KLH: DKI Jakarta Penghasil Sampah Terbanyak di Indonesia

Sampah di Bantar Gebang Bekasi
Sumber :
  • Tangkapan Layar

VIVA Lifestyle – Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melaporkan bahwa timbunan sampah di DKI Jakarta mencapai 3.1 juta ton dan merupakan provinsi penghasil timbulan sampah terbesar kedua setelah Jawa tengah di Indonesia.

Kunjungi Bandung, Menteri LH Minta Komitmen Jawa Barat Memperbaiki TPA Sarimukti 

Data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta pada akhir 2022 juga menyebutkan bahwa Provinsi DKI Jakarta mengirimkan lebih dari 7.500 ton sampah setiap harinya ke TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. 

Hampir 50 persen di antaranya adalah Sampah Anorganik atau sampah dengan kategori yang sulit terurai oleh alam, seperti botol platik, tas plastik, kaleng dan lainnya. Sampah yang dihasilkan oleh warga ibukota ini tentu dapat memicu dampak berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan apabila tak segera diatasi.

Inisiatif Pengelolaan Sampah Puntung Rokok yang Menginspirasi

“Sampah plastik mengeluarkan zat zat yang berbahaya kalau tidak didaur ulang, apalagi untuk anak-anak yang berada di sekitar lingkungan TPA (Tempat Pembuangan Akhir), mereka bisa semakin rentan terkena penyakit, udara yang dihirup tidak sehat, dan siklus hidupnya menjadi terganggu," tutur Child Campaigner Jakarta, Nada, dalam keterangannya.

Krisis Iklim Mendesak, Intip 8 Pendekatan Keberlanjutan Langkah Membumi Festival 2024

Nada juga menjelaskan pentingnya kegiatan yang diinisiasi oleh Child Campaigner Jakarta untuk meningkatkan kesadaran masyarakat serta pembiasan memilah dan mendaur ulang sampah di Jakarta. Sebab, kebiasaan negatif menimbun sampah dapat berdampak tidak hanya pada generasi saat ini tapi juga berkelanjutan ke generasi seterusnya.

"Jadi, bukan hanya anak yang merasakan efeknya, tetapi generasi selanjutnya juga bisa jadi korbannya,” tambahnya.

Maka, Save the Children Indonesia bersama lebih dari seratus dua puluh anak di Jakarta gelar Festival #SekarangSaatnya Dari Sampah Jadi Berkah: Jadikan Daur Ulang sebagai Gaya Hidup untuk memperingati Hari Daur Ulang Sedunia.

Secara global hari daur ulang sedunia bertemakan From Waste to Taste: Make Recycling Becomes a Lifestyle, di Indonesia, Save the Children Indonesia bersama Child Campaigner melokalkan tema menjadi #SekarangSaatnya Dari Sampah Jadi Berkah: Jadikan Daur Ulang sebagai Gaya Hidup. 

Festival ini diinisiasi oleh Child Campaigner Save the Children Indonesia di Provinsi DKI Jakarta, anak–anak juga menggandeng berbagai pihak diantaranya masyarakat, Pemerintah dan sektor swasta untuk mengambil langkah preventif mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang sampah plastik. Program ini juga melakukan edukasi dan aktivitas kampanye, dan telah berhasil menjangkau 8,300 anak di 10 sekolah dan 2 RPTRA yang tersebar di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. 

“Edukasi serta kampanye yang diinisiasi dan dipimpin oleh anak mengenai bahaya sampah plastik, menjadi bagian integral dalam pelaksanaan program. Kami mendorong seluruh masyarakat untuk ikut ambil bagian melalui kampanye #SekarangSaatnya untuk Aksi Generasi Iklim," jelas CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung, 

Program Sirkular Ekonomi Save the Children Indonesia berkolaborasi dengan plastic pay mengajak anak-anak dan masyarakat untuk membiasakan diri memilah sampah plastik agar dapat dikelola menjadi barang baru yang bernilai secara ekonomi. Sejak Oktober 2022 hingga Maret 2023, lebih dari 560 kilogram sampah plastik telah dikelola dan tidak berakhir di tempat sampah, langkah ini telah membantu pengurangan jejak karbon sebesar 2,4 ton. 

#SekarangSaatnya merupakan bagian dari Kampanye nasional Save the Children Indonesia yaitu Aksi Generasi Iklim. Kampanye ini telah dicanangkan sejak tahun 2022, dan diinisiasi oleh anak anak di 6 Provinsi (DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur). 

Aksi Generasi Iklim bertujuan untuk memastikan anak-anak dan keluarga, terutama mereka yang terdampak secara langsung dari krisis iklim, dapat melakukan upaya-upaya bertahan hidup dan beradaptasi, serta memperkuat sistem penanganan perubahan iklim yang lebih berpihak pada anak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya