Akta Cerai dan Prosedur Pengambilannya di Pengadilan
- pixabay
VIVA – Akta cerai biasanya diperoleh dari saat suatu pasangan memutuskan untuk berpisah atau bercerai hingga melakukan proses perceraian. Setelah proses perceraian selesai dan kedua belah pihak dinyatakan resmi telah bercerai maka akta cerai tersebut akan dikeluarkan dan dapat diambil oleh masing-masing pasangan yang sudah bercerai tersebut.
Melansir dari laman resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia, akta cerai sendiri merupakan akta otentik atau asli yang dikeluarkan oleh pengadilan agama sebagai bukti bahwa telah terjadi perceraian antara pasangan yang memutuskan untuk bercerai. Akta cerai tersebut bisa diterbitkan jika gugatan dikabulkan oleh majelis hakim dan perkara perceraian tersebut telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht).
Jika tidak ada pengajuan upaya hukum banding dari salah satu atau para pihak dalam waktu 14 hari sejak putusan dibacakan (dalam hal para pihak hadir), maka perkara tersebut bisa dikatakan telah berkekuatan hukum.
Sementara, dalam hal pihak tidak hadir, maka perkara baru inkracht terhitung 14 hari sejak Pemberitahuan Isi Putusan disampaikan kepada pihak yang tidak hadir dan yang bersangkutan tidak melakukan upaya hukum banding (putusan kontradiktoir) atau verzet (putusan verstek).
Syarat pengambilan akta cerai:
- Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.
- Memperlihatkan identitas diri seperti KTP/domisili ataupun SIM.
- Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Akta Cerai sebesar Rp.10.000,- (Sepuluh ribu rupiah).
- Jika menguasakan kepada orang lain untuk mengambil akta cerai, maka di samping fotokopi KTP pemberi dan penerima kuasa, juga menyerahkan Asli Surat Kuasa bermeterai yang diketahui oleh Kepala Desa/Lurah setempat.
Salinan Putusan/Penetapan
Putusan/penetapan dalam hal ini merupakan pernyataan yang diucapkan oleh Majelis Hakim dalam persidangan dalam sidang yang dilakukan secara terbuka untuk umum. Putusan/penetapan tersebut berguna untuk menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara, yang berisi kepala putusan, identitas pihak yang berperkara, pertimbangan-pertimbangan (pertimbangan tentang duduk perkara, pertimbangan tentang hukumnya) dan amar putusan.
Biasanya bila berkas salinan/penetapan perkara diperlukan oleh pihak yang berperkara dan ingin membaca/memerlukannya maka mereka dapat meminta salinannya. Putusan tersebut hanya disimpan di berkas perkara.
Syarat mengambil Salinan Putusan/Penetapan;
- Menyerahkan nomor perkara yang dimaksud.
- Memperlihatkan KTP Asli bahwa ia pihak berperkara dimaksud dan menyerahkan fotokopinya.
- Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) : Biaya salinan @lembar sebesar Rp. 500 (Lima ratus rupiah perlembar)
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Berdasarkan PP Nomor 5 Tahun 2019 tanggal 28 Januari 2019 sebagai berikut :
- Akta Cerai sebesar Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah)
- Salinan Putusan sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah) per lembar
- Salinan Penetapan sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah) per lembar
Definisi cerai dalam Islam
Cerai dalam Islam sendiri didefinisikan sebagai melepaskan status ikatan perkawinan atau juga disebut dengan putusnya hubungan pernikahan antara sepasang suami dan istri. Perceraian yang terjadi antara suami dan istri tersebut membuat hak dan kewajiban keduanya gugur sebagai seorang suami dan istri.
Hal itu berarti keduanya tidak diperbolehkan lagi untuk berhubungan suami istri seperti berduaan atau saling sentuh layaknya saat masih menikah. Aturan dalam berumah tangga juga telah diatur di dalam Alquran, termasuk masalah yang tidak terselesaikan dalam rumah tangga seperti perceraian tersebut.
Perceraian memang diizinkan dalam Islam, namun hal tersebut tidak disukai dan dibenci oleh Allah SWT. Hal itu berarti bercerai menjadi pilihan terakhir yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri yang memang sudah tidak menemukan jalan keluar lagi.
Seperti firman Allah SWT yang berbunyi: “Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui,” (Al-Baqarah: 227)
Hukum tentang perceraian tersebut berlanjut dalam ayat berikutnya pada surat Al-Baqarah yakni ayat 228 hingga ayat 232. Dalam ayat-ayat tersebut diterangkan tentang aturan-aturan mengenai hukum talak, masa iddah bagi istri hingga aturan bagi perempuan yang sedang dalam masa iddahnya.
Aturan dalam berumah tangga juga dibahas dalam surat Ath-Thalaq ayat 1-7. Dalam ayat tersebut disebutkan mengenai kewajiban suami terhadap istri hingga aturan ketika seorang istri berada dalam masa iddah.
Berdasarkan ayat-ayat tersebut juga bisa diketahui bahwa perceraian tidak dilarang dalam Islam, namun tetap harus mengikuti aturan-aturan tertentu yang sudah ditetapkan. Aturan-aturan tersebut tentu sangat memperhatikan kemaslahatan suami dan istri dan mencegah adanya kerugian di salah satu pihak.
Itulah penjelasan mengenai akta cerai dan bagaimana cara mengambilnya dari pengadilan serta sedikit penjelasan tentang definisi cerai dalam Islam. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kamu yang sedang membutuhkannya dan membacanya.