Pasien COVID-19 Hidup Lagi Dalam Kantong Jenazah, Nyaris Dikremasi

Pasien COVID-19 nyaris dikremasi padahal masih hidup.
Sumber :
  • Douyin/FM10271027

VIVA – Seorang pensiunan di China terselamatkan dari kremasi setelah staf panti jompo memasukkan tubuhnya ke kantong jenazah. Para staf itu berpikir bahwa dia sudah meninggal karena COVID-19.

China Tegas Desak Israel Stop Ekspansi di Dataran Tinggi Golan Milik Suriah

Sebuah rekaman aneh dari China memperlihatkan para tenaga kesehatan memakai pakaian hazmat membawa kantong jenazah dengan pensiunan yang masih hidup ke dalam mobil jenazah sebelum menyadari ada pergerakan.

Mereka kemudian membuka ritsleting kantong jenazah dan menemukan pria itu masih sangat hidup dan bergerak di dalam kantong, demikian dilaporkan The Sun.

Kapal Induk Ketiga Tiongkok Keluar Sarang, Bentuknya Mirip Punya Amerika

Salah satu pekerja bisa terdengar mengatakan, "Kau ke sini dan lihat apakah dia meninggal? Dia masih bernapas! Tidakkah kamu melihat dia bergerak?"

"Dia hidup, jangan pernah tutup wajahnya lagi," ujar pekerja lainnya.

Mengupas Profil PT CRRC Sifang, Perusahaan China Pemasok Whoosh yang Diduga Bersekongkol

Diduga pria pensiunan itu dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan.

Protokol membawa jenazah COVID-19 (ilustrasi)

Photo :
  • VIVA/Fajar Sodiq

Dikutip dari laman Daily Star, insiden itu terjadi di Distrik Putuo Shanghai pada Minggu, 1 Mei 2022. Diketahui bahwa pihak berwenang melakukan investigasi darurat untuk mencari tahu bagaimana pria itu bisa masuk ke dalam kantong jenazah.

Insiden ini terjadi usai pemerintah China menerapkan lockdown pada wilayah Beijing yang terkena COVID-19 di mana angka kematian di Shanghai terus meningkat.

Pagar-pagar dipasang di sekitar apartemen di mana infeksi ditemukan, mengisolasi mereka dari dunia luar. Para penduduk di bagian timur distrik Chaoyang di Beijing dites tiga kali seminggu setelah peningkatan kasus COVID-19.

Provinsi Shanghai China telah menjadi pusat penyebaran terbaru, terburuk sejak Wuhan lebih dari dua tahun lalu. Akibatnya, pembatasan wilayah ketat diberlakukan.

Namun, dilaporkan Bloomberg, meski langkah itu telah dilakukan 51 kasus kematian dilaporkan pada Minggu, membuat angka kematian untuk gelombang saat ini menjadi 138 kasus.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya