Bolehkan Merayakan Tahun Baru Masehi? Begini Hukumnya dalam Islam
- U-Report
VIVA Lifestyle – Islam adalah agama yang mengatur segala kehidupan yang terjadi di dunia ini, termasuk soal perayaan tahun baru. Seperti diketahui, perayaan tahun baru adalah meniru gaya dan perayaan orang non-muslim. Perayaan seperti ini tidak berasal dari Islam dan tak ditemukan di masa wahyu itu turun.Â
Para sahabat Nabi Muhammad SAW tidak pernah merayakan tahun baru. Para tabi’in juga tidak merayakannya. Para ulama madzhab pun tidak pernah menganjurkan merayakan tahun baru. Perayaan ini yang ada hanya meniru perayaan orang kafir. Melansir Rumaysho, Islam melarang perayaan Masehi untuk kaum muslimin karena beberapa sisi berikut.Â
1. Orang Beriman Dilarang Menghadiri Perayaan Non-Muslim
Hal ini berdasarkan ayat yang artinya: "Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya." (QS Al Furqan: 72)
Hal tersebut dimaksudkan bahwa ayat itu adalah orang beriman tidak menghadiri az-zuur yaitu perayaan orang musyrik. Ini adalah di antara tafsir tersebut. Ulama yang berpendapat demikian adalah Abul ‘Aliyah, Thawus, Ibnu Sirin, Adh-Dhahak, dan Ar-Rabi’ bin Anas.
2. Perayaan non-Muslim Diganti Rasulullah
Dari Anas bin Malik ra, ia berkata, dahulu orang-orang Jahiliyyah mempunyai dua hari di setiap tahun yang mana mereka kerap bersenang-senang saat itu. Saat Nabi Muhammad SAW datang ke kota Madinah, beliau bersabda yang artinya:
"Dahulu kalian memiliki dua hari di mana kalian bersenang-senang ketika itu. Sekarang Allah telah menggantikan untuk kalian dengan dua hari besar yang lebih baik yaitu Idul Fitri dan Idul Adha." (HR Abu Dawud nomor 1134; An-Nasa'i: 1556. Sanad hadits ini shahih menurut Syekh 'Abdullah Al-Fauzan dalam Minhah Al-‘Allam, 4: 142)
3. Kaum Muslimin di Masa Salaf Tidak Ada yang Ikut Perayaan non-Muslim
Umar pernah berkata yang artinya: "Hati-hati kalian berbicara dengan bahasa asing. Hati-hati pula jika kalian turut serta dalam merayakan perayaan orang musyrik di dalam tempat ibadah mereka karena murka Allah bisa turun pada mereka saat itu." (Diriwayatkan Abu Asy-Syaikh Al-Ashbahaani dan Al-Baihaqi dengan sanad sahih)
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, "Inilah larangan 'Umar. Ia melarang mempelajari bahasa asing dan melarang masuk tempat ibadah non-Muslim saat perayaan mereka. Kalau ini saja terlarang, bagaimana lagi dengan hukum merayakannya atau sampai melakukan hal yang merupakan konsekuensi ajaran mereka? Perbuatan merayakan bukankah lebih parah daripada sekadar belajar bahasa mereka? Bukankah melakukan sebagian perayaan mereka itu lebih parah dibandingkan sekadar masuk tempat ibadah mereka pada saat perayaan mereka?"
Wallahu a'lam bisshawab.