Viral Surat Keterangan Sakit Online, Oknum Dokter dan Pasien Bisa Kena Ancaman Hukum
- Twitter @sdenta
VIVA Lifestyle – Awal pekan ini jagat media sosial Twitter dihebohkan dengan unggahan salah satu pengguna jejaring media sosial Twitter terkait iklan di KRL Commuter Line. Iklan tersebut adalah layanan pembuatan surat keterangan sakit yang bisa didapatkan secara online dalam waktu 15 menit.
"Dapatkan Surat Sakit Online Hanya 15 Menit," begitu bunyi iklan tersebut.
Ramainya pemberitaan tersebut, membuat pihak Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) angkat bicara. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BPH2A) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dr. dr. Beni Satria, M.Kes,S.H,M.H menjelaskan bahwa untuk melakukan konsultasi telemedicine dan langsung mengeluarkan surat keterangan sakit tidak bisa dilakukan.
"Pertama tidak bisa dilakukan kalau pasien baru pertama kali ketemu, kalau kita baru ketemu hari ini tidak boleh. Tetapi kalau pasien itu adalah pasien si dokter sudah pernah berobat ke dokter itu, sudah sering artinya dokter tersebut sudah tatap muka langsung dan sudah melihat fisiknya, sudah pernah memeriksa secara langsung kondisi fisik kemudian ketemu kedua, ketiga, keempat secara telemedicine boleh," kata dia dalam virtual conference, Selasa 27 Desember 2022.
Lebih lanjut dijelaskan, Beni bahwa jika dokter dan pasien belum pernah bertemu sama sekali, dan tidak adanya rangkaian pemeriksaan dari wawancara, penegakkan diagnosa maka tidak bisa dokter mengeluarkan surat keterangan sakit itu.
"Tetapi kalau belum pernah maka rangkaian tadi tidak, gimana ini mungkin tidak dilakukan untuk pertemuan pertama. Kalau untuk pertemuan kedua, ketiga saya sebagai dokter saya sudah punya medical record si pasien," kata dia.
Beni juga meminta agar para dokter-dokter di luar sana untuk mematuhi kode etik yang tertuang dalam pasal 7 untuk membuat surat keterangan sakit pasien.
Jika memberikan surat keterangan tanpa dilandasi rangkaian pemeriksaan itu dokter yang bersangkutan bisa dikategorikan melakukan pelanggaran disiplin kedokteran.
"Sudah diatur dalam perkonsil nomor 4 pasal 3 ayat 2 kalau dokter itu membuat surat keterangan medis yang tidak didasarkan pada hasil pemeriksaan yang dia ketahui secara benar dan patut bisa dikategorikan pelanggaran disiplin. Ancamannya bisa pencabutan STR dan SIP," kata dia.
Tidak hanya pencabutan STR dan SIP saja, jika dokter yang bersangkutan tidak melakukan rangkaian pemeriksaan dan mengeluarkan surat keterangan tanpa diketahui dokter dan tanpa dilakukan pemeriksaan kebenarannya maka dokter tersebut juga bisa diancam hukuman penjara. Begitu juga pasien tersebut.
"Melalui telemedicine bagaimana platform tadi melakukan verifikasi bahwa benar pasien itu sesuai identitas aslinya kalau tidak akan berdampak pada hukum ancaman pidana Pasal 267 KUHP karena surat keterangan palsu bukan itu orangnya dan tidak sakit, dokter yang mengeluarkan itu bisa diancam ancaman paling tinggi 4 tahun pasien yang menggunakan ancamannya sama 4 tahun penjara," kata dia.
Sementara jika surat keterangan tersebut yang diberikan melalui platform bukan dilakukan oleh dokter maka pelaku akan mendapat hukuman denda minimal Rp100 juta.