Soroti Efek Gas Rumah Kaca, Menuju Jejak Nol Emisi Karbon
- Pixabay
VIVA – Gas Rumah Kaca (GRK) adalah emisi gas yang menyimpan panas di atmosfer dan membuat bumi lebih panas. Berbagai upaya telah didorong guna menekan pengurangan jejak karbon hingga membidik misi Jejak Nol Emisi Karbon.
Emisi tersebut mencakup:
Cakupan 1. Emisi langsung dari sumber yang dimiliki atau dikendalikan;
Cakupan 2. Emisi tidak langsung dari pembangkitan energi yang dibeli;
Cakupan 3. Semua emisi tidak langsung (yang tidak termasuk dalam cakupan 2) yang terjadi dan dilaporkan oleh perusahaan, termasuk semua emisi dari hulu dan hilir.
Dan skema penerapan misi Jejak Nol Emisi Karbon pun tengah dikembangkan pula oleh Upbit Indonesia (Upbit ID).
Bersamaan dengan pengumuman Jejak Nol Emisi Karbon oleh Upbit Singapura pada 27 September 2021, Upbit Indonesia (Upbit ID) mengumumkan bahwa telah melakukan pengurangan jejak karbon sejak pertama kali bisnis operasi didirikan bahkan telah melampaui total emisi dengan membeli kredit tambahan, sehingga menjadi Jejak Nol Emisi Karbon.
Pencapaian terjadi karena Upbit Indonesia menghitung jejak karbonnya, menetapkan Rencana Pengelolaan Karbon, dan mengimbangi sisa emisi menggunakan kredit karbon berkualitas tinggi dari Gold Standard.
Inventarisasi Gas Rumah Kaca juga telah diverifikasi dalam laporan oleh TEMBUSU Asia Consulting Pte. Ltd., sebuah perusahaan konsultan keberlanjutan terkemuka di Asia.
Upbit Indonesia mengukur emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dengan mengadopsi standar internasional, GHG Protocol.
Pencapaian jejak nol emisi karbon adalah hasil dari strategi jangka panjang Upbit Indonesia yang diwujudkan dalam Carbon Management Plan (CMP), termasuk pertimbangan dalam arsitektur infrastruktur TI, operasi bisnis, dan pengaturan alih daya.
Dengan mengoptimalkan infrastruktur IT cloud-native, jejak karbon dan biaya operasi Upbit Indonesia dapat dikurangi.
Metode Work from Home (WFH) yang disebabkan oleh pandemi juga secara tak sengaja membantu menekan efek gas rumah kaca dalam bisnis operasi dengan mengurangi emisi terkait perjalanan ke kantor selama periode pandemi dan juga untuk seterusnya.
Untuk mengontrol cakupan 3 emisi GRK lebih baik lagi, Upbit Indonesia telah memasukkan evaluasi GRK sebagai pertimbangan outsourcingnya.
Untuk mengimbangi emisi GRK yang tersisa, Upbit Indonesia menggunakan Gold Standard, skema offset GRK yang diakui secara internasional, untuk memfasilitasi pembelian dan penghentian kredit karbon dari 20 MW Biomass Power Project in Chhattisgarh, India.
Gold Standard mengesahkan kredit karbon dari proyek-proyek yang diaudit oleh pihak ketiga secara independen.
Proyek Chhattisgarh 20 MW Biomass Power juga telah disertifikasi oleh United Nations Sustainability Development Goals dengan dasar bahwa proyek tersebut melibatkan 8 dari 17 tujuan yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa–Bangsa (PBB).
“Perubahan Iklim adalah krisis yang tidak terlalu genting tetapi memiliki efek yang jauh lebih menghancurkan daripada pandemi. Karena hal tersebut telah menjadi bagian dalam hidup kita, kita tidak dapat mengatasi masalah ini tanpa melakukan perubahan," ujar Resna Raniadi, VP of Operations Upbit Indonesia.
"Sebagai langkah awal inisiatif ini, kami telah melakukan perubahan dalam proses bisnis kami untuk dapat terus mencapai nol-bersih emisi, termasuk memperhitungkan emisi karbon dari protokol POW mining. Ke depannya, kami secara aktif membangun teknologi dan bisnis agar dapat menemukan solusi baru untuk masalah klasik ini.” lanjutnya.
Upbit Indonesia telah melaporkan semua dokumentasi pendukung nol-bersih emisi (Laporan Verifikasi, Rencana Pengelolaan Karbon, Sertifikat Gold Standard) di Luniverse TraceTM, layanan verifikasi data berbasis blockchain. Ke depannya, Upbit Indonesia berencana untuk mendapatkan sertifikasi BSI PAS 2060 Carbon Neutrality setiap tahunnya.