Polusi Udara Hingga Emisi Gas Rumah Kaca Jadi Tantangan Masalah Lingkungan Indonesia
- VIVA/M Ali Wafa
VIVA Lifestyle – Salah satu masalah lingkungan di Indonesia disebabkan oleh kepadatan penduduk yang tinggi dan pembangunan ekonomi, termasuk polusi udara, kemacetan lalu lintas, dan pengelolaan limbah. Masalah sampah, merupakan tugas kolektif yang harus dibenahi.
Selain itu, ada juga isu emisi gas rumah kaca yang memprihatinkan, di mana Indonesia masih mengalami tantangan dalam mengelola pasokan energinya dari sumber terbarukan. REC adalah bukti penggunaan energi terbarukan dalam rantai produksi dan komitmen turut serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. REC adalah instrumen yang merepresentasikan atribut terbarukan dari setiap MWh listrik yang diproduksi oleh pembangkit listrik terbarukan. Satu unit REC merepresentasikan satu MWh.
Penjualan REC akan mendorong pengembangan pembangkit listrik energi terbarukan di Indonesia. Menurut catatan PLN, energi yang berasal dari sumber terbarukan akan mendukung pencapaian bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025 dan mendukung target elektrifikasi 100 persen. Transisi ke energi terbarukan juga akan otomatis mengurangi emisi gas rumah kaca.
Hingga September 2022, menurut data Kementerian ESDM, angka konsumsi listrik Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara di ASEAN, yaitu sebesar 1.169 kWh/kapita. Sedang rata-rata konsumsi listrik di ASEAN sendiri sebesar 3.672 kWh per kapita. Masalahnya, sebagian besar (hampir 87 persen) pasokan listrik di Indonesia berasal dari bahan bakar fosil (batubara dan minyak bumi). Konsumsi batubara untuk kelistrikan malah mengalami kenaikan 60 persen pada 2022.
Pemerintah sendiri memasang target net zero emission maksimal pada tahun 2060 dengan beralih dari bahan bakar fosil. Untuk itu, secara bertahap pemerintah melakukan phasing out pembangkit listrik batubara, dan pengembangan EBT. Sebanyak 635 Gigawatt (GW) dari 1.885 TWh kebutuhan listrik di tahun 2060 sepenuhnya akan dipasok melalui pembangkit listrik EBT.
Atas dasar itulah, Frisian Flag Indonesia mengukuhkan komitmennya dalam upaya penerapan inisiatif ramah lingkungan dalam rantai produksi melalui pembelian Sertifikat Energi Terbarukan atau Renewable Energy Certificate (REC) dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Seremonial penandatanganan sertifikat REC dari PLN oleh FFI dilakukan sekaligus memperingati Hari Peduli Sampah Nasional yang diperingati setiap tanggal 21 Februari dan tahun ini mengangkat tema “Tuntas Kelola Sampah untuk Kesejahteraan Masyarakat". Tema ini dimaksudkan untuk menjawab masalah perubahan iklim melalui berbagai upaya menjaga kelestarian lingkungan serta mencapai target net zero emisi gas rumah kaca.
President Director PT Frisian Flag Indonesia, Berend Van Wel, mengatakan komitmen FFI sejalan dengan pemerintah untuk beralih dari bahan bakar fosil dan mencapai net zero emisi karbon pada 2060.
“Sertifikat energi terbarukan ini merupakan instrumen yang merepresentasikan komitmen FFI untuk menerapkan penggunaan energi terbarukan dalam fasilitas perusahaan dan rantai pasok kami, sesuai dengan ambisi "Nourishing Indonesia to Progress" dengan ikut serta menurunkan jejak karbon dan emisi gas rumah kaca untuk memitigasi perubahan iklim dunia. FFI tidak hanya memiliki visi mewujudkan keluarga Indonesia yang sehat dan kuat melalui produk-produk susu kaya protein hewani untuk menjaga asupan gizi seimbang dan bangun daya tahan tubuh alami, serta menyejahterakan mitra peternak dan UMKM, tapi juga beroperasi selaras dengan alam dengan tujuan melestarikan bumi untuk generasi kini dan nanti. Melalui langkah ini kami ingin mendukung pemangku kepentingan terkait untuk bersama-sama membangun industri susu yang lebih berkelanjutan di Indonesia,” kata dia dalam keterangan persnya.
Pembelian REC juga bukti dari komitmen FFI mewujudkan Indonesia yang sehat, sejahtera, dan selaras. Dengan membeli REC, FFI bertransisi menuju energi terbarukan dan mendorong upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. FFI juga ikut berkontribusi dalam penanggulangan masalah perubahan iklim dengan menjalankan bisnis yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
“Dengan visi sustainability 2050, FrieslandCampina sebagai induk perusahaan bersama FFI berambisi mencapai zero emisi CO2 dan zero waste melalui circular plant, pengurangan konsumsi energi dan air sampai 50 persen dan mengoperasikan pabrik yang 100 persen ramah lingkungan di FrieslandCampina. Untuk itu, menuju 2025, FFI melakukan langkah-langkah strategis berupa pengurangan emisi CO2 seperti penggunaan energi terbarukan; pengurangan sampah dan landfill 100 persen pada 2023; penghematan energi dan air lebih dari 15 persen sebelum 2024, dan mencapai label C untuk sustainability sebelum 2025,” lanjut Berend.
Doddy B. Pangaribuan, General Manager Unit Induk Distribusi Jakarta Raya PT PLN (Persero), mengatakan bangga dengan komitmen FFI untuk mendapatkan Renewable Energy Certificate.
"Ini sebagai kewajiban kita bersama untuk mendukung komitmen pemerintah mencapai net zero emission pada 2026. Upaya untuk mencapai hal tersebut tidak dapat kita lakukan sendiri. FFI adalah pelanggan terbesar dari 57 pelanggan yang sudah terdaftar sebagai pembeli REC di Jakarta saja, dengan kontrak 4600 unit REC per bulan. Tentu saja PLN berkewajiban untuk memasok tidak hanya listrik yang ramah lingkungan tetapi juga memiliki ketersediaan dan keandalan yang tinggi," kata Doddy B. Pangaribuan.
Pembelian REC adalah bagian dari roadmap FFI menuju carbon neutral 2050. Dengan REC, FFI mampu menurunkan emisi CO2 sebanyak 43.987 ton CO2eq/tahun. Sebelumnya, total emisi CO2 yang dihasilkan FFI per tahun adalah 66.760 tCO2eq. Pada 2025, ketika pabrik di Cikarang sepenuhnya mengoperasikan Biomass Boiler, FFI akan mengurangi emisi CO2 sampai 90,5 persen.
FFI terus mendorong penggunaan energi terbarukan yang sangat berperan dalam memitigasi dampak perubahan iklim. Peningkatan penggunaan energi terbarukan yang bersumber dari alam akan meningkatkan pula upaya mitigasi dalam perubahan iklim akibat penggunaan bahan bakar fosil.