KLHK Sebut Sampah Galon Sekali Pakai Jadi Persoalan di Masyarakat

galon air
Sumber :
  • Pixabay

JAKARTA – Produsen air minum dalam kemasan (AMDK) galon sekali pakai dinilai telah salah menafsirkan Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah khususnya yang terkait dengan ketentuan ukuran kemasan yang diwajibkan minimal 1 liter. Terbukti, ukuran galon sekali pakai ini telah menjadi persoalan di masyarakat untuk mengelola sampahnya. 

Dari Sungai hingga Laut, Dampak Polusi Plastik pada Ekosistem Perairan

“Itu sebetulnya bukan arahan untuk membuat kemasan segede-gede gaban. Itu keliru membacanya. Ukuran minimal itu untuk menghindari kemasan yang terlalu kecil sehingga sulit untuk dikumpulkan. Tapi bukan artinya membuat kemasan segede-gede gaban,” ujar Ujang Solihin “Uso” Sidik, Kasubdit Tata Laksana Produsen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) saat webinar 'Akuntabilitas Program Pengelolaan Sampah Plastik Produsen' yang digelar Aliansi Profesi Jurnalis Indonesia (APJI), belum lama ini. Scroll untuk info selengkapnya.

Dia mengutarakan temuan di lapangan di mana bekas galon AMDK sekali pakai itu sulit untuk dikumpulkan. Menurutnya, karena ukurannya yang terlalu besar, masyarakat juga kebingungan untuk mengumpulkan sampahnya setelah airnya habis dipakai.

Jalin Gandeng EcoTouch Implementasikan Bisnis Berkelanjutan

"Ini sudah menjadi fakta di lapangan. Saya pun menemukan dekat rumah saya sendiri galon-galon yang sekali pakai itu akhirnya diisi lagi dengan air dan dijejeri untuk jagai taman di rumah,” tuturnya.

Kegiatan Tukar Sampah Jadi Susu, Berikan Peluang bagi Warga Menukar Botol Plastik Bekas

Bukan hanya itu, menurut pengakuan Uso, dia juga melihat bekas galon-galon sekali pakai itu akhirnya diisi air untuk menjaga tempat parkir di kampus Universitas Indonesia (UI).

"Ini jelas sangat keliru dan kami sedang approach ke produsen supaya mereka bertanggung jawab dengan kondisi ini,” ucapnya.

Jadi, kata Uso, ukuran kemasan seperti ketentuan dalam Permen LHK Nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah itu bukan berarti menjadi lebih besar seperti yang dilakukan produsen AMDK galon sekali pakai. 

"Bukan, itu salah salah bacanya. Yang penting adalah bagaimana size itu penting dalam kemasan. Ukuran kemasan yang tepat itu menjadi penting, tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil,” ucapnya. 

Kata Uso, produsen yang membuat dan memasarkan AMDK galon sekali pakai harus mempunyai kewajiban untuk menarik kembali sampahnya untuk didaur ulang menjadi galon baru.

Ilustrasi kemasan botol minum atau BPA.

Photo :
  • iStockphoto.

"Itu yang sedang kami kejar untuk produsen ini. Karena, di lapangan sampah galon sekali pakai ini sudah terbukti menjadi persoalan,” katanya.

Jangankan masyarakat biasa, menurutnya, para pelapak dan pemulung termasuk bank sampah juga mengaku kesulitan untuk mengumpulkan sampah galon sekali pakai ini.  

“Ini fakta dan akan kami sampaikan ke produsennya untuk ikut bertanggung jawab agar bagaimana galon-galon ini supaya tidak dijadikan untuk jaga tempat parkir atau jadi pagar atau jadi tempat kolam ikan dan seterusnya,” tukasnya.

Dia mengingatkan bahwa jenis plastik sekali pakai ini sangat berharga sehingga harus didaur ulang untuk dijadikan botol baru atau atau jadi galon baru lagi.  

“Ini yang sedang kami approach ke produsen untuk segera melakukan hal yang harus mereka lakukan,” ujarnya. 

Uso menegaskan bahwa yang diinginkan KLHK adalah bagaimana agar sampah-sampah plastik itu bisa dengan mudah dikumpulkan, dipilah dan didaur ulang. Artinya, bagaimana mengatur kemasannya supaya pas dan tidak menjadi persoalan di masyarakat. 

Dia mengatakan selain kemasan AMDK galon guna ulang, KLHK juga akan mengatur produk-produk yang isinya udara separuhnya.

"Itu hanya strategi marketing dari para produsennya saja. Kami sedang mengawal dalam rangka menghemat penggunaan plastik. Seharusnya yang over packaging ini harus juga sudah diakhiri. Karena banyak sekali kemasan yang over packaging ini yang separuhnya isinya udara, padahal ini bisa diresizing sesuai dengan kebutuhan isinya,” ungkapnya.

Menteri Lingkungan Hidup sekaligus Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Hanif Faisol Nurofiq melakukan inspeksi mendadak ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Muara Fajar, Pekanbaru, Riau, Sabtu, 23 November 2024.

Sidak TPA Muara Fajar, Menteri LH Tegaskan Pemda Harus Gercep Tangani Masalah Sampah

Menteri Lingkungan Hidup melakukan inspeksi mendadak TPA Muara Fajar, Kota Pekanbaru. Dia menyoroti pengelolaan sampah yang dinilai sudah sangat darurat dan mendesak.

img_title
VIVA.co.id
24 November 2024