Psikolog: Penyandang Disabilitas Kerap Dikucilkan, Ini Dampaknya

Ilustrasi penyandang disabilitas.
Sumber :
  • Pixabay/Stevepb

VIVA – Penyandang disabilitas kerap ditemukan di berbagai sudut kota di tiap negara, termasuk Indonesia. Sayangnya, kepedulian terhadap penyandang disabilitas ini masih sangat rendah, bahkan kerap timbul stigma yang kurang menyenangkan.

Sinergi Bea Cukai Selamatkan Enam ABK dari Kapal Tenggelam di Perairan Pulau Karimun Anak

Padahal sejatinya, penyandang disabilitas berhak mendapatkan kehidupan yang baik dan diperlakukan setara. Namun diakui Psikolog Tri Puspitarini, stigma yang beredar di masyarakat membuat penyandang disabilitas kesulitan menjalani hidup di lingkungannya.

"Penyandang disabilitas khususnya developmental disabilities kondisinya ditandai gangguan pada fisik dan kognitif di masa perkembangan sebelum usia 22 tahun. Jadi memang sudah terlihat sejak kecil, terhambat fungsi-fungsi hidupnya," ujarnya dalam acara virtual Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia, beberapa waktu lalu.

Elmi Sumarni Ismau dan GARAMIN NTT Sukses Ubah Stigma Negatif terhadap Penyandang DisabilItas

Stigma yang kerap muncul di mana penyandang disabilitas dikaitkan dengan sosok yang menganggu serta ditolak di lingkungan sekolah. Tak jarang, di lingkaran pertemanan pun penyandang disabilitas atau anak berkebutuhan khusus (ABK) ini justru dirundung alih-alih didukung, sehingga sulit mengikuti pelajaran di sekolah.

Ilustrasi penyandang disabilitas.

Photo :
  • Pixabay
PNM dan JAMKRINDO Latih Perempuan Disabilitas Jadi Wirausaha Batik

"Meningkatkan kepedulian kita kepada ABK masih menjadi PR. Masyarakat harus lebih sadar dan menerima keberadaan mereka, bukan malah mengucilkannya, pendidikan kepada masyarakat mengenai ABK harus ditingkatkan," imbuhnya.

Dampak dikucilkan masyarakat

Tri menjelaskan bahwa ABK sendiri biasanya menunjukkan gejala sebelum usia sekolah. Tanda paling khas adalah ketika ada kesulitan komunikasi, gangguan intelektual dan kehidupan personal, serta terbatasnya fungsi hidup mereka.

"Mereka nggak bisa mengekspresikan apa yang mereka rasakan akibatnya mereka sering kurang mendapatkan layanan kesehatan yang memadai," tuturnya.

Hal ini membuat ABK sulit untuk belajar di bangku sekolah. Tak heran, ABK cenderung memilih tak sekolah, atau paling mentok hanya meraih gelar lulusan SD. Terlebih lagi, kondisi miris bagi ABK lantaran masih sangat sedikit pelayanan dan jaminan kesehatan untuk kondisi khusus tersebut.

Ilustrasi penyandang disabilitas/kaum difabel.

Photo :
  • Freepik

"Mereka ini mendapatkan pelayanan kesehatan masih jauh dari standar kesehatan. Banyak yang tak punya jaminan kesehatan," bebernya.

Penanganan tepat pada ABK

Sejalan dengan itu, Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia mengumumkan pada 31 Mei 2022 bahwa mereka meluncurkan 'Say Pain!' di Indonesia. Sebuah kampanye CSR dari Daewoong Pharmaceutical untuk meningkatkan lingkungan medis penyandang disabilitas perkembangan.

'Say Pain!' adalah kampanye CSR di Korea yang diadakan oleh Daewoong Pharmaceutical sejak 2019, dan merupakan proyek kontribusi sosial yang mendidik dan mendukung 'peserta didik yang lamban belajar', termasuk penyandang disabilitas perkembangan, untuk menerima layanan medis yang diperlukan dengan mengekspresikan gejala mereka sendiri. 

Penyandang disabilitas perkembangan seringkali tidak dapat menerima layanan medis tepat waktu karena kesulitan mereka mengungkapkan gejala sakitnya, hal ini menjadi catatan Daewoong Pharmaceutical dalam memulai kampanye 'Say Pain!'.

Ilustrasi penyandang disabilitas

Photo :

Daewoong Pharmaceutical memproduksi buku bergambar Augmentative and Alternative Communication (AAC) yang membantu anak lamban belajar mengungkapkan gejala penyakit secara akurat kepada staf medis atau pendampingnya dan mendistribusikannya secara gratis ke 583 rumah sakit, klinik, sekolah khusus, dan pusat kesejahteraan di Korea. 

Berdasarkan kasus-kasus yang berhasil di Korea, pihaknya akan mempublikasikan isu-isu penyandang disabilitas perkembangan di Indonesia dan mengembangkan buku bergambar AAC yang disesuaikan dengan bahasa dan budaya Indonesia. Selain berkolaborasi dengan organisasi dan pakar terkait di Korea dan Indonesia, proyek ‘Say Pain!’ akan bekerja sama dengan mahasiswa Indonesia yang tertarik dengan isu-isu sosial.

Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia memilih 20 duta mahasiswa sebagai 'Daewoong Social Impactor' angkatan ke-2 untuk melaksanakan kampanye 'Say Pain!', dan mengadakan upacara peluncuran secara online pada tanggal 31. Daewoong Social Impactors angkatan ke-2, yang dipilih melalui tingkat persaingan ketat 14 banding 1, akan mengangkat agenda sosial untuk meningkatkan lingkungan medis penyandang disabilitas perkembangan dan mencari solusi dengan pakar lokal, selama lima bulan mulai bulan Juni.

“Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia selalu mencari kontribusi sosial untuk membantu masyarakat Indonesia. Saya ingin memberikan apresiasi kepada Daewoong Social Impactor angkatan kedua, yang akan memimpin kampanye 'Say Pain!' di Indonesia," tutur CEO Daewoong Pharmaceutical Company Indonesia, Sengho Jeon.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya