Teater Sudamala, Pentas Tradisi Pertama Titimangsa Digelar Outdoor
- VIVA/Agus Setiawan
VIVA Lifestyle – Sukses mengadaptasi karya sastra Indonesia ke dalam seni pertunjukan teater, Titimangsa bersama Indonesia Kaya kembali menghadirkan produksi ke-59, bertajuk Sudamala: Dari Epilog Calonarang.
Pementasan yang terinspirasi dari pentas tradisi Bali yang berakar dari sastra ini akan dipentaskan pada 10-11 September 2022 di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia, Jakarta.
Ada Nicholas Saputra dan Happy Salma, Yuk scroll.
Nicholas Saputra dan Happy Salma telah menyiapkan sebuah pementasan seni tradisi sejak akhir tahun 2021 lalu. Selama pandemi COVID-19, Nico sapaan Nicholas Saputra menghabiskan banyak waktunya di Ubud, Bali. Ia kerap berdiskusi dengan Happy mengenai seni pertunjukan di Bali, termasuk Calonarang.
“Dilihat dari sisi tradisi maupun dari seni pertunjukan: dramaturgi, gerak penari, kostum dan topeng yang dikenakan, serta gamelan yang mengiringi, semua dikreasi dengan detail yang mengagumkan,” kata Nicholas Saputra, produser Sudamala: Dari Epilog Calonarang.
Pentas tradisi pertama di area terbuka
Pementasan Sudamala: Dari Epilog Calonarang merupakan karya kolaborasi antara 90 orang seniman dan maestro Bali, juga kota lainnya. Ini akan menjadi pentas tradisi pertama Titimangsa yang dipentaskan di area terbuka di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.
“Untuk membawa seni tradisi keluar dari Bali, membagi pengalaman yang kami rasakan kepada penonton di Jakarta misalnya, bukan hal yang mudah. Kami ingin menghadirkan pentas seni tradisi namun dengan tampilan dan bahasa yang universal. Ini juga tantangan bagi kami untuk membuat formula baru dengan durasi yang jauh lebih pendek, karena biasanya pertunjukan seni tradisi bisa berlangsung 6-8 jam,” ujar Happy Salma, yang juga produser dalam pertunjukan itu.
Tahun 2021 yang lalu, Titimangsa telah menyelenggarakan pementasan Taksu Ubud di Bali. Usai pementasan, Cokorda Gde Bayu memperlihatkan katalog Exposition Coloniale Internationale Paris 1931.
Pada perhelatan yang diselenggarakan kaum kolonial itu, Calonarang tampil di Paris selama 6 bulan bersama Legong dan Janger. Hal tersebut semakin memantik keberanian Happy dan Nico untuk melangkah lebih jauh.
Dengan bimbingan dari budayawan Tjokorda Raka Kerthyasa yang juga adalah ayah mertua Happy Salma, mereka pun diarahkan bertemu dengan beberapa maestro seni tradisi dan pertunjukan di Bali. Pada setiap pertemuan gayung selalu bersambut. Epilog Calonarang, bertajuk Sudamala, dipilih karena dirasa relevan dengan konteks kini.