalau kresek, misal dari pasar, kalau kita lihat value chance-nya, dari pasar pakai kresek, sampai rumah masih kita pakai untuk tempat sampah atau kalo gak punya tempat sampah, kita simpen lagi. Itu sebenernya udah pakai prinsip reuse," tambahnya. 

Menurut Amel, sapaannya, banyak sekali miskonsepsi terkait single use plastic ini, sehingga harus diluruskan. 

"Kalo kita Google, banyak yang bilang kalo low value plastic itu tidak bisa didaur ulang, tidak punya nilai ekonomi, tidak terkoleksi dengan baik. Jadi, sebenarnya jargon-jargon itu jadi pattern, padahal belum tentu benar," jelasnya. 

Oleh karena itu, Amel mengimbau untuk mulai mengurangi atau bahkan berhenti menggunakan produk dengan kemasan sachet, karena dampaknya tidak main-main. 

"Yang cukup disesalkan adalah sachet cemari lingkungan, menjadi mikroplastik. Itu memang benar, kita kalau ke mana-mana faktanya memang banyak sekali lingkungan-lingkungan kita yang tercemari oleh sampah-sampah itu. Tapi bukan hanya sampah plastik aja, banyak sebenernya sampah-sampah lain. Cuma yang gampang kita temukan, gampang banget disalahkan ya plastik," tukasnya. 

Ilustrasi sampah plastik.

Photo :
  • Freepik

"Saat ini, kayanya mencari kesalahan tidak bisa didaur ulang. Jadi selalu objek yang disalahkan, bukan perilaku masyarakatnya, pengolahan sampahnya, atau pengelolaan transportasi dari Pemdanya apakah menyediakan fasilitas-fasilitas seperti itu," imbuh Amelia Maran. 

Kehadiran industri daur ulang plastik sendiri berperan dalam mengalihkan sampah plastik low value di TPA serta mendukung target Indonesia untuk mengurangi 70 persen sampah plastik di laut pada 2025. 

Di Indonesia, sampah plastik juga sudah menjadi komoditas bisnis dan sudah terbentuk komunitas yang mampu memberikan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. 

Berada dalam diskusi yang sama, Circular Economy Sr. Specialist Chandra Asri, Nicko Setyabudi, turut mengapresiasi peran industri daur ulang di Indonesia, terutama pemulung yang menjadi garda terdepan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. 

"Kami percaya bahwa industri daur ulang kini bisa dilakukan dengan kolaborasi, seperti Chandra Asri yang berkolaborasi menciptakan fasilitas pengelolaan sampah yang terintegrasi bersama dengan masyarakat," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya