Umat Muslim Diharamkan Berpuasa Saat Hari Tasyrik, Begini Asal Muasalnya
- Pixabay
Jakarta – Hari Tasyrik merupakan tiga hari setelah Idul Adha (10 Dzulhijjah), yakni pada 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Ketiga hari ini menjadi istimewa dalam islam.
Meski begitu, umat muslim diharamkan untuk berpuasa. Mengapa demikian? Berikut penjelasan soal hari Tasyrik dan amalan di hari tersebut.
Asal usul hari Tasyrik
Hari Tasyrik erat kaitannya dengan hari raya Idul Adha. Pada waktu tersebut, umat muslim dilarang untuk berpuasa. Larangan tersebut sejalan dengan pelaksanaan qurban itu sendiri.
Dikutip dari MUI Digital, Tasyrik atau tasyriq dalam bahasa Arab merupakan patron kata masdar dari “syarraqa” yang memiliki arti “matahari terbit atau menjemur sesuatu”. Tasyrik juga diartikan dengan penghadapan ke arah timur (arah sinar matahari).
Syekh Ibnu Manzur (711 H) dalam magnum opusnya Lisan al-Arab menyebutkan terdapat perbedaan pendapat Ulama tentang alasan perbedaan penamaan tasyrik. Kedua pendapat tersebut sebagai berikut:
Pertama, dinamakan tasyrik dikarenakan waktu tersebut adalah hari di mana umat Islam menjemur daging qurban mereka untuk dibuat dendeng.
Pendapat tersebut disandarkan pada masa Rasulullah SAW belum adanya teknologi pendingin seperti kulkas. Alhasil, masyarakat kala itu menyimpan daging dengan waktu lama dengan cara dijemur.
Langkah ini dilakukan agar daging qurban yang melimpah saat Idul Adha dapat disimpan dalam jangka panjang dan bisa menjadi cadangan makanan untuk dikonsumsi.
Kedua, pelaksanaan ritual qurban dilakukan setelah matahari terbit. Telah disebutkan di atas, pada hari Tasyrik setiap muslim diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah apapun kecuali berpuasa. Mengapa terdapat larangan puasa pada waktu tersebut?
Larangan puasa di hari Tasyrik disebabkan waktu tersebut sangat dianjurkan untuk menikmati berbagai hidangan dan olahan dari daging qurban. Dalam Haditsnya Rasulullah pernah mengabarkan terkait larangan ini sebagai berikut:
“Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu anhuma, keduanya berkata: “Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan qurban ketika menunaikan haji.” (HR. Bukhari, no. 1859)
Pada kesempatan lain hari Tasyrik juga disebut juga dengan hari untuk makan dan minum. Rasulullah bersabda:
“Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, serta merupakan hari-hari untuk makan dan minum.” (HR. An-Nasa’i, no. 2954)
Pada hari Tasyrik juga umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah seperti berdzikir, berdoa, serta menyembelih hewan qurban. Perintah untuk berqurban tersebut tercatat dalam surat al-Kautsar ayat 2 berikut:
“Maka, laksanakanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurban lah!”
Amalan di hari tasyrik
Dikutip dari NU Online, terdapat tiga amalan yang dianjurkan menurut para ulama dalam menjalani hari tasyrik. Berikut beberapa amalannya.
1. Perbanyak takbir
Melihat dari pandangan Ibnu Abbas, Imam Bukhari menulis bahwa perintah dzikir pada hari-hari tertentu di Surat Al-Baqarah ayat 203 dipahami sebagai Hari Tasyrik. Pada hari itu, Ibnu Abbas bertakbir dan banyak yang mengikutinya.
Sementara itu, Muhammad bin Ali, diriwayatkan Imam Bukhari, secara khusus membaca takbir selepas shalat. Hal yang sama juga diriwayatkan Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dari Imam Abu Hanifah yang berpendapat bahwa amal pada Hari Tasyrik adalah takbir setelah shalat.
Ibnu Bathal yang juga mensyarahkan Shahih Bukhari mengutip pendapat Mahlab, bahwa amal utama pada Hari Tasyrik adalah pembacaan takbir sebagaimana lafal takbir yang dianjurkan. Bahkan menurutnya, dzikir takbir pada Hari Tasyrik lebih utama daripada shalat sunnah.
2. Perbanyak tahlil, tahmid, dan takbir
Ibnu Hajar Al-Asqalani pada akhir pembahasan amal pada Hari Tasyrik mengutip riwayat hadits yang menganjurkan umat Islam untuk membaca tahlil, tahmid, dan takbir.
“Pada riwayat Ibnu Umar ada tambahan kalimat di akhir, ‘Perbanyaklah tahlil, tahmid, dan takbir pada Hari Tasyrik,’” (Al-Asqalani, 2004 M/1424 H: II/529).
3. Jenis Amal Ibadah
Al-Asqalani mengutip pendapat Ibnu Abi Jamrah, bahwa Islam tidak menentukan amal atau dzikir tertentu pada Hari Tasyrik. Menurutnya, amal apapun asal dilakukan pada Hari Tasyrik tetap lebih utama daripada amal yang sama di luar Hari Tasyrik.
Sebab, Hari Tasyrik merupakan waktu yang istimewa untuk ibadah. Oleh sebab itu, amalan apapun asal dilakukan pada waktu-waktu yang istimewa maka ganjarannya juga istimewa.
Hal ini mengingat Allah swt mengistimewakan waktu-waktu tertentu, sebagaimana Dia mengistimewakan tempat-tempat tertentu. (MUI/NU Online)