Wajibkah Pria Nafkahi Anak Yang Lahir di Luar Pernikahan?
- U-Report
JAKARTA – Anak yang lahir di luar pernikahan terkadang mengalami kesulitan terkait dengan statusnya. Terlebih jika ibu dan ayah kandung mereka tidak menikah.
Beberapa contoh kasus misalnya saja yang terbaru Rezky Aditya dan Wenny Ariani. Diketahui Rezky Aditya sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait dengan anak Wenny yang bernama Wenny Ariani bernama Naira Kaemita Tarekat atau dikenal dengan sebutan Kekey.
Namun belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan suami Citra Kirana itu. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Dalam putusan Mahkamah Agung Tangerang, majelis hakim memutuskan jika Rezky Aditya adalah ayah biologis dari anak yang dilahirkan oleh Wenny Ariani bernama Naira Kaemita Tarekat atau dikenal dengan sebutan Kekey.
Bukan hanya status saja, terkadang nafkah kepada anak yang lahir sebelum adanya pernikahan juga terkadang kesulitan untuk mendapatkan nafkah dari ayah kandungnya. Lantas bagaimana Islam memandang hal tersebut?
Buya Yahya mengungkap bahwa jika seorang perempuan yang hamil di luar dari pernikahan kemudian dinikahkan oleh pria yang menghamilinya ayah dari anak tersebut tetap memberikan biaya kehidupan anak tersebut.
“Anda bukan bapaknya anak tersebut. Tapi soal memberi nafkah anda kan manusia hendaknya anda tobat, Anda sudah menikah dengan ibunya. Jadikan anak itu menjadi anak soleh didik, biayai dia. Ini bukan urusan wajib tidak wajib,” kata Buya Yahya mengutip tayangan YouTube.
Lebih lanjur diungkap oleh Buya Yahya juga tak patut jika ayah anak tersebut masih berpikir untuk tidak memberikan nafkah pada anaknya itu. Selain itu, ayah dan ibunya juga bertanggung jawab untuk mendidik anaknya menjadi lebih baik.
“Keterlaluan jika Anda masih memikirkan demikian itu. Lahir sebabnya Anda, anggap saja dia anak orang lain. Tapi dia anaknya istri Anda. Anggap saja anak tiri, jangan biasakan anak tiri tanggungan siapa selama hidup sama kita, kita beri. Hidup kita bukan hitung-hitungan fiqih, tapi hidup kita harus naik pangkat untuk urusan akhlak,” kata dia.
Meski demikian jika secara hukum Islam anak yang lahir sebelum adanya pernikahan tetap tidak bisa mendapatkan hak waris dari ayahnya.
“Itu anak istri kenapa tidak aku cintai dia apalagi punya kisah masa lalu anak itu lahir sebab Anda. Meski nashab tidak bisa mewarisi dari anda, tapi sebagai tanggung jawab Anda seorang muslim Anda biayai, sekolahkan,” ujar beliau.
Namun berbeda jika kedua orang tua anak yang telah lahir sebelum pernikahan tidak menikah. Ayah tetap harus memberikan nafkah, tetapi pemberi nafkah itu tidak boleh memberi tahu sosok pemberi nafkah itu adalah ayah kandungnya.
“Berbeda jika ibunya tidak Anda nikahi berbeda seorang laki-laki menghamili seorang wanita, lahirlah seorang anak. Kalau ini kasusnya berbeda, anak ini lahirnya disebabkan laki-laki itu membiayai itu manusiawi. Cuman jangan menyebut-nyebut. Kalau kebaikannya ditampakkan nanti akan jadi tanda tanya,” kata Buya Yahya.
Buya Yahya menambahkan,”Pokoknya biaya sekolah dijamin saja, jangan memberi tau bahwa laki-laki itu yang memberi. Sebab ketika dia memerhatikan secara khusus akan ada tanda tanya akan membongkar aib, 'oh itu bapak aku rupanya' padahal bukan bapak beneran. Intinya tetap sama merawat anak tersebut, dan ingat anak zina jangan direndahkan dihinakan, dia bisa menjadi wali, bisa menjadi kekasih Allah,” ujar beliau.
Buya Yahya juga mengungkap bahwa wajib bagi orang tua dan orang disekitarnya tidak boleh menghina anak tersebut. Wajib bagi kita untuk mengasihi dan menyayangi anak tersebut layaknya seperti anak yatim. Bahkan harus lebih dari anak yatim.
“Bahkan kalau kita bisa melihat anak hasil zina dia lebih yatim dari anak yatim. Kita perlakukan seperti lebih dari anak yatim. Kalau anak yatim ditinggal bapaknya ibunya baik-baik, tapi kalau anak keluar zina bapaknya tidak ada, ibunya belum taubat harus kita tolong,” jelasnya.
“Tetap kalau mau rawat anak itu kita harus yakin bisa menutup aibnya sehingga anak itu tumbuh dewasa dengan sehat mentalnya sehat hatinya sehat pikirannya jangan dibayangi pekerjaan ibunya sehingga dia terjerumus dengan kehinaan yang serupa,” ujar beliau.