Dibangun Abad 17, Jelajahi Jejak Bangsa Arab di Masjid Menara Semarang
- VIVA/Teguh Joko Sutrisno (Semarang)
VIVA Lifestyle – Perkembangan agama Islam di Nusantara tak lepas dari andil para pendatang. Mereka tiba di sini setelah mengarungi lautan dengan kapal untuk tujuan utama berdagang dan berdakwah.
Antara lain berasal negeri jazirah Arab, Pakistan, dan Gujarat. Mereka mendarat di pelabuhan, dan kemudian bermukim membentuk perkampungan, berdakwah dan membangun masjid.
Wilayah mereka berlabuh tersebar di banyak tempat. Salah satunya adalah Semarang yang waktu itu punya pelabuhan dagang yang ramai. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Jejak tersebut masih ada hingga sekarang, dan yang cukup dikenal adalah Masjid Menara atau Masjid Layur. Lokasinya ada di Jalan Layur tepi Kali Semarang.
Menurut salah satu tokoh Muslim setempat menyebutkan, Masjid Menara Semarang dibangun pada abad ke 17 dan tetap kokoh dan dipakai untuk beribadah.
Ini adalah salah satu dari sekian banyak masjid tua di Semarang yang masih kokoh berdiri. Pada masa itu tempat ini menjadi pertemuan para pedagang yang menambatkan perahu, dimana berbagai suku bangsa pun bertemu.
"Masjid menara dibangun oleh warga keturunan Arab antara tahun 1820 hingga 1825. Warga dari berbagai suku di sekitar pelabuhan juga ikut memberi andil. Makanya masjid ini punya ciri khas yang menggambarkan perpaduan berbagai suku bangsa. Ada Arab, Jawa,Melayu, dan sentuhan Eropa juga ada pada bangunan menara," kata H. Abubakar Alatas, tokoh muslim di Jalan Layur Semarang.
Disebut Masjid Menara karena terdapat menara tinggi yang dulu berfungsi sebagai mengumandangkan adzan sekaligus untuk mercusuar pengamat kapal.
"Itu menara kan dulunya untuk mercusuar, itu gaya Eropa yang tinggi-tinggi itu. Lalu dipakai juga untuk mengumandangkan azan. Kemudian untuk atap masjid itu arsitektur khas Jawa yang seperti atap Masjid Demak. Lalu bangunan utama dan ornamen masjid itu ciri bangunan Arab dan Timur Tengah," ungkapnya.
Tembok masjid cukup tebal terbuat dari batu bata yang direkatkan dengan serbuk tanah liat kering. Pada bagian tepi ditutup dengan lapisan batu. Tiang penyangga, kusen jendela dan pintu, serta langit-langit masjidnya terbuat dari kayu jati tua.
Secara umum Masjid Menara masih asli seperti pertama kali dibuat. Hanya genteng yang dulunya kayu sirap sekarang sudah diganti dengan genteng.
"Dulu masjid ini dua tingkat. Lantai bawah itu untuk naruh barang. Tapi sekarang karena rob, lantai bawah mau tidak mau kena urug. Jadi sekarang hanya lantai atas yang masih bisa dipakai untuk sholat," jelas H. Abubakar.
Salah satu keistimewaan masjid ini adalah bangunan utama masjid hanya diperuntukkan untuk jemaah laki-laki. Sedangkan untuk jemaah wanita menempati bangunan khusus samping masjid.
Selama bulan Ramadhan, masjid ini cukup ramai untuk sholat tarawih dan berbuka puasa dengan sajian khas kopi Arab.
Laporan : Teguh Joko Sutrisno (Semarang)