Ahli: Mendengar Suara Alam Bisa Buat Relaks Hilangkan Gundah
- Pixabay/Free-Photos
VIVA Lifestyle – Manusia memang bisa merasakan banyak perasaan, tak jarang terkadang gundah dan penat menghampiri. Tentunya coping machanism yang dilakukan tiap orang akan berbeda-beda dalam menghadapi perasaan yang tak enak itu. Ada yang akan menghilangkannya dengan tidur, ada yang belanja, dan ada yang sekedar ingin relaks mendengarkan suara desiran air. Bahkan, tak sedikit aplikasi di smartphone yang menyediakan suara alam untuk relaksasi.
Menyangkut hal ini, ternyata rileks karena mendengar suara alam bukan hanya sekedar sugesti diri namun telah mendapat pembenaran dari ahli. Selain air, suara seperti angin di pepohonan dan deburan ombak yang menghantam pantai, cenderung diterima manusia untuk lebih rileks.Â
Hal ini disampaikan oleh Orfeu Buxton, seorang profesor kesehatan biobehavioral di Pennsylvania State University dikutip dari Live Science. Suara pelan dan mendesing adalah suara non-ancaman atau aman, itulah sebabnya mereka bekerja untuk menenangkan orang," jelasnya.
"Suara itu seperti berkata: 'Jangan khawatir, jangan khawatir, jangan khawatir." Ia juga menuturkan bahwa suara gemericik air bisa memengaruhi pikiran seseorang agar tetap tenang, nyaman, dan tidak khawatir dengan keadaan. Bahkan, para psikolog menggunakannya sebagai terapi agar tidur lebih nyenyak dan berkualitas. Berikut penjelasan mengapa mendengar suara gerakan air bisa tenang.
Sementara suara yang lebih keras dan mengagetkan cenderung lebih sulit untuk diterima. Tetapi yang lebih penting daripada volume adalah karakter suara yang dapat memicu sistem kewaspadaan. Sistem ini yang diaktifkan oleh otak dan membuat kita tersentak dari tidur ketika mendengarnya.Â
"Jenis kebisingan menentukan apakah Anda akan bangun atau tidak, mengontrol volume, karena informasi kebisingan diproses oleh otak kita secara berbeda," kata Buxton.
Hal itu sangat kontras dengan teriakan atau dering telepon yang tiba-tiba mengheningkan cipta. "Dengan teriakan, 'tidak ada suara' dan kemudian langsung mengarah ke nada tinggi membuat kita terbangun dan tak nyaman," kata Buxton.
Perbedaan akustik antara ancaman mendadak dan non-ancaman ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan tahun 2012 oleh Buxton di lingkungan rumah sakit. Saat itu dilakukan percobaan dengan memutar alarm bervolume rendah sekitar 40 desibel atau seperti bisikan. Suara ini nyatanya dapat membangunkan peserta penelitian dari tidur sebesar 90 persen.
Sementara itu, suara helikopter dan lalu lintas, ketika mencapai tingkat teriakan 70 desibel, masih tidak membangunkan peserta sesering alarm, dering telepon, dan bahkan percakapan manusia yang relatif tenang.