9 Dosa Besar Suami Kepada Istri, Pria Wajib Tahu
VIVA – Ikatan suami istri merupakan ikatan yang suci. Keduanya diwajibkan untuk saling menjaga dan memberikan kasih sayang yang tulus satu sama lain.
Jika istri memiliki kewajiban terhadap suami, maka suami juga demikian. Banyak hal yang luput dari pandangan suami karena merasa jika sudah menjalankan kewajibannya dengan cara memberi nafkah keluarga. Padahal ada hal-hal lain yang seringkali terabaikan dan dapat mengundang murka Allah.
Sebagai suami kamu harus menyadari sejak sekarang agar rumah tangga yang dijalani bersama istri mendapat ridho Allah dan menjadi rumah tangga yang memberi ketenangan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Melansir dari beberapa sumber, berikut VIVA telah merangkum 9 dosa besar suami terhadap istri yang wajib kamu ketahui agar terhindar dari murka Allah. Salah satunya sering terjadi
1. Tidak mengajarkan ilmu agama
Melansir dari kanal YouTube Al-Banjari TV yang berjudul ‘Suami tidak bisa mengajari istri ilmu agama’ yang diunggah pada 7 Juni 2019 berikut penjelasan Buya Yahya
Menurut Buya Yahya, apabila suami memiliki ilmu agama yang baik dan tidak mengajari istrinya maka perbuatan tersebut dapat menjadi dosa baginya, namun lain halnya apabila suami tidak memiliki ilmu agama yang cukup, maka keduanya harus mencari pembimbing dan bersama-sama menuju kebaikan.
Sebagaimana Allah berfirman dalam QS At Tahrim ayat 6
“Wahai orang-orang yang beriman. Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.”
2. Tidak merasa cemburu
Cemburu yang pada Batasan merupakan bentuk tanda cinta. Sehingga jika pasangan tidak pernah merasa cemburu bisa dipertanyakan rasa cintanya. Terlebih bagi para suami yang tidak memiliki rasa cemburu apabila istri jalan keluar rumah dengan lelaki lain. Ini merupakan suatu kesalahan besar yang dilakukan oleh suami.
“Tiga golongan yang Allah tidak akan melihat mereka pada hari kiamat yaitu seseorang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang menyerupai lelaki dan ad-Dayyuts,” (HR An-Nasa'i 'hasan' oleh syeikh Albani, lihat ash-Shahihah: 674).
Melansir dari laman Kementerian Agama Jawa Barat, Didalam Kamus Al-mu’jam Al-Wasith disebutkan bahwa Dayyuts adalah lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya (suami) & ia tidak punya rasa cemburu & tidak punya rasa malu.
3. Tidak memberi nafkah
Kedudukan seorang suami di dalam rumah tangganya adalah menjadi pemimpin yang memiliki kewajiban untuk memberi nafkah lahir dan batin. Namun apabila ia tidak melakukannya, maka perbuatan itu dapat mengundang murka Allah.
Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah yang berbunyi:
”Rasulullah bersabda, seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya,” (HR.Abu Dawud no.1442, Muslim, Ahmad, dan Thabrani).
Dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda ketika haji wada’:
“Bertakwalah kepada Allah pada penunaian hak-hak para wanita, Kewajiban kalian bagi istri kalian adalah memberi mereka nafkah dan pakaian dengan cara yang baik” (HR Muslim no. 1218)
4. Membiarkan istri menafkahi suami
Diharamkan bagi suami yang tidak memiliki udzur syar'i (yang memperbolehkan suami untuk tidak bekerja) untuk memerintahkan istrinya bekerja dan kehidupannya ditanggung oleh istri.
Maka suami tersebut tergolong kedalam orang-orang yang tidak menunaikan kewajibannya kepada istri.
Sebagaimana firman Allah dalam QS Al Baqarah ayat 233 yang berbunyi
"Kaum ibu hendaklah menyusui anak-anak mereka selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan, kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada kaum ibu (istrinya) dengan cara yang baik dan benar. (Allah) tidak akan memberikan kadar beban kepada hamba-Nya kecuali dengan kadar kesanggupan (hamba tersebut)."
Artinya berdasarkan landasan hukum yang datangnya langsung dari Allah, nafkah merupakan kewajiban bagi suami.
5. Membenci istri
Istri adalah partner hidup seorang suami. Dengannya suami akan mengarungi perjalanan hidup yang panjang. Jika suami membenci istrinya, bukan tak mungkin mereka akan menghadapi kegagalan. Karena teman hidupnya tak lagi mendapatkan kepercayaan. Sehingga akan merusak hubungan itu sendiri.
Rasulullah telah mengingatkan kepada suami untuk tidak membenci istrinya, apalagi jika istri adalah seorang yang beriman, sebagaimana bunyi hadis berikut:
“Janganlah seorang suami yang beriman membenci istrinya yang beriman. Jika dia tidak menyukai satu akhlak darinya, dia pasti meridhoi akhlak lain darinya,” (H.R. Muslim).
6. Enggan membantu pekerjaan rumah tangga
Tidak sedikit suami yang enggan membantu mengerjakan pekerjaan rumah setelah mereka merasa telah melaksanakan kewajibannya bekerja di luar rumah. Selain itu para suami biasanya berpandangan bahwa istri lah yang harus mengerjakan seluruh pekerjaan rumah.
Padahal Rasulullah memberi teladan dengan giat membantu istrinya dalam persoalan rumah sekalipun.
“Beliau (Rasulullah) membantu pekerjaan istrinya dan jika datang waktu shalat, maka beliau pun keluar untuk shalat,” (H.R. Bukhari).
7. Menyebarkan aib istri
Membeberkan kondisi sang istri kepada orang lain yang tidak seharusnya tahu merupakan perbuatan dosa besar. Seperti yang disampaikan Rasulullah dalam haditsnya
“Sesungguhnya di antara orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah seseorang yang menggauli istrinya dan istrinya menggaulinya kemudian dia menyebarkan rahasia-rahasia istrinya,” (H.R. Muslim).
8. Ringan tangan (memukul)
Jika terjadi perselisihan dalam rumah tangga merupakan hal yang wajar dan harus segera diselesaikan dengan cara baik, namun dilarang bagi suami memperlakukan istrinya dengan cara memukulnya dengan kasar bahkan hingga terluka, hal ini sangat dibenci oleh Allah SWT.
9. Bersikap baik dengan orang lain tetapi buruk dengan istri
Jika suami berkelakuan baik dengan orang lain di luar rumah sedangkan Ketika di dalam rumah ia memperlakukan istrinya dengan kasar, cuek dan tidak peduli, maka hal itu bertentangan dengan hadits berikut
“Mukmin yang paling sempurna adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik–baik kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istrinya,” (H.R. at-Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Albani).