Indonesia Darurat Sampah Plastik! Penanganannya Membutuhkan Kolaborasi Multi Sektor

Ilustrasi Sampah Plastik
Sumber :
  • ist

VIVA LifestyleSampah plastik hingga saat ini masih menjadi permasalahan krusial di Indonesia. Menurut data dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Indonesia, dewasa ini ada 17 juta ton sampah setiap tahunnya yang belum tertangani dengan baik. 1,29 juta ton merupakan sampah plastik yang mencemari lautan.

Rano Karno Janji Bikin Sampah Jadi Rezeki Bukan Masalah Warga Jakarta, Retribusi Tak Dibutuhkan

Penanganan sampah plastik ini membutuhkan kolaborasi multisektor agar dapat terimplementasi dengan baik. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Kolaborasi multisektor dalam menangani permasalahan sampah plastik di Indonesia ini pastinya juga dapat mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dari sektor lingkungan diantaranya penanganan perubahan iklim, eksosistem lautan, dan ekosistem daratan. 

Patut Dicontoh! Momen Suporter Jepang Bersihkan Sampah di Stadion Usai Lawan Timnas Indonesia

Hal ini disampaikan oleh Sandiaga Salahuddin Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia dalam The SDGs National Seminar Series yang diselenggarakan oleh Bakrie Center Foundation pada Selasa 1 November 2022 dengan topik  Implementasi Multisektoral dalam Regulasi Penanganan Sampah Plastik di Indonesia yang diselenggarakan secara daring.

Dalam seminar yang dihadiri lebih dari 300 peserta tersebut, Sandiaga menyampaikan komitmen dalam mengelola sampah plastik terutama yang banyak ditemukan di lautan, merupakan salah satu tindakan untuk mewujudkan aspek keberlanjutan dari segi lingkungan.

Ridwan Kamil Ingin Buat Pasukan Tiga Rompi untuk Urus Masalah Banjir hingga Anak Jalanan di Jakarta

Pemerintah menargetkan pengurangan sampah laut sebesar 75% pada tahun 2025. Regulasi tersebut tertuang dalam Peaturan Presiden nomor 83 tahun 2018 tentang penanganan sampah laut.

Dalam hal perumusan kebijakan tentang pengelolaan sampah di destinasi wisata, Kemenparekraf juga mengeluarkan Permenparekraf nomor 5 tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah Plastik di Destinasi Wisata Bahari.

“Sebagai tindak lanjut, Kemenparekraf melaksanakan program pendampingan implementasi SOP pengelolaan sampah plastik di 6 destinasi wisata bahari pada tahun 2022 yaitu Danau Toba, Borobudur, Banyuwangi, Bali, Mandalika, serta Labuan Bajo,” jelas Sandiaga Uno saat membuka The SDGs National Seminar hari kedua seputar pengelolaan sampah plastik dalam upaya pengendalian perubahan iklim..

“Pelaksanaan program ini berkolaborasi dengan stakeholder terkait seperti KLHK, pemerintah daerah, pengelola destinasi wisata, dan tentunya masyarakat dan media. Kami percaya penanganan sampah adalah tanggung jawab kita bersama, kita harus melaksanakan hal tersebut dengan semangat kolaborasi program kegiatan dan kebijakan untuk mewujudkan aspek keberlanjutan dari segi pengelolaan sosial ekonomi budaya serta lingkungan,” kata Sandiaga.

Hal senada juga disampaikan oleh Novrizal Tahar, Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Ia menjelaskan bahwa bahwa penanganan sampah plastik di Indonesia saat ini dihadapkan pada persoalan struktural dan kelembagaan seperti pengelolaan sampah tidak menjadi urusan prioritas bagi pemerintah daerah, anggaran pengelolaan sampah di daerah tidak memadai.

Rata-rata, 41-42% sampah di Indonesia masih diangkut dan ditimbun di landfill, serta investasi Sanitary Landfill tidak menarik bagi daerah. Namun dari beberapa tantangan tersebut, kerjasama dan kolaborasi harus terus dilakukan untuk mendorong ke arah yang lebih baik. 

“72 persen masyarakat Indonesia belum peduli terhadap persoalan sampah. Kurangnya kesadaran masyarakat inilah yang harus terus dibantu oleh seluruh pihak agar masyarakat semakin teredukasi terkait bagaimana mengelola sampah dengan baik dan benar. Dari perspektif pemerintah, pemerintah pusat telah mendorong pengelolaan sampah yang dipisahkan antara regulator dan operator, sehingga kita harapkan kelembagaan pengelolaan sampah bisa lebih lincah dan fleksibel ,” tutur Novrizal.

Policy Advocacy Manager The Climate Reality Project Indonesia, Ari Adipratomo juga menjelaskan bahwa tantangan terbesar dalam menuntaskan permasalahan sampah plastik ini yatu pola pikir masyarakat yang masih sedikit peduli terhadap dampak dari sampah plastik yang mencemari lautan.

Pelaku pencemaran laut oleh sampah plastik ini tidak hanya dari masyarakat perkotaan namun ada andil pula dari masyarakat yang tinggal di pedesaan. 

“Kita terlalu akrab dengan plastik. Menurut data World Bank tahun 2021, Indonesia menghasilkan 7,8 juta ton sampah plastik setiap tahun. Permasalahan sampah bukan hanya dihasilkan dari penduduk perkotaan, melainkan dua pertiganya dihasilkan penduduk pedesaan.  Permasalahan ini dikarenakan masyarakat pedesaan yang sering membuang sampah ke perairan atau badan-badan air seperti sungai, saluran air, dan lain sebagainya,” tutur Ari. 

Daerah pedesaan menghasilkan paling banyak sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik akibat tingkat pengumpulan sampah yang terbatas.

Pembuangan langsung sampah ke air adalah jalur utama sampah plastik mencapai sungai. Hal ini disebabkan karena penduduk tidak memiliki akses ke layanan pengumpulan sampah yang memadai. 

“Sungai membawa dan membuang 83% sampah plastik tahunan yang bocor dari darat ke laut. Hanya 17% sampah plastik yang langsung divuang dari daerah pesisir,” lanjutnya

Dalam menangani sampah plastik dan dampaknya, kolaborasi multisektor dibutuhkan untuk merencanakan pembangunan net zero emission di Indonesia untuk selamatkan Indonesia dari krisis iklim.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya