Hoax COVID-19 Meluas Bikin Angka Vaksin Rendah, Begini Cara Kenalinya

Ilustrasi COVID-19/Virus Corona.
Sumber :
  • pexels/Edward Jenner

VIVA Lifestyle – Studi yang dilakukan Center of Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) terhadap kelompok rentan mengungkap beberapa hambatan yang menjadikan alasan kelompok rentan, termasuk lansia, tidak mendapatkan vaksin. Salah satunya adalah hambatan sosial dan perilaku, termasuk pada sikap memercayai hoax. 

Pemerintah Kalimantan Timur Gandeng Malaysia Buat Kendalikan Dengue

"Hambatan ini termasuk ketidakpercayaan terhadap COVID-19, vaksin dan tenaga kesehatan secara umum yang disebabkan informasi yang kurang tepat," jelas Program Manager Primary Healthcare CISDI, dr. Agatha Tyas, MPH., dalam acara media di Jakarta. Scroll untuk info selengkapnya. 

Berbagai informasi dan berita yang tidak benar tentang vaksin yang beredar bebas di masyarakat berkontribusi pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin yang berujung pada rendahnya angka vaksinasi booster. 

BPOM Targetkan WHO Maturity Level 4 untuk Tingkatkan Kualitas Pengawasan Kesehatan Masyarakat

Ilustrasi vaksin

Photo :
  • VIVA/ David Rorimpandey

"Dalam pantauan kami, di tahun 2022 jumlah hoax COVID-19 memang cenderung berkurang sebesar 65 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun hal ini tidak menjamin penurunan dampaknya," ungkap Nuril Hidayah, Program Officer komunikasi Vaksin COVID-19 dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).

Kini Hadir Cara Mudah Pantau Kesehatan Anak

Nuril mengatakan bahwa hoax COVID-19 yang ditemukan oleh MAFINDO sendiri hanya sampel dan bisa saja angkanya jauh lebih besar dari temuan itu. Sebab, ada kemungkinan besar pesan berantai dengan informasi palsu itu beredar di 'dark' media sosial atau bentuk pesan langsung pada kelompok tertentu.

"Tahun 2021 jumlahnya menurun jadi 472. Tahun 2022 menurun drastis jadi 161. Penurunannya tajam. Tapi apakah dampak berkurang? Tidak," tegasnya.

Data MAFINDO mencatat hingga bulan Agustus 2022, ditemukan 161 hoax yang mayoritas sebesar 36,7 persen mengangkat tentang sentimen vaksin. Sedangkan dua isu terbanyak lainnya adalah seputar kebijakan pemerintah dan teori konspirasi sebesar masing-masing 18 persen. 

"Dalam analisis kami, hoax sangat berdampak pada kepercayaan publik terhadap vaksin. Hal ini terbukti dalam survei yang kami lakukan pada Juni 2021, kami menemukan bahwa kemampuan mengenali dan memilah hoax mendorong 3 kali lipat kemungkinan seseorang untuk mau divaksin," jelas Nuril.

Nuril menambahkan bahwa penting untuk masyarakat mampu mengenali jenis pesan hoax yang memiliki ciri utama 'too good to be true' atau 'too bad to be true'. Selain itu, Nuril menyebutkan bahwa pesan berantai dengan informasi yang salah cenderung menyasar pada emosi penerima pesan.

Ilustrasi hoax.

Photo :
  • Unsplash

"Misal informasinya bikin marah, sedih, atau bahagia, nah itu perlu waspada karena hoax modusnya menyasar emosi kita. Kalau kena emosi, misal dari judul berita saja, akan sulit proses informasi ke bagian penalaran. Itu dimanfaatkan oleh orang-orang yang produksi hoax yang memengaruhi pendapat kita," kata Nuril.

Hoax terkait COVID-19 sendiri biasanya merujuk pada sebuah kepentingan mulai dari ekonomi, muatan politik, hingga menjatuhkan pihak tertentu. Maka dari itu, penting untuk melakukan trik mencegah hoax menyebarluas hingga diterima masyarakat. Lantas, apa cara paling mudah mencegah hoax?

"Amati; apakah termasuk ciri-ciri hoax tadi. Periksa validitasnya. Lalu, bagikan info valid dan sumber jelasnya yang terpercaya. Selanjutnya, cek sumber beritanya dan terakhir disebarkan klarifikasinya. Kita bisa cek mengenai hoax misal di situs COVID-19," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya